Jakarta –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetorkan bukti korupsi Rp 6,5 miliar ke kas negara. Uang itu berasal dari mantan Kepala Dinas Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid.
“Jaksa Pelaksana KPK Josep Wisnu Sigit melalui Biro Keuangan telah selesai menyetorkan barang bukti Rp6,5 miliar ke kas negara dalam kasus terpidana Abdul Wahid,” kata Kepala Unit Pelaporan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (28/12/2019). 2022).
Ali mengatakan, sebagian uang itu merupakan uang yang ditemukan penyidik KPK saat menggeledah rumah Abdul Hamid. Dijelaskannya, sebagian uang itu terdiri dari Rp. Uang pecahan 500 disimpan dalam kantong plastik.
“Saat itu, uang kertas yang terdiri dari berbagai pecahan, termasuk pecahan lima ribu ini disimpan dalam kantong plastik,” ujarnya.
Ia menambahkan, uang tersebut telah disetorkan melalui Kantor Cabang Pembantu Bank BNI Rasuna Said dengan pendampingan dan pengawalan polisi.
Ali mengatakan setoran ini merupakan salah satu upaya KPK untuk mengoptimalkan pemulihan aset atau perbaikan aset dari hasil korupsi dan pencucian uang.
“Penyetoran dan penghimpunan uang hasil korupsi dan TPPU akan terus dioptimalkan oleh KPK untuk memaksimalkan pemenuhan perbaikan aset,” dia menambahkan.
Dalam kesempatan itu, Ali mengatakan pihaknya juga telah mengirimkan Abdul Wahid ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banjarmasin. Dia menjelaskan eksekusi itu berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Tinggi Banjarmasin.
Ali menjelaskan, majelis hakim memvonis Abdul Wahid 8 tahun penjara. Selain itu, Abdul Wahid diharuskan membayar denda sebesar Rp 500 juta.
“Terpidana akan menjalani pidana korporasi selama 8 tahun dikurangi masa penahanan dan kewajiban membayar denda Rp 500 juta,” imbuhnya.
Terakhir, Ali mengatakan KPK tidak hanya akan mengadili narapidana korupsi. Dia menilai penyitaan aset hasil korupsi juga penting.
“Efek jera bagi pelaku korupsi tidak hanya bisa dilakukan melalui pidana penjara, namun penyitaan aset hasil korupsi juga penting untuk dilakukan,” pungkas Ali.
Terkait kasus ini, Abdul Wahid dijerat sebagai tersangka kasus gratifikasi dan pencucian uang. Abdul Wahid sebelumnya menjadi tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di HSU, Kalimantan Selatan (Kalsel), 2021-2022.
Menilik situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Banjarmasin dengan nomor perkara 17/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bjm, Abdul Wahid divonis 8 tahun penjara. Ia juga didenda Rp. 500 juta, anak perusahaan enam bulan.
Berikut isi putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Yusriansyah:
Menyatakan Terdakwa Drs.H.ABDUL WAHID HK, MM., M.Si, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut serta tindak pidana pencucian uang secara bersamaan sebagai dakwaan pertama alternatif pertama dan biaya dari tiga alternatif pertama;
Menghukum Terdakwa dengan demikian dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 6 bulan;
Menetapkan jangka waktu penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa untuk dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Tetapkan Terdakwa dalam tahanan.
Tonton juga video ‘KPK Terima 4.623 Dugaan Dugaan Korupsi Sepanjang Tahun 2022’:
[Gambas:Video 20detik]
(mha/dwia)