LPHU, Lembaga Baru PWM Jatim di Bidang Haji dan Umrah; Liputan Muhammad Syaifudin Zuhri
PWMU.CO – Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta 2022 merekomendasi lahirnya lembaga baru, yakni Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU). Maka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim juga membentuk Lembaga tersebut.
Surat keputusan (SK) pengesahan susunan personalia LPHU PWM Jawa Timur diberikan Ketua PWM Jatim Dr dr Sukadiono MM kepada Ketua LPHU PWM Jatim Dr Sam’un MAg, Jum’at (17/3/2023). Hadir pula Sektretaris LPHU PWM Jatim Fathul Mufid ST.
Sebagai lembaga baru, Sukadiono berharap, LPHU mampu memberikan standar dalam tata cara ibadah haji umrah yang sesuai dengan ideologi Muhammadiyah. Utamanya saat ziarah di Madinah.
“Saya pengalaman jadi pembina haji. Tolong dibenahi pendampingan jamaah (haji-umrah) saat ziarah di Madinah banyak yang salah kaprah,” tegas dr Suko, panggilan akrab Ketua PWM Jatim.
Dia juga berharap LPHU mampu mengkoordinasi KBIH-KBIH di bawah naungan Muhammadiyah agar bisa menyatukan manasik bersama.
Dipilihnya Dr Sam’un MAg memimpin lembaga baru LPHU PWM Jatim, dirasa sebagai figur tepat karena orang lama di PWM Jatim di Majelis Tablig dan Tarjih, dan saat ini menjadi Ketua KBIH Jabal Nur milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidoarjo.
Serba Meraba-raba
Ditemui pada Rabu (23/2023) malam seusai shalat Tawarih, Dr Sam’un menegaskan lembaga baru yang dipimpinnya (sementara) serba meraba-raba.
“Semua yang akan dilakukan masih meraba-raba, nunggu bagaimana PP (pimpinan pusat)karena program kerja bidang haji-umrah (yang diberikan) masih dalam format matrik-matrik,” tegas Sam’un saat ditemui di teras Masjid Al Mu’minin SMK Muhammadiyah 1 Taman, Sidooarjo.
Namun ia optimis, mampu menjadikan LPHU PWM Jatim sebagai wadah baru yang siap mencetak kader Muhammadiyah yang militan. Ia mencontohkan fenomena di tempat tinggalnya di Desa Wage, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo.
“Di ranting (PRM) Wage begitu militan full power aktif di perserikatan justru setelah pulang haji, di bawah bimbingan KBIH Muhammadiyah,” papar dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.
Menurutnya, ereka yang sudah haji, umumnya sudah memiliki semangat untuk jadi pribadi yang lebih baik dan ingin aktif dalam kegiatan dakwah, dari sinilah diarahkan bisa aktif di Muhammadiyah.
Artinya, lanjut Sam’un, haji-umrah merupakan dakwah khusus yang kondisional dan momentum, cukup sedikit polesan saja bisa menjadikan jamaahnya mampu menjadi pribadi yang lebih baik dan berkualitas (mabrur).
“Haji (umrah) dakwah khusus, orang sudah dibawa ke Tanah Haram dengan nuansa dan nilai spiritualnya sudah dapat, tinggal dipoles dan diarahkan. Di sinilah pentingnya peran pendamping sekaligus pembina ibadah haji-umrah,” terangnya.
Tugas LPHU
Menurut Sam’un, tugas utama LPHU PWM Jatim adalah melakukan pembinaan bagi para pendamping jamaah haji-umrah. “Merekalah yang berperan sentral bagaimana amalia haji-umrah jamaahnya bisa bermakna dan bernilai ibadah, khususnya yang bernuansa Muhammadiyah,” katanya.
“Semua orang tahu untuk berangkat haji, umumnya butuh daftar tunggu berpuluh-puluh tahun. Kalau salah, untuk perbaikan butuh waktu lama untuk mengulang. Artinya, saat melaksanakan ibadah haji ya harus bagus dan benar,” ungkapnya.
Sam’un mencontohkan. Bagaimana orang thawaf tidak sekedar mutar , tapi hatinya ikut thawaf. Apalagi thawaf sambil selfi-selfi. Ibadah haji-umrah harus serius, perlu dibina dan didampingi bagaimana tata cara ibadah haji-umrah dengan benar. “Ini tugas KBIH, ini tugas LPHU,” ujarnya.
“Maaf saat ini ada semacam dekadensi, haji-umrah dipandang sebagai wisata dan dolanan. Padahal haji-umrah ibadah yang sangat serius butuh SOP. Saya terbiasa membimbing haji-umrah berdasarkan SOP,” kata pria asal Glagah Lamongan ini.
Salah Kaprah Ziarah
Sam’un melanjutkan, begitu jamaah keluar dari Tanah Haram dan masuk ke Madinah, itu dalam konteks ziarah. Sayangnya, kebanyakan orang pahamnya ziarah itu diartikan secara sempit dengan berziarah ke makam Rasulullah.
“Padahal menurut SOP, kunjungan ke Madinah memaknai ziarah itu untuk membangun motivasi dan semangat bahwa di situlah tempat Nabi berjuang menanamkan Islam yang kaffah,” terangnya.
Perjalanan haji-umrah yang kemudian ditambahkan rangkaian kunjungan ziarah atau tapak tilas sejarah ke Madinah, Masjidil Aqsha (Palestina) hingga ke Turkiye bahkan sampai ke Dubai. Menurut Sam’un hal itu sah-sah saja, asalkan jangan mengurangi kualitas ibadahnya.
“Kekurangan dari haji-umrah semacam ini, pastinya bikin jamaah capek sehingga haji-umrahnya kurang maksimal secara visi dan nuansa spiritualitasnya,” kata Sam’un. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni