Parpol memerlukan dukungan basis massa untuk eksistensinya dan membuktikan mesin politiknya bekerja dengan baik. Namun, hasil studi menunjukkan bahwa umumnya parpol di Indonesia tidak memiliki basis massa yang kuat dan cenderung memilih figur personal ketimbang parpol. Ini terjadi karena lemahnya sosialisasi politik parpol dan terperangkap dalam bayang-bayang elit yang ingin menduduki posisi pimpinan eksekutif. Dalam menghadapi Pemilu 2024, parpol harus merawat basis massanya, mengingat masyarakat adalah pemangku kepentingan utama demokrasi.
Sejak Pemilu 2009, Indonesia menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka yang memberikan otoritas pada pemilih untuk langsung memilih caleg sehingga anggota legislatif terpilih lebih bertanggung jawab kepada konstituennya. Namun, parpol terlihat kurang memiliki kendali atas kandidat terpilih dan hanya menjadi “penyedia tiket” untuk caleg. Oleh karena itu, muncul wacana pemberlakuan kembali sistem proporsional tertutup untuk meningkatkan pengaruh elit parpol terhadap caleg dan membawa jaringan patronase dan klientelisme caleg kepada kendali parpol.
Meski demikian, terlepas dari dampak buruknya bagi kinerja mesin parpol, sistem terbuka memberikan ruang bagi penguatan partisipasi masyarakat dan membuat anggota legislatif lebih bertanggung jawab terhadap konstituen. Karena itu, perbaikan kelembagaan parpol harus difokuskan pada peran masyarakat sebagai pengawas pemilu, kaji pendanaan politik per kapita oleh pemerintah, dan fokus pada kapasitas personal kandidat oleh parpol yang menggali kandidat-kandidat potensial melalui LSM. Parpol harus transparan dan akuntabel serta mengadopsi prinsip-prinsip tata kelola partai yang baik dalam operasional dan pengambilan keputusan untuk menjadi institusi yang lebih baik dan pusat inovasi politik dan ideologi serta wahana partisipasi aktif masyarakat.