Tim Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Kalsel dan BKSDA Kalsel berhasil menggagalkan penyelundupan 360 kg sisik trenggiling di Banjarmasin.
“Satu pelaku berinisial AF (42) sudah ditetapkan tersangka sebagai pemilik dan kasus ini masih dikembangkan sehingga terbuka untuk penambahan tersangka,” kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, di Banjarmasin, Kamis.
Penangkapan terhadap pelaku bermula pada Rabu (17/5), Tim Penindakan dan Penyidikan Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalsel melakukan patroli menghentikan dan memeriksa mobil angkutan yang menuju Pelabuhan Trisakti.
Petugas melakukan pemeriksaan dan menemukan delapan kotak berisi sisik trenggiling yang siap diedarkan dibungkus karung yang rencananya akan dikirim ke pembeli di Jawa Timur.
Berdasarkan temuan tersebut, Bea dan Cukai berkoordinasi dengan Balai Hukum LHK Wilayah Kalimantan untuk proses hukum lebih lanjut terhadap AF sebagai pemilik barang bukti timbangan trenggiling seberat 360 kg.
Tersangka dijerat dengan pasal berlapis mulai dari UU RI No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya hingga UU RI No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp. 3.500.000.000.
Terkait asal muasal trenggiling, Ratio mengaku masih dalam pendalaman, termasuk apakah untuk tujuan ekspor yang diduga menyasar pasar di kawasan Asia.
Dia mengatakan penyelundupan sisik trenggiling adalah kejahatan serius dan menjadi perhatian internasional.
Oleh karena itu, dia menegaskan pelakunya harus dihukum seberat-beratnya dengan membongkar semua jaringan yang terlibat agar ada efek jera dan adil, termasuk tindak pidana pencucian uang.
Ratio juga menyatakan bahwa penyelundupan tersebut merupakan ancaman terhadap kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem serta menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar.
Apalagi trenggiling termasuk hewan yang dilindungi
Undang-undang ini masuk dalam daftar spesies CITES Appendix I yang dilarang untuk diperdagangkan mengingat perannya yang penting dalam pengendalian ekosistem karena trenggiling memakan rayap, semut dan serangga lainnya.
Jika satu kg sisik trenggiling kering sama dengan empat ekor trenggiling hidup, maka 360 kg sisik yang diamankan berarti setara dengan 1.440 ekor trenggiling hidup yang dibunuh.
Padahal, hasil kajian valuasi ekonomi satwa liar oleh Ditjen Penegakan Hukum dan Lingkungan Hidup bersama pakar dari IPB menunjukkan bahwa setiap trenggiling dihargai Rp 50,6 juta.
“Untuk kasus ini ada 1.440 ekor trenggiling yang mati, kerugian ekonomi akibat kejahatan ini mencapai Rp 72,86 miliar,” jelasnya.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan KLHK, Sustyo Iriyono menambahkan, saat ini Badan Penindakan Hukum KLHK telah melakukan 1.946 operasi pengamanan lingkungan dan kehutanan di Indonesia, 1.354 kasus pidana di antaranya telah diajukan ke pengadilan, baik pelaku korporasi maupun individu.
“Kami terus memperkuat pemanfaatan teknologi seperti patroli siber dan pusat intelijen untuk memantau perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi (TSL),” ujarnya.
Kepala Kanwil DJBC Kalsel Ronny Rosfyandi juga mengatakan, aksi bersama tersebut merupakan kerja nyata pelaksanaan kesepakatan kerjasama antara Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dengan Ditjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai bukti komitmen pemerintah dalam melindungi sumber daya keanekaragaman hayati.