Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Tabalong, Ari Wahyu Utomo menyoroti kawasan yang kini menjadi eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT Adaro Indonesia.
TABALONG, koranbanjar.net – Ari, sapaan akrab Ketua KNPI Tabalong, mempertanyakan keberadaan lahan dari izin PKP2B hingga Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang luas lahannya menyusut sekitar 7.438 hektare di Kabupaten Balangan dan Tabalong.
“Kami meminta PT Adaro Indonesia untuk membuka secerah mungkin titik-titik bekas kawasan PKP2B agar masyarakat luas mengetahuinya untuk menghindari persepsi negatif yang berkembang di luar sana,” ujarnya, Senin (27/02/2023) kepada awak media di Tanjung.
Selain membuka data ke publik, Ari meminta PT Adaro Indonesia melepas lahan eks PKP2B kepada masyarakat yang memiliki hak pengelolaan atas tanahnya.
“PT Adaro harus menerima keputusan pemerintah untuk mempersempit konsesi lahan tambang dan legowo mengembalikannya ke masyarakat,” jelasnya.
Ari juga meminta PT Adaro Indonesia mengutamakan pengusaha lokal dalam operasional tambangnya. Sebab, dia menilai selama PT Adaro Indonesia beroperasi, belum ada pengusaha lokal yang naik kelas menjadi pengusaha nasional.
“Adaro harus berpihak pada kepentingan lokal, bukan pengusaha dari luar daerah yang malah dinaikkan. Sedangkan isi perut bumi kita di Tabalong dan Balangan sudah dikeruk,” jelasnya.
Diketahui luas lahan tambang Adaro mengalami penurunan dari 31.380 hektare (ha) menjadi 23.942 ha, kini PT Adaro telah memperpanjang izin operasi menjadi IUPK selama 10 tahun.
Berdasarkan Minerba One Data Indonesia (MODI), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), izin tersebut akan berlaku mulai 13 September 2022 hingga 1 Oktober 2032.
Sementara dalam sesi wawancara dengan sejumlah awak media di Kabupaten Balangan, Jumat (24/02/2023), Kepala Departemen Hubungan Masyarakat dan Mediasi PT Adaro Indonesia, Djoko Soesilo mengatakan, eks kawasan PKP2B yang kini menjadi yang tercantum dalam IUPK tetap milik perusahaan PT Adaro Indonesia.
Pada prinsipnya, Adaro tetap memiliki akses ke wilayah di luar IUPK, namun tetap masuk dalam wilayah PKP2B sebelumnya, asalkan mengurus perizinan yang masih berlaku.
Dengan perubahan status izin yang semula berupa PKP2B, luas lahan PT Adaro Indonesia mengalami penurunan sebesar 7.438 ha.
“Wilayah di luar IUPK yang dulunya merupakan wilayah izin PKP2B, kini menjadi wilayah penunjang operasional Adaro. Jika ingin memanfaatkannya, diperlukan izin lebih lanjut,” jelasnya.
Namun, selama PT Adaro belum menggunakan kawasan pendukung, masyarakat atau pemerintah dapat menggunakan kawasan tersebut secara legal.
“Pada dasarnya kami (PT Adaro.red) tetap memiliki kewenangan untuk mempertanggung jawabkan tanah yang dibebaskan melalui status kawasan penyangga, apalagi jika ada kegiatan penambangan tanpa legalitas, kami berhak melapor,” ujarnya.
(anb/rth)