RADAR BOGOR – Ibadah haji merupakan rukun Islam yang wajib dijalankan setiap muslim bagi yang mampu. Keutamaan haji, membuat beberapa calon jamaah tetap memilih bersabar menunggu giliran untuk bisa sampai ke Tanah Suci, Mekah.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam, mengatakan pada dasarnya ibadah haji dan umrah yang menjadi satu rangkaian merupakan satu kewajiban bagi setiap muslim yang mampu. Ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang istimewa. “Sementara kalau umrah yang mandiri tidak dikaitkan dengan palaksanaan ibadah haji, hukum asalnya adalah sunnah,” tambah dia.
Niam berpendapat, kewajiban haji dibebankan bagi yang memenuhi persyaratan seperti memiliki kemampuan bekal baik fisik maupun finansial untuk melakukan perjalanan ke tanah suci.
“Jika pelaksanaan ibadah haji menuntut adanya pembayaran sejumlah uang, maka ketika dia cukup kepentingan pembayaran uang, maka dia harus membayarkan sejumlah uang. Dan juga upaya menuju ibadah haji dengan mendaftar, maka mendaftar itu hukumnya wajib,” ujar dia.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah 2015-2020, Tafsir, mengatakan perbedaan haji dan umrah salah satunya terletak pada masa pemberangkatan. “Untuk haji, waktu dan tempat sudah ditentukan. Kalau umrah, tempatnya saja, waktunya tidak ditentukan,” kata dia.
Oleh karena itu, haji merupakan momentum umat muslim seluruh dunia berkumpul di satu tempat. Sehingga, kata dia, hal itu yang membuat orang yang akan berangkat haji harus terlebih dahulu antre.
“Karena kapasitas haji di Mekah dan Arafah itu hanya kira-kira empat juta orang, sementara peminatnya pasti jauh lebih banyak. Maka itu dibuat kebijakan setiap 1.000 muslim ada satu yang ibadah haji [dalam satu tahun]” jelas dia.
Dia mengilustrasikan jika penduduk muslim di Indonesia berjumlah 210 juta, maka yang berangkat sekitar 210.000. Hal ini lah yang membuat masa tunggu haji relatif lama.
“Ini tidak bisa dipaksakan agar bisa cepat, karena kan wilayah Arab Saudi tidak berkembang, kalau kapasitasnya 4 juta dan dipaksakan misal 8 juta orang nanti malah dikhawatirkan ada musibah,” ujar dia.
Meski masa tunggu relatif lama, menurutnya kesabaran menunggu giliran untuk berangkat ke Tanah Suci itu sudah dihitung sebagai kebaikan dan mendapat pahala. Bahkan, dia menambahkan, di dalam Islam, niat saja sudah dihitung pahala. “Sehingga tidak usah kemudian resah karena sudah daftar tapi belum berangkat,” tambah dia.
Tafsir menambahkan selain niat dan kesabaran menunggu perlu juga diiringi dengan doa agar bisa berangkat tepat pada waktu yang sudah dijadwalkan.
“Selebihnya tinggal tawakal kepada Allah, bahwa kita sudah niat untuk haji, tetapi kuasa sepenuhnya ada di tangan Allah. Dan yang perlu digarisbawahi, Allah itu tidak melihat hasil, tapi melihat usaha kita untuk menunaikan haji,” ujar dia.
Salah satu calon jemaah haji asal Boyolali, Punto (32), sudah mendaftar haji pada Desember 2019. Dia menyetor uang senilai Rp25 juta untuk bisa secara resmi terdaftar sebagai calon jemaah haji.
Menurutnya, jumlah atau total biaya tidak menjadi soal buatnya, yang terpenting niat menunaikan kewajiban yang termaktub di rukun islam yang ke-lima.
“Yang wajib kan memang haji, jadi pada 2019 itu, mikirnya yang penting daftar dulu, perkara nanti mau berangkat kapan dan biaya berapa tidak menjadi soal. Selanjutnya tetap niat umrah sebelum keberangkatan haji,” kata dia.
Dia mendaftar haji di usia yang masih relatif muda. Usianya masih 28 tahun ketika memutuskan untuk mendaftar. Bukan tanpa alasan, Punto sengaja segera mendaftar agar bisa berangkat ketika umurnya belum terlalu tua dan fisik masih kuat.
“Masa tunggu masih masuk akal untuk umur saya, misal kuota normal, masih bisa berangkat di umur sekitar 50-an. Dulu seingat saya tunggu sekitar 23 tahun, tapi ada pandemi Covid dan pengurangan kuota. Ini sayangnya saya tidak bisa mengecek karena data nomor saya hilang,” kata dia.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad Solo, Abdul Rozaq, mengatakan ibadah haji merupakan panggilan yang ditujukan untuk seorang muslim. Dia mengatakan yang terpenting selain usaha dan sabar adalah meluruskan niat untuk samata-mata beribadah menunaikan kewajiban.
“Kalau kamu betul-betul niatnya lillahi taala, berapa pun biayanya pasti berangkat,” kata dia, yang juga Imam Besar Masjid Sheikh Zayed.
Dia memberi contoh seorang pengayuh becak yang bisa berangkat haji lantaran niatnya yang kuat untuk menunaikan salah satu rukun Islam tersebut. Abdul Rozaq bercerita pengayuh becak itu mengratiskan penumpangnya sepekan sekali pada hari Jumat.
“Lalu di satu jalan ada orang kaya mobilnya mogok. Diantar dia sama si tukang becak itu. Ketika mau bayar kok tidak mau. Terus ditanya niatnya apa kok digratiskan, si tukang becak itu bilang sedekah ini diniatkan agar suatu saat bisa haji,” kata dia menceritakan.
Lebih lanjut, dia bercerita pengayuh becak itu juga tetap melakukan usaha dengan menabung dari hasil pekerjaannya itu. “Tapi ternyata yang ditolong tadi itu orang kaya, lalu diberangkatkanlah naik haji. Ini kisah, mungkin jalan orang masing-masing bisa sampai ke Tanah Suci, tapi kuncinya tetap sabar sembari usaha,” tambah dia. (*)
Editor : Yosep