Pertunjukan wayang kulit tidak hanya identik dengan hiburan. Di kalangan masyarakat Banjar, pertunjukan wayang kulit juga merupakan ritual pengobatan.
BANJARMASIN – Dalam kesenian wayang kulit banjar dikenal dua jenis pertunjukan yaitu wayang karasmin dan wayang sampir. Fungsi keduanya berbeda.
Wayang Karasmin diadakan murni untuk hiburan. Sedangkan wayang sampir diadakan untuk tujuan atau ritual tertentu.
Wayang sampir ini dibahas dalam Tahuh Pian edisi kali ini.
Di Hulu Sungai, pengobatan tidak hanya dilakukan dengan cara biasa. Seperti pergi ke klinik kesehatan atau rumah sakit.
Beberapa orang masih percaya pada ritual khusus. Salah satunya dengan menggelar pertunjukan wayang.
Dalam ritual ini, orang tua membawa anak atau anggota keluarga yang sakit. Di sana anggota keluarga meminta dalang untuk menyembuhkan orang yang sakit itu.
Berdasarkan pengakuan salah satu dalang wayang kulit banjar, Reza Fahmi, yang dihadirkan dalam ritual wayang sampi adalah mereka yang penyakitnya tidak bisa disembuhkan dengan cara medis.
“Atau orang yang berkeinginan. Misalnya ingin dirawat melalui dalang. Di tempat kami wayang golek lebih banyak tentang tatamba (pengobatan),” ujarnya kemarin (18/12).
Di sisi lain, ada juga perbedaan antara wayang karasmin dan wayang sampir. Di dalam wayang sampir, ditaruh sejumlah jajanan. Umumnya 41 jenis kue.
“Dalam rangkaian kegiatan ritual Manyanggar Banua yang digelar setiap lima tahun sekali, digelar juga wayang sampir. Ritual ini masih lestari di desa kami,” ujar pria asal Desa Barikin, Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Mengutip buku berjudul ‘Upacara Daur Hidup Masyarakat Suku Banjar di Kalimantan Selatan’ karangan Wajidi, wayang sampir juga merupakan bagian dari Upacara Manyanggar Banua.
Umumnya dipegang oleh masyarakat Desa Barikin. “Kemudian pelaksanaan upacara atau ritual berdasarkan adat yang bersifat khusus di lingkungan keluarga dan masyarakat,” tulis peneliti sejarah di Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kalsel itu.
Dalam pelaksanaannya, Wayang Sampir dipimpin oleh seorang dalang yang mengibaratkan dirinya sebagai Semar. Salah satu tokoh dalam wayang.
Dalang, waktu itu juga disebut bapak saya Dalang. Selama upacara, berbagai macam makanan ringan disiapkan. Ditempatkan di atas panggung.
Penganan berfungsi sebagai hidangan yang diberikan oleh ayah Dalang kepada berbagai makhluk gaib atau leluhur yang diundang pada upacara ini.
Selama upacara, ada doa yang dipanjatkan untuk kesembuhan. Lalu, ada juga dialog antara bapak Dalang.
Secara umum Wajidi juga menulis bahwa ritual wayang sampir bertujuan untuk mengusir roh jahat yang biasanya menunggu dan mengganggu anak-anak.
Menurut kepercayaan bahwa pada saat diadakannya upacara Manyanggar Banua misalnya, semua mahluk halus yang menguasai alam semesta diundang.
Dikisahkan terjadi dialog antara bapak saya sang dalang dengan makhluk halus yang diundang dan menghadiri ritual tersebut.
Tujuannya agar arwah tidak mengganggu warga desa atau pihak lain yang mendukung pelaksanaan upacara tersebut.
Seperti dalam pertunjukan wayang Karasmin, prosesi ini juga diiringi dengan suara gamelan. (perang/gr/fud)