KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, seorang ulama populer di Kalimantan. Pada masa kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abah Guru Sekumpul — panggilan akrabnya — menjadi Mustasyar PBNU.
Abah Guru Ijai, sebutan lain untuk tokoh ini, lahir pada 11 Februari 1942 atau 27 Muharram 1361 H di desa Tunggul Irang, Martapura, Kabupaten Banjar. Kedekatan hubungan internal dengan Gus Dura terbukti saat tokoh Islam legendaris asal Kalimantan Selatan ini beberapa kali dikunjungi Presiden RI ke-4 RI. Gus Dur juga sempat berdoa bersama Abah Guru Sekumpul.
Ia meninggal pada 10 Agustus 2005, saat Abah Guru Sekumpul berusia 63 tahun. Makamnya di pemakaman keluarga dekat Musal Ar Raudhah, Kalimantan Selatan, masih ramai dikunjungi umat Islam. Bahkan, acara pengundian selalu dibanjiri umat Islam selama beberapa hari.
Semasa hidupnya, selain sebagai pendakwah, Abah Guru Sekumpul juga aktif menulis. Dia membuat beberapa karya:
-
Mubarok trasis.
-
Manaqib Ash-Shaykh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani.
-
Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
-
Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur adalah Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy.
Konfirmasi doa untuk Nabi Muhammad SAW
Abah Guru Ijai mewariskan di kalangan umat Islam, khususnya para muridnya, amalan shalat yang bisa dilakukan. Misalnya, amalkan doa yang mungkin Anda impikan tentang Nabi Muhammad (SAW).
Berikut Amalan Abah Guru Sekumpul
mimpi bertemu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Ya Allah
Ya Allah
الدُّدِّ الأَزْهَر وَاليَاقُوْتِ الأَحْمَر
وَالنُّوْرِ الأَظْهَر وَسِرِّ اللهِ الأَكْبَر
Ya Allah
الدُّدِّ الأَزْهَر وَاليَقُوْتِ الأَحْمَر
وَالنُّوْرِ الأَظْهَر وَسِرِّ اللهِ أَكْبَر
Allahumma sali ala sayyidina Muhammad
addurril azhar wal yaqutil ahmar wan nuril adzhar
wa sirillahil akbar
Baca 15 kali sambil berbaring sebelum tidur.
Perjuangan dakwah para guru berkumpul
KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, seorang ulama populer di Kalimantan. Abah Guru Sekumpul atau biasa disapa Guru Ijai lahir pada tanggal 11 Februari 1942 atau 27 Muharram 1361H di Desa Tunggul Irang, Martapura, Kabupaten Banjar.
Ayahnya bernama Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman, sedangkan ibunya bernama Hj. Masliah binti H. Mulia bin Muhyiddin. Abah Guru Sekumpul adalah keturunan kedelapan dari ulama besar Banjari, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari.
Silsilahnya adalah Muhammad Zaini bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Abdu Arsyjah.
Nyantri di Kalimantan dan Jawa
Sewaktu muda, Abah Guru Sekumpul selalu dekat dengan ayah dan neneknya yang selalu menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan tauhid dan akhlak serta mengajarinya membaca Al Quran.
Sejak usia dini, orang tuanya melatihnya untuk mengabdi pada ilmu pengetahuan dan menanamkan rasa cinta dan hormat kepada para ilmuwan. Selain nenek dan ayahnya, Abah Guru Sekumpul juga mengenyam pendidikan dari pamannya, Syekh Semana Mulia.
Pamannya dididik baik di dalam maupun di luar sekolah. Adalah Guru Seman yang mengajak Abah Guru Sekumpul mengunjungi tokoh-tokoh Islam ternama di daerahnya baik di Kalimantan Selatan maupun Jawa.
Salah satu contohnya, Guru Seman mengajak Abah Guru Sekumpul berguru kepada al-Alim al-Allamah Syekh Anang Sya’rani yang terkenal di bidang hadits dan tafsir. Dalam perjalanannya, Abah Guru Sekumpul menyadari bahwa pamannya adalah seorang ahli di hampir semua bidang ilmu keislaman, namun hal tersebut tidak ia perlihatkan kepada publik.
Sifat inilah yang diteladani oleh Abah Guru Sekumpul sehingga dikenal sebagai orang yang berakhlak mulia, sabar, pemurah, dermawan dan penyayang terhadap siapapun.
Berjuang di medan dakwah
Setelah berkeliling dunia kajian agama dan pendidikan lainnya, Abah Guru Sekumpul diamanahkan untuk mengajar di Pesantren Darussalam Martapura. Atas anjuran KH Abdul Kadir Hasan, KH Sya’rani Arif dan KH Salim Ma’ruf, beliau menjadi guru di sebuah pondok pesantren.
Lima tahun kemudian, Abah Guru Sekumpul berhenti dan memutuskan untuk melakukan kegiatan dakwah dengan membuka pengajian di rumahnya di Istana Martapura. Pada awalnya pengajian ini diadakan hanya untuk menunjang pengajaran santri Pondok Pesantren Darussalam Martapur Darussalam, dengan perulangan buku-buku alat, seperti Nahwu dan Saraf.
Namun dalam perkembangannya, komunitas yang mengikuti kuliahnya cukup beragam, tidak hanya dari kalangan mahasiswa, tetapi juga dari masyarakat umum. Pembelajaran pun mulai berkembang dengan kitab-kitab yang lebih beragam, mulai dari kitab fiqh, tasawwuf, tafsir dan hadits.
Amalan Istiqomah Maulid al-Habsyi atau Simthud Durar
Dalam kesempatan itu, Abah Guru Sekumpul juga mulai menyiarkan Maulid al-Habsyi atau Simthud Durar al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Selain itu, pembacaan diakhiri dengan penyisipan lantunan syair atau qasidah yang berisi pujian kepada Nabi Muhammad.
Karena pengajian di Istana Martapura dirasa sudah tidak bisa lagi menampung jemaah, Abah Guru Sekumpul berinisiatif pindah ke lokasi pengajian baru.
Pada tahun 1980-an, Abah Guru Sekumpul memilih kawasan Sungai Kacang sebagai lokasi rumahnya sekaligus tempat baru untuk mengajar. Rumah baru Abah Baru Sekumpul ini kemudian dinamakan komplek Ar-Raudhah, nama tersebut mengacu pada nama Ar-Raudhah di Masjid Nabawi di Madinah.
Setelah mengabdikan diri sebagai pendakwah Islam, Abah Guru Sekumpul kemudian menderita sakit ginjal dan harus dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura.
Setelah sepuluh hari menjalani perawatan di Singapura, pada 9 Agustus 2005, Abah Guru Sekumpul diberi izin pulang. Namun keesokan harinya, 10 Agustus 2005, Abah Guru Sekumpul meninggal dunia di usia 63 tahun.
Abah Guru Sekumpul dimakamkan di pemakaman keluarga dekat Musala Ar Raudhah di Kalimantan Selatan.
Demikian semoga bermanfaat.