Aulia AkbarCNBC Indonesia
Uang saya
Jumat, 17/03/2023 08:05 WIB
Foto: Karyawan menunjukkan emas Antam di gerai Galeri 24 Pegadaian di Jakarta, Senin (5/12/2022). Harga emas batangan di PT Pegadaian stagnan pada perdagangan hari ini, Senin (5/12/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia – Perang dagang, Covid-19, bayang-bayang resesi dan krisis perbankan di Amerika Serikat (AS), tentu turut mendorong kenaikan harga emas yang kerap diburu saat muncul ketidakpastian global.
Jika Anda membeli emas 10 tahun lalu, dan belum menjualnya hingga sekarang, keuntungannya cukup fantastis.
Jadi ada apa dengan saham? Bukankah saham yang selama ini disebut sebagai instrumen investasi bisa memberikan return yang fantastis dalam jangka panjang?
Ternyata imbal hasil emas bisa mengalahkan saham, tapi sebelum Anda langsung mengambil kesimpulan mengenai hal ini, inilah studi kasus yang kami buat untuk menilai kinerja investasi di kedua aset ini.
Investasi Rp 100 juta sekaligus 10 tahun lalu, sekarang berapa?
Dalam pembahasan ini, Tim Riset CNBC mengambil studi kasus tiga investor yang berinvestasi sekaligus atau satu kali pembayaran pada Maret 2013, dan tidak melakukan pembelian lagi hingga Maret 2023.
Investor A menggunakan Rp 100 juta untuk membeli emas dengan harga beli 1 Maret 2013. Investor B menempatkan Rp 100 juta di saham yang kinerjanya sama dengan IHSG, sedangkan investor C menempatkan emas Rp 50 juta dan saham Rp 50 juta. .
Berikut pertumbuhan hasil investasi investor yang bersangkutan:
Bagan: Tim Riset CNBC, Data: Investasi & Logam Mulia.com
Investor A
Berdasarkan data di atas, ketika seorang investor mengalokasikan Rp. Modal 100 juta untuk membeli emas yang pada tanggal 1 Maret 2013 setara dengan harga beli Rp. 556 ribu per gram, lalu tepat di tahun 2023, saat harga buyback emas Rp. 953 ribu per gram, dia sudah mendapat untung 71%.
Modal investasi yang sebelumnya Rp. 100 juta, berubah menjadi Rp. 171 juta dalam 10 tahun.
Investor B
Tepat pada 1 Maret 2013, IHSG ditutup di level 4.811,61 sedangkan pada 16 Maret 2023, IHSG ditutup di level 6.565,73. Bisa dikatakan dalam waktu kurang dari 10 tahun, return dari IHSG sudah mencapai 36,4%.
Ketika seseorang membeli saham dengan modal Rp 100 juta, dan saham bergerak sama dengan pergerakan IHSG, modal investasi akan berubah menjadi Rp 136 juta, yang menyebabkan investasi yang dilakukan investor A mengungguli investor B.
Investor C
Yang didapat investor C dari diversifikasi emas dan saham adalah return yang lebih tinggi yang belum mampu mengungguli investor A, namun bisa mengungguli investor B. Bisa dibilang diversifikasi ini menghasilkan return yang berimbang.
Emas dan saham merupakan aset yang berkorelasi negatif pada peristiwa-peristiwa tertentu, misalkan pada Maret 2020, ketika virus Corona masuk ke Indonesia, IHSG turun dan harga emas naik, begitu juga pada awal tahun 2023.
Belum tentu saham akan merugi, ini buktinya!
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, jika pergerakan saham Anda mengikuti IHSG, maka investasi Anda tidak akan mampu mengalahkan kinerja emas. Namun ketahuilah bahwa IHSG merupakan cerminan dari harga seluruh saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kinerja IHSG yang belum mampu mengalahkan emas dalam 10 tahun terakhir ini tentunya juga karena banyak saham yang kinerjanya buruk.
Jadi apa yang terjadi jika Anda berinvestasi di saham perusahaan besar? Sebut saja saham bank-bank besar.
Bagan: Tim Riset CNBC, Sumber: Berinvestasi
Sedangkan kenaikan harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dalam 10 tahun mencapai 264%. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebesar 117%, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 97%, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) sebesar 77%.
Menempatkan uang di salah satu bank besar ini 10 tahun lalu tentu akan menghasilkan keuntungan jauh di atas emas. Belum lagi, perusahaan-perusahaan di atas juga rutin membagikan dividen.
Penafian: Artikel ini merupakan produk jurnalistik berupa pandangan dari CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan untuk membujuk pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada pembaca, jadi kami tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
PENELITIAN CNBC INDONESIA
(aak/aak)