Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalsel meluncurkan Gerakan Pelestarian Anggrek Kalimantan (Gemar Anggrek) dalam rangka peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Dunia 2023 di Desa Tumingki, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Senin.
“Hilangnya keanekaragaman hayati merupakan fenomena yang dapat mengancam keberadaan semua makhluk hidup, sehingga diperlukan upaya konservasi seperti konservasi anggrek,” kata Kepala DLH Kalsel Hanifah Dwi Nirwana di Hulu Sungai Selatan, Senin.
Ia mengatakan perlunya upaya pemerintah daerah untuk berperan dalam melestarikan keanekaragaman hayati yang ada di Kalsel, khususnya tanaman anggrek Meratus.
“Kami banyak menemukan anggrek di hutan belantara Desa Tumingki, ini salah satu destinasi wisata Geopark Meratus yang potensinya perlu dikembangkan,” ujarnya.
Disebutkannya, desa tersebut memiliki berbagai jenis anggrek, baik spesies maupun hibrida.
Desa Tumingki, Kecamatan Loksado ditetapkan sebagai Desa Anggrek karena selain memiliki tanaman anggrek yang melimpah, masyarakat setempat antusias terhadap program konservasi anggrek DLH Kalsel DLH.
Sekitar 200 peserta mengikuti peringatan Hari Keanekaragaman Hayati di Kalimantan Selatan dengan tema “From Consent to Action, Rebuild Biodiversity”.
Pihaknya telah memindahkan beberapa jenis anggrek dari hutan alam ke pemukiman penduduk desa setempat yang direncanakan sebagai kawasan wisata.
Dia memperkirakan sekitar 450 bibit anggrek akan dikonservasi pada tahap pertama ini.
Ke depannya, pihaknya akan mengembangkan dan meningkatkan populasi anggrek di pemukiman warga Desa Tumingki untuk meningkatkan kunjungan wisata dan perekonomian masyarakat setempat.
Anggrek hibrida yang mengubah habitatnya didominasi oleh anggrek remaja yang diharapkan berbunga dalam waktu empat bulan, sedangkan anggrek spesies akan menunggu bertahun-tahun untuk menghasilkan bunga.
Hanifah mengimbau masyarakat untuk berkomitmen dalam upaya pelestarian anggrek, sementara pihaknya akan terus mendorong dan mendukung pengembangan segala bentuk potensi daerah.
Ketua DPD Pecinta Anggrek Indonesia (PAI) Kalsel Arinda Dian Susanti mengatakan kualitas anggrek yang diawetkan cukup baik.
Ia menyebutkan, proses pemindahan anggrek dari hutan alam ke pemukiman penduduk membutuhkan waktu untuk proses penyesuaian habitat.
Namun, katanya proses tersebut hanya memakan waktu singkat yakni satu bulan, karena kondisi cuaca di pemukiman warga desa tersebut tidak jauh berbeda dengan habitat mereka sebelumnya di hutan belantara.
Pihaknya akan terus memantau dan menjaga pertumbuhan anggrek tersebut agar tetap lestari.