Masalah misinformasi di Indonesia telah menyebar luas di masyarakat, bahkan berdampak pada isu-isu bidang politik, agama, dan kesehatan. Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 semakin dekat, sehingga organisasi masyarakat sipil dan insan pers menginisiasi gerakan pengecekan fakta secara digital untuk memberantas misinformasi. Dua organisasi yang memimpin inisiatif ini adalah Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yang bekerja sama dengan Google News Initiative. Bersama-sama, mereka meluncurkan cekfakta.com, sebuah platform web yang memfasilitasi kolaborasi antara 25 institusi pers untuk berbagi hasil pengecekan fakta.
Namun, penelitian dari tim peneliti Program Studi Digital Journalism, Universitas Multimedia Nusantara (UMN), menemukan bahwa gerakan cek fakta di Indonesia masih kurang mendapat perhatian publik. Salah satu penyebabnya adalah karena konten cek fakta yang tersedia masih didominasi oleh elemen tekstual. Oleh karena itu, tim peneliti melakukan penelitian terhadap 1.596 audiens yang mewakili berbagai daerah di Indonesia untuk mengetahui preferensi mereka terhadap format cek fakta yang diproduksi oleh jurnalis Indonesia.
Penelitian ini mengidentifikasi tujuh format cek fakta yang diproduksi oleh komunitas cek fakta, dan mengukur preferensi audiens untuk setiap format menggunakan empat variabel, yaitu seberapa familier audiens dengan konten tersebut, seberapa sering mereka melihat konten tersebut, seberapa besar mereka menyukainya, dan seberapa besar kemungkinan mereka akan menggunakannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun hampir separuh (49%) responden merasa bahwa cek fakta dalam bentuk teks bermanfaat, mereka sebenarnya kurang menyukainya. Audiens lebih menyukai konten cek fakta yang dipublikasikan dalam bentuk visual, seperti video maupun foto. Sebanyak 901 responden (60,6%) mengungkapkan bahwa mereka sangat menyukai konten cek fakta yang berupa video pendek dan dilengkapi teks, foto, dan musik latar. Sementara itu, 853 responden (60,8%) menyatakan sangat menyukai bentuk konten cek fakta yang disampaikan melalui siaran langsung di Instagram. Kedua format cek fakta tersebut – video pendek dengan musik latar dan Instagram live – lebih disukai daripada teks yang panjang.
Dalam konteks format cek fakta, mayoritas responden di Indonesia menganggap diri mereka sangat familier dengan video pendek yang dilengkapi musik latar dan Instagram live. Namun, mereka merasa tidak terlalu familier dengan konten cek fakta dalam bentuk teks. Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi pada pers Indonesia untuk memproduksi lebih banyak konten berbasis visual agar kampanye melawan misinformasi berlanjut. Dalam konteks Pemilu 2024 yang semakin dekat, pengecekan fakta menjadi semakin penting untuk memastikan publik mendapatkan informasi yang benar dan dapat mengambil keputusan politik yang objektif dan relevan. Oleh karena itu, para pihak yang terlibat dalam gerakan pengecekan fakta harus menciptakan konten-konten cek fakta yang lebih menarik secara visual guna menarik perhatian publik.