BANJARBARU – Inflasi tahunan (yoy) Kalsel pada November 2022 masih cukup tinggi yakni mencapai 7,06 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) 116,34.
Meski lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 7,25 (yoy), angka tersebut masih berada di atas angka inflasi nasional yang hanya 5,71 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, dari tiga daerah yang dijadikan sampel IHK di Kalsel, semuanya mengalami inflasi.
Laju inflasi Kotabaru masih tertinggi yakni mencapai 8,69 persen dengan IHK 119,14. Terendah di Tabalong yaitu 4,98 persen dengan IHK 118,68.
Sedangkan Banjarmasin mengalami inflasi yoy sebesar 7,07 persen dengan IHK 116,21.
Kepala BPS Kalsel Yos Rusdiansyah mengatakan, inflasi terjadi karena kenaikan harga yang cukup signifikan ditunjukkan oleh sepuluh indeks kelompok pengeluaran.
“Kelompok transportasi paling besar dengan kontribusi 22,82 persen,” ujarnya.
Kemudian kelompok rekreasi, olah raga dan budaya sebesar 10,01 persen; kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 7,72 persen; kelompok sandang dan alas kaki sebesar 7,45 persen; kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 7,07 persen.
Kemudian kelompok perlengkapan, perlengkapan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 5,79 persen; kelompok pendidikan 4,89 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya sebesar 4,00 persen.
“Kemudian kelompok bahan makanan dan restoran 2,19 persen, dan kelompok kesehatan 1,42 persen,” kata Yos.
Sementara itu, komoditas yang menyumbang inflasi yoy pada November 2022 antara lain transportasi udara, bensin, beras, bahan bakar rumah tangga, rokok kretek filter, telur, tarif air bersih, mobil, bawang merah dan shampo.
Secara terpisah, Sekda Kalsel Roy Rizali Anwar mengatakan, dari 13 kabupaten dan kota di provinsi itu, hanya Kabupaten Tabalong yang mampu mengendalikan inflasi dengan baik.
“Seharusnya menjadi motivasi bagi pemda lainnya,” ujarnya dalam rapat tahunan Bank Indonesia (BI) di Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Rabu (30/11).
“Yang kami tahu Tabalong punya BUMD yang khusus menangani pangan,” ujarnya.
BUMD bertugas mengelola rantai pasokan dan cadangan. “Ini inovasi yang bagus,” katanya.
Ini karena inflasi berulang kali muncul karena harga pangan yang tinggi. Seperti nasi, telur, ayam, bawang, cabai serta ikan gabus dan tuna.
“Mengapa ini terjadi berulang kali? Sengaja atau kita tidak bisa mengendalikannya?” tanya Roy retoris.(ris/gr/fud)