Kabar6 – Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kembali dilakukan Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr Fadil Zumhana. Penghentian penuntutan telah disetujui oleh 5 dari 6 permintaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Kamis (1/12/2023).
5 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
- Tersangka Moh Hermawan bin Ahmad Riyadi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang diduga melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Tersangka Alexander Mabel dari Kejaksaan Negeri Badung yang diduga melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
- Tersangka Denar bin Deni (Alm) dari Kejaksaan Negeri Batam yang diduga melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan Jabatan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
- Tersangka Haris Fadillah alias Aris bin Irwan Agus Wardi dari Kejaksaan Negeri Batam yang diduga melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penagihan.
- Tersangka Aldo Pratama alias Aldo dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang diduga melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai wujud kepastian hukum.
**Baca juga: Musashi, DPO di Rp. Kasus korupsi pengaspalan jalan 1,5 miliar ditangkap Tim Penabur Kejaksaan Agung
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice dikemukakan antara lain: Telah dilakukan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban telah menyampaikan permintaan maaf; Tersangka tidak pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; Ancaman denda atau penjara paling lama 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan cara musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi; Tersangka dan korban sepakat untuk tidak melanjutkan perkara tersebut ke pengadilan karena tidak membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.
JAM-Pidum juga menyampaikan terkait 1 penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice yaitu berkas perkara atas nama tersangka I Rahmad Santoso alias Santoso bin Ngademin dan tersangka II Eko Setiawan alias Eko bin Sudarmin dari Kejaksaan Negeri Banjarbaru yang menjadi tersangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 Dalam KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, permintaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dikabulkan karena tindakan atau kejahatan yang dilakukan oleh tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar menurut hukum. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. (merah)