Tempat Penampungan Sementara (TPS) Sampah yang bersebelahan dengan bangunan sarana pendidikan masih menjadi momok. Selain mengeluarkan bau tak sedap, keberadaannya juga mengganggu pemandangan. Bahkan seringkali sampah menumpuk hingga meluap ke jalan.
Ambil contoh TPS yang berada di Desa Gadang, Kabupaten Banjarmasin Tengah. TPS itu terletak tepat di antara Pasar Gadang, SMPN 10 Banjarmasin, dan SDN Gadang 2. Dari hari ke hari, TPS tak pernah sepi.
Pengemudi dan warga bebas membuang sampah ke TPS. Kapan pun mereka mau. Padahal dalam peraturan daerah, warga hanya diperbolehkan membuang sampah ke TPS mulai pukul 20.00 hingga 06.00 WITA.
Berdasarkan catatan Radar Banjarmasin, keberadaan TPS berulang kali menimbulkan kekhawatiran warga. Salah satunya adalah Samsudin. Pengurus SDN Gadang 2 sudah lama terkena imbasnya.
Ia juga menyebutkan peletakan tempat sampah portabel yang memenuhi hampir separuh jalan. Selain itu lindi (air sampah) yang sering menggenangi jalan juga merusak aspal. Jalan-jalan berlubang. “Sudah berkali-kali ditambal, tetap sobek,” ujarnya kepada Radar Banjarmasin, beberapa waktu lalu.
Menurut Samsudin, pernah ada kejadian seorang guru naik sepeda motor lalu terpeleset. Lindi juga membuat jalanan menjadi licin. “Kalau terus seperti itu, kasihan anak sekolah dan pengguna jalan lainnya,” imbuhnya. Ia berharap ada solusi dari pihak terkait.
Kepala Bidang Kebersihan dan Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banjarmasin, Marzuki mengatakan, sampah di TPS sudah tidak sebanyak dulu.
Sudah ada program Surung Sintak untuk om gerobak sampah yang berjalan di kawasan tersebut. “Ada 20 paman gerobak yang bersiaga. Diperkirakan sampah di sana berkurang 3 ton per hari,” ujarnya, kemarin (18/5).
Marzuki mengatakan, total sampah yang dihasilkan per hari di sana sebelum adanya gerobak paman mencapai belasan ton. “Jadi kalau dilihat-lihat sudah tidak separah dulu, tumpukan sampahnya banyak,” imbaunya. Lalu, bagaimana dengan harapan agar TPS di kawasan itu dipindahkan karena posisinya bersebelahan dengan fasilitas pendidikan?
Marzuki menjelaskan, hal itu cukup sulit dilakukan. Belum ditemukan lahan yang tepat untuk dijadikan TPS. “Meski ada yang jual tanah, tapi masih tertahan dengan ahli waris. Tapi ada rencana ke sana (memindahkan TPS, red),” ujarnya.
Menurutnya, untuk pengelolaan jangka panjang, harus ada opsi lahan. Idealnya, di daerah itu juga. “Sedangkan lahan alternatif ada dua. Kami masih memprosesnya,” katanya.
Akankah terwujud tahun ini? Marzuki belum bisa memastikan. Dia mengatakan, pembebasan lahan alias tanah membutuhkan banyak proses.
Marzuki juga menegaskan, luapan sampah di sana bisa dipicu oleh berbagai faktor. Pertama, pemulung kerap mengobrak-abrik tumpukan sampah. “Kita lihat sekarang di TPS Kampung Gadang, pemulung yang sering mengobrak-abrik sampah sudah tidak ada lagi,” ujarnya.
Kedua, tidak hanya warga Kampung Gadang yang membuang sampah di sana. Tapi juga warga dari desa lain. “Berdasarkan identifikasi kami, ada lima kecamatan yang membuang sampah di sana. Misalnya warga Kelurahan Pasar Lama, Sungai Baru, dan Seberang Masjid juga membuang sampah di TPS tersebut,” jelasnya. “Kalau hanya untuk warga Kampung Gadang, sebenarnya TPS bisa dikatakan aman,” tegasnya.
Marzuki berharap warga Banjarmasin lebih peduli dengan sampah yang mereka hasilkan sendiri. “Buanglah sampah pada tempatnya masing-masing. Jangan ke daerah lain,” sarannya.
“Kalau tidak ada TPS, ada program Surung Sintak yang bisa dimanfaatkan. Kami juga menghimbau kepada RT dan RW setempat untuk lebih proaktif mengkomunikasikan program tersebut kepada warganya,” ujarnya.
“Membuang sampah produksi sendiri itu seperti buang air besar. Kalau kita buang air besar, kita malah menumpang di toilet orang lain,” cibirnya.