BANJARMASIN, KOMPAS — Banyaknya tengkes atau pengerdilan di Kalsel turun 5,4 persen menjadi 24,6 persen pada 2022. Namun, angka tersebut masih di atas angka nasional sebesar 21,6 persen. Isu pernikahan usia muda masih menjadi tantangan dalam upaya percepatan pengurangan tengkes di Kalsel.
Hal tersebut terungkap dalam Rakerda Bangga Kencana Tahun 2023 dengan tema “Bergerak Meningkatkan Kolaborasi dan Sinergi Mencapai Program Bangga Kencana dan Percepatan Penanggulangan Stunting di Kalsel” di Banjarmasin, Rabu (15/2/2023).
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan penurunan prevalensi tersebut pengerdilan di Kalimantan Selatan pada tahun 2022 cukup signifikan yaitu dari 30 persen pada tahun 2021 menjadi 24,6 persen pada tahun 2022. Angka penurunan tersebut lebih besar dari angka penurunan nasional sebesar 2,8 persen.
Prevalensi menurun pengerdilan di Kalimantan Selatan terjadi di delapan kabupaten/kota, yaitu Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Balangan, Tabalong, Tanah Laut, dan Tanah Bumbu. Sedangkan di lima kabupaten masih terjadi peningkatan jumlah pengerdilanyaitu di Kota Banjarbaru, Barito Kuala, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, dan Kotabaru.
“Lebih rendah pengerdilan ini masih pekerjaan rumah bersama. Apalagi, dari setiap 1.000 perempuan di Kalsel, ada 45 orang yang melahirkan di usia 15-19 tahun. Ini masih terlalu berlebihan dan harus dicegah,” ujar Hasto yang hadir secara daring dalam rapat kerja daerah tersebut.
Ia menyebut masih ada sekitar 80.000 kehamilan di Kalsel per tahun. Dengan prevalensi pengerdilan 24 persen, maka berpotensi lahir sekitar 19.000 anak pengerdilan. Selanjutnya, perkawinan di Kalsel bisa mencapai sekitar 33.000 per tahun. Sebanyak 27.000 hamil pada tahun pertama dan akan melahirkan sekitar 6.400 anak pengerdilan.
Lebih rendah pengerdilan masih pekerjaan rumah bersama. Apalagi, dari setiap 1.000 perempuan di Kalsel, ada 45 orang yang melahirkan di usia 15-19 tahun.
Dampak jangka pendek pengerdilanantara lain gangguan perkembangan otak, penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Dampak jangka panjangnya adalah penurunan kemampuan kognitif dan prestasi belajar, penurunan imunitas sehingga mudah terkena penyakit, peningkatan risiko diabetes, obesitas, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, stroke, dan kecacatan di usia tua.
”pengganti berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia, produktivitas, dan daya saing,” ujar Hasto.
Baca juga: Tengkes Bayangi Puncak Bonus Demografi
Deputi Pengendalian Kependudukan BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengapresiasi kerja keras pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota dalam upaya percepatan pengurangan tengkes di Kalsel. “Akselerasinya luar biasa. Kalau ini bisa dipertahankan dan tahun ini penurunannya juga sama, maka target 14 persen pada 2024 bisa tercapai,” ujarnya.
Mengoptimalkan pencegahan
Bonivasius juga meminta pemerintah daerah lebih mengoptimalkan program pencegahan stunting. Satu hal yang harus diwaspadai adalah tingginya angka pernikahan usia muda di Kalimantan Selatan. Kawin usia muda membuat masih banyak perempuan di Kalsel yang melahirkan anak pada usia antara 15 sampai 19 tahun.
“Itu (nikah muda) itu risiko pengerdilanitu sangat tinggi. Jika tidak ditekan, nomor pengerdilan Kalsel bisa naik lagi padahal program lain sudah bagus,” ujarnya.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalsel, Ramlan, mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan pemerintah daerah dan berbagai pihak untuk menekan angka pernikahan usia muda dalam upaya menekan angka kelahiran menurut kelompok usia 15-19 tahun. “Rata-rata usia kawin pertama (MUKP) perempuan di Kalsel saat ini adalah 19,7 tahun. Itu masih di bawah target 21 tahun,” ujarnya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dalam sambutannya yang disampaikan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Kalsel Nurul Fajar Desira mengatakan upaya percepatan penurunan pengerdilan Kalsel masih membutuhkan kerja keras dan kerja keras untuk mencapai target 14 persen pada 2024.
“Melalui rapat kerja ini, saya berharap bersama-sama kita mengevaluasi kinerja tahun lalu dan merumuskan kembali strategi percepatan penurunan. pengerdilan tahun ini, yang semakin masif dan fokus,” katanya.
Baca juga: Pengusaha Kalsel Terlibat Tangani Stunting
Fajar menambahkan, upaya yang telah dilakukan untuk mempercepat penurunan tengkes perlu diperkuat karena target 2024 sebesar 14 persen. “Masih ada 10 persen lagi yang harus digarap. Jika melihat tren penurunan lebih dari 5 persen, targetnya bisa tercapai,” ujarnya.
Namun, menurut Fajar, pihaknya masih mewaspadai kelahiran baru karena angka pernikahan dini di Kalsel masih tinggi. “Nanti kita akan coba fokus pada perkawinan anak agar angka kelahiran di usia muda bisa ditekan. Jadi, kasus (pengerdilanyang lama bisa dikurangi dan yang baru bisa dicegah,” ujarnya.