Pengurus Partai Demokrat di berbagai daerah berbondong-bondong ke gedung pengadilan. Mereka berusaha melindungi AHY dari gangguan Moeldoko.
Polemik di Partai Demokrat memasuki babak baru. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan mantan Sekjen Demokrat versi kongres luar biasa (KLB), Allen Marbun meminta peninjauan kembali (PK) terhadap hasil putusan Mahkamah Agung (MA).
Jika PK dikabulkan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) otomatis marah besar. Lantas, bagaimana sikap Demokrat di Kalsel?
Ketua DPD Partai Demokrat Kalsel Ibnu Sina menyatakan PK tidak boleh ada. Karena hasilnya sangat jelas. Pada sidang sebelumnya, Ketua AHY tampil sebagai pemenang. “Ada enam belas upaya, enam belas kali tidak berhasil. Artinya, skornya sendiri sudah 16-0,” ujarnya (6/4) sore di Balai Kota.
“Padahal PK dilakukan dengan anggapan tidak ada novum (bukti baru), ternyata setelah dievaluasi dan dibacakan oleh para kuasa hukum di Partai Demokrat ternyata tidak ada novumnya,” jelasnya.
Ia juga melihatnya sebagai upaya melemahkan Demokrat jelang Pemilu 2024. “Ternyata semata-mata terkait Pilpres,” tuding Wali Kota Banjarmasin dua periode itu.
Dalam konteks itu, Demokrat berkoalisi dengan NasDem dan PKS untuk mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Sebagai dukungan terhadap AHY, seluruh pengurus Partai Demokrat di Banua menyatakan siap bergerak. Dengan meminta perlindungan hukum dan menuntut keadilan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di setiap kota kabupaten.
Di Banjarmasin sendiri, Ibnu sudah menyurati PTUN Banjarmasin. Begitu juga pengurus di luar Banjarmasin. “Sudah ada sepuluh DPC yang menyatakan dukungannya kepada PN di kabupatennya masing-masing,” ujarnya. “Intinya kita semua tegak lurus dengan Ketum AHY,” tegasnya.
“Insya Allah dalam waktu dekat akan ada rapat pimpinan dengan Dewan Pertimbangan dan Majelis Tinggi Demokrat untuk mengambil sikap terhadap situasi saat ini,” pungkasnya.
Blunder Politik Istana
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kembali berseteru dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Memperebutkan legitimasi kepengurusan partai berlambang “bintang pengasih”.
Dengan status sebagai orang dekat Presiden Joko Widodo, bungkamnya pemerintah atas upaya Moeldoko memicu kecurigaan adanya “restu” dari pihak istana.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Samahuddin Muharram melihat adanya manuver untuk mengacaukan partai yang didirikan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Apalagi, kasus ini kembali diangkat menjelang Pemilu 2024, ujarnya kemarin (6/4).
Motifnya, Demokrat memberikan dukungan kepada Anies Baswedan. Yang nyatanya tidak selaras dengan koalisi partai pendukung pemerintah.
“Saya melihat ada kelompok yang mencoba mengintervensi Demokrat. Terutama terkait sikap politik mereka yang mendukung Anies sebagai capres,” ujarnya menganalisa.
Bahkan, dia menduga kisruh ini sengaja dipertahankan hingga tahap pencalonan presiden tiba. “Ini akan berlanjut hingga tahap penetapan calon presiden,” prediksi mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalsel itu.
Di matanya, publik sudah tidak heran lagi dengan polemik ini. “Dianggap biasa sebagai pengalih perhatian pencalonan Anies,” ulangnya.
Maka, dia menyebut manuver Moeldoko sebagai blunder politik istana. Sebab, di masa injury time kekuasaan, keraton seharusnya berjuang menjaga kepercayaan masyarakat.
“Posisi melekat Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan, tentu akan menuai banyak analisis terkait hubungannya dengan presiden,” pungkas Samahuddin.