Empat saksi yang diajukan kejaksaan dalam kasus dugaan korupsi Dinas Olahraga dan Pariwisata Pemuda (HSS) Hulu Sungai Selatan.
Mereka bertiga tidak mengetahui secara pasti pengadaan lahan untuk parkir di objek wisata air panas Tanuhi di Loksado.
Saksi pertama Helda Remta dari Kasubag Perencanaan Disporpar HSS, kedua bendahara gaji Wahyu Hairil dinas yang sama dan saksi ketiga dari unsur Dinas PU HSS Fajar Sahbana yang mengetahui ada rencana pembelian tanah tersebut sedang rapat.
Ketiga saksi tersebut tidak mengetahui secara pasti realisasinya, kapan pelaksanaannya. Parahnya, saksi Helda tidak mengetahui secara pasti untuk apa tanah tersebut dibeli.
Harena merasa tidak terlibat dalam pembelian tersebut, namun mengetahui bahwa ada rencana untuk membeli tanah tersebut.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (29/5/2023) yang dipimpin hakim Yusriansyah, dimana JPU menghadirkan selain keempat saksi tersebut juga terdapat tiga saksi lainnya.
Sedangkan saksi Fahruddin dari Dinas Perumahan dan Lingkungan Hidup mengatakan hanya ada satu pemilik yang memiliki sertifikat tanah yang akan dibeli. Dan tiga negeri yang hanya dikuasai.
Dan ternyata tanah yang dikuasai adalah tanah negara yang termasuk dalam hutan lindung.
Sedangkan lahan yang bersertifikat adalah lahan perkebunan dan sawah.
Majelis hakim juga heran, rencana pembelian tanah tersebut tidak melibatkan instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional di Kandangan. Hal itu juga dibenarkan oleh para saksi.
Dalam kasus pembelian tanah untuk dijadikan tempat parkir, ada dua orang terdakwa di Dinas Olahraga dan Pariwisata Pemuda (Disporapar) Kabupaten HSS.
Masing-masing Muhammad Zakir sebagai PPTK, Eko Hendra Wijaya sebagai PTK.
Keduanya didakwa. Bersama-sama melakukan pembayaran ganti rugi tanah di objek wisata Tanuhi di Desa Hulu Banyu Kecamatan Loksado, pembayaran tersebut termasuk tanah hutan lindung yang dikelola negara
Menurut Jaksa Penuntut Umum Mahden Kahfi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan, akibat perbuatan kedua terdakwa berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel, ada unsur kerugian negara. yang mencapai Rp 800 juta lebih dari pagu yang tersedia lebih dari Rp 2 miliar.
Lahan yang dibebaskan di objek wisata tersebut rencananya akan berupa bangunan area parkir dengan dana dari APBD HSS 2019.
Ganti rugi tanah untuk parkir di Desa Hulu Banyu Kecamatan Loksado Kabupaten HSS disidangkan di Pengadilan Negeri Kandangan dalam gugatan yang diajukan pemerintah setempat terhadap pemilik tanah secara perdata.
Dalam gugatan yang diajukan pemerintah setempat, ternyata tanah yang dijual tersebut tergolong kawasan hutan lindung.
Sementara itu, putusan Pengadilan Negeri Kandangan Nomor 1/Pdt.G/2022/PN Kgn, majelis hakim memutuskan gugatan itu tidak dapat diterima.
Pertimbangannya, pemerintah daerah belum menunjukkan bukti bahwa lahan yang dibeli berstatus hutan lindung dari instansi yang berwenang, yakni Badan Pertanahan Nasional.
Jaksa Penuntut Umum dalam sidang pertama dihadapan majelis hakim yang dipimpin oleh hakim Yusriansyah, mendakwa kedua terdakwa melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah.
Dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 s/d 1 KUHP untuk dakwaan primer.
Sedangkan dakwaan subsider adalah Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi. juncto pasal 55 ayat 1 sampai 1 KUHP untuk dakwaan subsider.
Primair kedua adalah pasal 12a juncto pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi. juncto pasal 55 ayat 1 sampai 1 KUHP.
Werta merupakan subsider dari kedua pasal 11 juncto pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi. juncto pasal 55 ayat 1 sampai 1 KUHP.