maesarahCNBC Indonesia
Pasar
Jumat, 17/02/2023 06:50 WIB
Jakarta, CNBC Indonesia – Pergerakan emas dalam pola “dead cat bounce”. Logam mulia melonjak di bulan Januari tetapi itu baru memulai tren pelemahannya di bulan Februari tahun ini.
Pada penutupan perdagangan Kamis (16/2/2023), emas ditutup di level US$ 1.837,44 per troy ounce. Harga logam mulia tersebut naik sangat tipis 0,07%.
Namun, harga emas pagi ini meluncur. Pada perdagangan Jumat (17/2/2023) pukul 06:08 WIB, harga emas melemah 0,09%.
Pelemahan emas hari ini semakin menegaskan tren pelemahan emas yang sudah berlangsung sejak awal bulan. Dalam sepekan terakhir, emas malah melemah 1,5%.
Emas memang naik turun sejak awal Februari 2023 namun secara keseluruhan emas turun 4,8% sepanjang bulan ini.
Bandingkan dengan pergerakan emas di bulan Januari yang melonjak 5,7%. Logam mulia itu bahkan menembus US$ 1.900 untuk pertama kalinya sejak April 2022.
Penguatan emas pada Januari terjadi setelah emas lesu sepanjang Maret-Desember 2022. Emas melemah setelah bank Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga secara agresif sebesar 450 bps sejak Maret 2022.
Analis independen Ross Norman menjelaskan tren pelemahan emas, dengan mengatakan ini menunjukkan logam mulia berada dalam fase atau pola “pantulan cat mati”.
Investor biasanya terjebak dalam pola ini dan kehilangan uang. Pola ini mengacu pada kenaikan sementara harga aset di tengah kondisi kasar atau dalam tren pelemahan yang panjang.
“Emas saat ini berada dalam pola “dead cat bounce” atau pemulihan sementara setelah penurunan atau rebound yang signifikan berburu barang murah. Ketakutan resesi telah mendukung emas,” kata Norman Reuters.
Harga emas melemah pagi ini seiring data penjualan ritel dan indeks harga produsen di AS naik di atas ekspektasi.
Indeks harga produsen naik 0,7% pada Januari 2023, lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 0,4%.
Data ini lebih lanjut menunjukkan bahwa inflasi AS masih kuat. Pekan lalu, AS juga mengumumkan inflasi Januari menyentuh 6,4% (tahun demi tahun/tahun). Inflasi berada di atas ekspektasi pasar di kisaran 6-6,2%.
Data AS terbaru memperkuat ketakutan pasar jika The Fed akan melanjutkan kebijakan hawkishmiliknya.
“Inflasi melambat tapi dalam fase yang terlalu lambat. Ini bisa membuat suku bunga tinggi bertahan lama. Ini tentu tidak bagus untuk emas,” ujar analis tersebut. TD Sekuritas, Daniel Ghali.
Kebijakan moneter yang ketat akan meningkatkan dolar AS dan menghasilkan utang pemerintah AS.
Kondisi ini tentunya bukan hal yang baik untuk pergerakan emas. Dolar AS yang lebih kuat akan membuat harga emas semakin tidak terjangkau karena mahal.
Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga akan kalah saing dengan utang pemerintah AS.
PENELITIAN CNBC INDONESIA
[email protected]
(mae/mae)