Klikmu.co
Oleh: Qosdus Sabil*
Kongres Pemuda Muhammadiyah XVIII Tahun 2023 akan dilaksanakan pada tanggal 1-4 Sya’ban 1444 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 21-24 Februari 2023 Masehi di Kalimantan Timur.
Dalam wawancara dengan Presiden Widodo di Istana Kepresidenan, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah mengusulkan untuk memberikan julukan atau sebutan kepada Presiden Widodo sebagai cikal bakal Presiden Indonesia Maju yang akan menjadi warisan bangsa.
Usulan pemberian penetapan ini akan diberikan saat Presiden membuka secara resmi pelaksanaan Muktamar Pemuda Muhammadiyah XVIII di kota Balikpapan.
Alih-alih menyebut Presiden Widodo sebagai Bapak Infrastruktur, julukan yang mungkin tak lekang oleh waktu, Sunanto menganggap gelar Mr. Pelopor Indonesia Maju sebagai warisan yang dapat dilanjutkan oleh Presiden selanjutnya.
Tak pelak, banyak komentar pro dan kontra atas pernyataan Sunanto tersebut. Bahkan, tak sedikit yang terang-terangan mengungkapkan dan mencibir pernyataan Sunanto. Apalagi, sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Sunanto terang-terangan menyatakan akan tetap mencalonkan diri sebagai calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Hal ini tentunya menjadi perhatian kita semua, ditengah menurunnya peran Pemuda Muhammadiyah dalam kancah politik pemuda Indonesia.
Mentransfer Tradisi: Konferensi Transaksional
Berbagai pengamat gerakan Pemuda Muhammadiyah secara tajam menyoroti perubahan tradisi Muktamar tersebut. Dari Muktamar sebagai acara tertinggi organisasi otonom khas Muhammadiyah, bergeser ke acara permusyawaratan khas kongres sayap organisasi (garis bawah) partai politik.
Penulis mendapatkan banyak informasi dari daerah atau daerah, yang saat ini calon-calon pemformat tampak berlomba-lomba menyiapkan segala kebutuhan peserta kongres. Mulai dari SWP/SWO hingga kebutuhan tiket menuju lokasi Muktamar. Hampir tidak ada perbedaan pola mobilisasi dukungan dalam kongres partai.
Perubahan aturan pemilihan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dari pemilihan langsung muktamir menjadi penggantian pemilihan Ketua Umum melalui formatter, sebenarnya dimaksudkan untuk mengurangi ekses politik uang dari politik transaksional. perilaku.
Namun, fenomena yang mengiringi perjalanan ke Konferensi Balikpapan kali ini menunjukkan bahwa tradisi politik transaksional masih berlaku. Dalam hal ini, para Calon Presidensi Umum benar-benar harus berjuang keras membentuk koalisi besar untuk merebut mayoritas formator. Jadi, calon-calon ini hanya bisa memastikan bisa merebut kursi Pembicara.
Dalam sepuluh tahun terakhir, kita dapat mengamati perubahan perilaku transaksional khas partai politik di berbagai daerah/wilayah. Apalagi di daerah/wilayah dengan sumber daya yang relatif besar, sehingga menjadi magnet yang sangat menarik untuk menjadikan Pemuda Muhammadiyah sebagai alat bargaining position dengan jabatan jabatan publik.
Di jajaran elit Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, hampir sebagian besar pimpinan mulai dari Ketua Umum, Sekjen dan Bendum hingga jajaran Ketua berlomba-lomba menjadi Komisaris di berbagai BUMN. Penulis memperoleh data betapa luar biasa peningkatan kekayaan para elit PP Pemuda Muhammadiyah saat ini. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bisa menjadi indikator penting untuk membuktikan secara langsung bagaimana mereka sebagai Komisaris BUMN mendapatkan kompensasi materi yang sangat besar. Namun, mereka umumnya hanya menjadi komisaris di anak perusahaan BUMN.
Jadi, sangat logis dan wajar jika delegasi pemilik suara/voting juga ikut berperan aktif dalam menentukan arah dukungannya terhadap calon tertentu. Inisiatif transaksional muncul dari dua arah. Baik dari arah calon, maupun dari kepentingan pemegang hak suara kongres.
