Badan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalsel dan BKSDA Kalsel berhasil menggagalkan penyelundupan sebagian satwa dilindungi di berupa sisik trenggiling (Manis javanica) seberat 360 kg.
Selain itu, ia juga berhasil mengamankan pelaku berinisial AF (42), warga Barabai, yang diamankan sejak Rabu (17/5/2023) lalu beserta sejumlah barang bukti berupa barang bukti seberat 360 kg. Timbangan Trenggiling (Manis Javanica), 1 (satu) unit mobil Suzuki Carry ST 100, 1 unit Handphone Nokia, 1 kunci kontak dan 1 STNK.
Tersangka AF saat ini ditahan di Rutan Polres Banjarmasin, sedangkan barang bukti ada di posko Gakkum Wilayah I Banjarbaru.
Terungkapnya penyelundupan sisik trenggiling bermula pada Rabu 7 Mel 2023, sekitar pukul 12 45 WITA, Tim Penindakan dan Penyidikan Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Kalbagsel melakukan patroli, menghentikan dan memeriksa 1 mobil angkutan merek Suzuki Carry ST100 Nomor DA 1680 AB yang melaju menuju Pelabuhan Trisakti.
Tim Patroli melakukan pemeriksaan pertama dan menemukan delapan kotak berisi sisik Pangailing (Manis javanica) yang siap diedarkan dibungkus dengan karung putih.
Berdasarkan keterangan sopir angkot berinisial SR (35), diperoleh informasi bahwa pemilik sisik trenggiling tersebut adalah AF. Tim meminta driver SR untuk menghubungi AF agar bisa datang ke Bea Cukai.
Sekitar pukul 17.00 WITA AF datang ke Bea Cukai dan memastikan bahwa sisik trenggiling yang dibawa sopir SR (35) adalah miliknya. Kemudian, pada Rabu, 17 Mei 2023 pukul 20.30 WIB, kasus ini dilimpahkan ke Pusat Hukum Hukum LHK Wilayah Kalimantan untuk proses hukum lebih lanjut.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK Sustyo Iriyono mengatakan, Kamis (25/5/2023) penyidik PPNS LHK menetapkan AF sebagai tersangka.
Atas perbuatannya, AF dijerat dengan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100 juta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Selain itu, kata Sustyo, pihaknya juga menjerat pelaku dengan Pasal 38 ayat (4) dan Pasal 50 ayat (2) huruf c dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp. 3,5 miliar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (6) UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Bab 3 bagian keempat ayat 4 UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 /2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ratio Ridho Sani menambahkan, dalam proses hukum, pelaku juga akan diupayakan untuk dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan sumber daya alam,” ujarnya.
Rasio menambahkan, penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan satwa dilindungi merupakan komitmen pemerintah untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati sebagai pengendali ekosistem dan keunggulan komparatif Indonesia.
Kasus penyelundupan ini, kata dia, merupakan ancaman terhadap kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem serta menimbulkan kerugian negara yang sangat besar.
“Bayangkan saja, jika diperkirakan satu kilogram sisik bisa didapat dari empat ekor trenggiling hidup, untuk mendapatkan 360 kilogram, pelaku telah membunuh sebanyak 1.440 ekor,” ujarnya.
Lalu, kata Rasio, jika dihitung dari valuasi ekonomi satwa liar dari kajian ahli Institut Pertanian Bogor (IPB), setiap trenggiling dihargai Rp 50,6 juta. Jadi kalau 1.440 ekor berat nilainya Rp 72,86 miliar.
“Padahal trenggiling memiliki peran penting dalam mengendalikan ekosistem, karena memakan rayap, semut dan serangga lainnya,” ujarnya.
Kasus penyelundupan ini juga dianggap sebagai kejahatan serius dan menjadi perhatian internasional.
“Kejahatan ini harus dihentikan dan ditindak tegas. Pelakunya harus dihukum seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera,” ujarnya.
Ratio juga mengatakan telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengembangan kasus untuk mencoba mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
“Saya yakin pelakunya tidak hanya satu. Ini kemungkinan jaringan, akan kita kembangkan untuk menjerat pelaku lainnya,” tegasnya. (Fik/KPO-3)