RAKIT Bambu dikenal sebagai alat transportasi wisata yang asyik saat melintasi Sungai Amandit yang mengalir deras dan berbatu. LoksadoSungai Hulu Selatan, Kalimantan Selatan.
Alat transportasi kuno ini kini berubah menjadi wahana wisata air menyeberangi sungai atau bamboo rafting di Loksado.
Tur Arung Jeram Bambu Loksado termasuk dalam 54 situs ajaib Geopark Meratus Komite Nasional Indonesia dibentuk pada tahun 2018 dan saat ini sedang diusulkan untuk diakui oleh UNESCO Global Geopark (UGGp).
Lokasi bamboo rafting ini masuk dalam jalur utara kawasan Meratus Geopark (Taman Bumi) dengan tema “Mengikuti Suara Angin Menuju Keajaiban Dayak Meratus”.
Rute bamboo rafting merupakan bagian dari situs Geopark Meratus di jalur utara bersama Balai Adat Malaris, Bukit Langara, Air Terjun Kilat Api, Sumber Air Panas Tanuhi, Tebing Kapur Batulaki, View Bukit Kentawan, Center Dodol Kandangan, dan Gua Batu Hapu.
Jalur bamboo rafting merupakan bagian dari keindahan dan daya tarik wisata di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (PSPN) Loksado yang sudah dikenal luas hingga mancanegara.
Bahkan predikat Festival Loksado dengan tampilan utamanya rakit bambu yang digelar setiap tahun, kini masuk sebagai Karisma Event Nusantara (KEN) dari program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
Rakit bambu di Amandit Geopark Sungai Meratus. (Antara/Sukarli)
Pentingnya bamboo rafting tidak lepas dari kekayaan alam Loksado dan pegunungan Meratus yang melahirkan wisata yang menguji adrenalin ini.
Bahkan, wisata yang menguji mentalitas atau wisata arung jeram menggunakan rakit bambu punya cerita tersendiri bagi masyarakat Dayak di tepian Sungai Amandit. Cerita dimulai sebelum tahun 1970-an.
Rakit bambu merupakan satu-satunya alat transportasi masyarakat Dayak yang tinggal di pegunungan Meratus untuk mengangkut hasil pertanian dan perkebunan mereka untuk dijual ke perkotaan di Kandangan.
Sebelum ada infrastruktur jalan untuk menembus ke kawasan Loksado dan belum ada kendaraan modern, rakit bambu adalah satu-satunya alat transportasi cepat untuk membawa barang ke kota melalui aliran Sungai Amandit yang deras dan penuh bebatuan besar.
Karena Suku Dayak Meratus harus menjual hasil perkebunan dan sebagainya yang diperoleh dari kekayaan alam Pegunungan Meratus, maka dibuatlah moda transportasi melalui Sungai Amandit dengan rakit bambu untuk membawa mereka ke kota.
Diansyah (66), warga Loksado, Kalimantan Selatan, joki rakit bambu mengatakan, dulu perjalanan dengan rakit bambu ke kota Kandangan, ibu kota kabupaten, dari Loksado bisa memakan waktu satu hingga dua hari, tergantung kondisi. di Sungai Amandit.
Pada musim kemarau akan lebih lama mencapai tujuan, namun pada musim hujan akan lebih cepat mencapai Kandangan.
Hal ini karena perjalanannya penuh rintangan, terutama bebatuan besar yang melintas hingga ke tengah sungai, alur sungai yang berbelok, turunan yang cukup tajam, sehingga di bagian sungai yang dalam harus mengayuh dengan bambu. .
Rakit bambu yang dibuat juga harus kokoh dan kuat, batang bambu atau pengupas yang digunakan harus pilihan, antara 10-20 batang bambu dalam satu rakit, diikat dengan tali yang terbuat dari kulit bambu khusus untuk tali atau tali bambu.
Ia meyakini bambu pengupas dan tali hanya tumbuh di kawasan pegunungan Meratus. Singkat cerita, saat rakit sampai di tujuan, semua barang yang dibawa sudah laku termasuk rakitnya.
“Kalau pulang, kami jalan kaki sampai seharian membawa kebutuhan pokok keluarga yang dibeli di kota,” ujarnya.