Ini syarat hukum pertama untuk meninjau kembali keberadaan organisasi otonom bernama Pemuda Muhammadiyah, apakah masih layak dipertahankan atau sudah saatnya dibubarkan.
Batu Loncatan Politik
Kemampuan Kabataang Muhammadiyah dalam memobilisasi massa pemuda dari basis Muhammadiyah tentunya selalu menarik berbagai kepentingan kekuatan politik di negeri ini. Pemuda Muhammadiyah dinilai memiliki nilai jual yang tinggi sebagai lokomotif utama pemuda Muhammadiyah dalam bidang politik.
Di antara Generasi Muda Muhammadiyah lainnya, seperti: Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IPM), Hizbul Wathon (HW), hingga Nasyiatul Aisyiyah (NA), keberadaan Pemuda Muhammadiyah jauh lebih unggul dalam hal jangkauan yang luas. keanggotaan.
Pemuda Muhammadiyah memiliki spektrum dan basis keanggotaan yang lebih beragam. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah sering menjadi media yang sangat dikenal oleh berbagai kekuatan politik. Pemuda Muhammadiyah memiliki posisi yang lebih tinggi dalam negosiasi politik di hadapan penguasa pemerintah. Termasuk posisi tawar yang masif di depan pengurus partai politik.
Faktor inilah yang diincar oleh para aktivis Pemuda Muhammadiyah. Khususnya mereka yang memiliki semangat dan keberanian besar untuk terus berjuang di kancah politik nasional. Yang patut disesali, tentu saja, jika ke depan gerbong Pemuda Muhammadiyah sengaja diubah menjadi langkah politik.
Di kalangan pegiat Pemuda Muhammadiyah, isu politik dan pemberdayaan ekonomi menjadi isu yang paling menarik perhatian mereka.
Sebagai tahapan kehidupan bagi anak muda pada umumnya. Isu-isu yang berkaitan dengan pemikiran dan dakwah memiliki tingkat kepentingan yang lebih rendah.
Jika Kabataang Muhammadiyah hanya sebagai batu loncatan bagi karir politik para aktivisnya, maka syarat kedua pembubaran Kabataang Muhammadiyah sudah terpenuhi.
Kemunduran Tradisi Intelektual
Berbeda dengan Pemuda Muhammadiyah, isu terkait pemikiran dan dakwah terlihat lebih hidup di kalangan aktivis IMM atau IPM. Namun, tidak diragukan lagi bahwa akhir-akhir ini juga terjadi situasi di mana terdapat pragmatisme gerakan yang lebih mencerminkan kepentingan politik praktis jangka pendek. Tentu harus menjadi perhatian kita bersama.
Kritik terhadap merosotnya tradisi intelektual di kalangan Pemuda Muhammadiyah tentu bukan hal baru. Pasca masa kepemimpinan Hajriyanto Yahya Thohari, Imam Addaruqutni, dan Abdul Mu’ti, sorotan kian mencuat.
Tantangan setiap era kepemimpinan pasti berbeda. Namun, kemauan komando Pemuda Muhammadiyah untuk menyimpang dari tradisi intelektual tentu perlu dikaji. Apa yang menyebabkan budaya gerakan Pemuda Muhammadiyah tidak memiliki aktivitas intelektual? Jawabannya terletak pada keberadaan aktivis saat ini.
Jika ketiga permasalahan tersebut, artinya: terjadi perubahan tradisi penyelenggaraan acara Muktamar menjadi acara transaksional, maka Pemuda Muhammadiyah hanya dijadikan sebagai langkah politik, dan hilangnya tradisi intelektual berpikir dan dakwah , maka syarat hukum pembubaran Pemuda Muhammadiyah hanyalah sesaat.
Namun demikian, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis tetap berharap dan berdoa agar para aktivis Pemuda Muhammadiyah yang telah tumbuh dan berkembang sebagai kader-kader sejati ideologi Muhammadiyah segera mengambil langkah cepat untuk melakukan perbaikan sistem dan mekanisme organisasi. Pemuda Muhammadiyah harus dilindungi dan diselamatkan. Pemuda Muhammadiyah harus kembali pada prinsip dasarnya, sebagai salah satu pengawal dan penyempurna gerakan dakwah Muhammadiyah dimanapun berada.
Wallahu a’lam bi ash-showaab
Ciputat, 16 Februari 2023
*Organisasi Corbid PP PM periode 2009-2012