- Kaku jang kuning [Muntiacus atherodes] tinggal di hutan Kalimantan.
- Pemantauan satwa ini terus dilakukan, meski keberadaannya sudah jarang terlihat.
- Masyarakat Konservasi Dunia [IUCN] masukkan rusa kuning ke dalam daftar Hampir Terancam atau hampir terancam punah. Aancaman terbesar adalah adalah perburuan dan konversi hutan.
- Pemerintah Indonesia menetapkan rusa kuning sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, Nnomor 31.
Rusa kuning [Muntiacus atherodes] tinggal di hutan Kalimantan. Hewan ini jarang terlihat.
Kutipan Antara Kalimantan Selatan, pada tahun 2018, Badan Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Kalsel berusaha memastikan keberadaan satwa tersebut. Sebanyak 6 unit kamera dijebak di beberapa lokasi, namun tidak ada hasil yang didapat.
Pencarian meluas, diperkirakan hewan ini berada di kawasan Pegunungan Meratus.
“Ini muncul dari penuturan masyarakat setempat,” jelas Ridwan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Balai Kawasan Konservasi II BKSDA Kalsel.
Berdasarkan arsip Kementerian PertahananTNI bersama sejumlah peneliti, salah satunya peneliti flora dan fauna IPB, Abdul Haris Mustari melaksanakan Koordinator Ekspedisi Khatulistiwa 2012 Wilayah 08 Kabupaten Hulu Sungai Tengah [HST] Kalimantan Selatan.
Tim ini melakukan eksplorasi dan penelitian di Pegunungan Meratus, kawasan hutan yang tergolong hutan pegunungan rendah. Ekspedisi ini mencatat telah menemukan jejak kijang kuning atau disebut juga kijang emas.
Kutipan RepublikaAbdul Haris Mustadi mengatakan, warga sekitar menyebut kijang kuning itu rusa hilalang. Rusa ini pun tak luput dari perburuan untuk dikonsumsi, terbukti dengan ditemukannya tengkoraknya di Desa Heratai.
Menurut Haris, ada perbandingan mencolok antara kijang biasa dan kijang kuning. Pada antelop kuning tidak terdapat sambungan pada pangkal sisik, setiap ordo memiliki satu cabang, ramping dan sedikit melengkung serta satu tangkai bunga. [tulang dibawah rangga] ramping dan melengkung. Sedangkan kijang biasa memiliki dua cabang pendek yang lebih besar dan terdapat sambungan di pangkal kijang dan tangkai yang tebal dan lurus.
Mengenai warna, antelop kuning memiliki warna merah kekuningan dan terdapat garis gelap di sepanjang garis punggungnya. Sedangkan antelop biasa berwarna kemerahan gelap.
Masih mengutip Republikapada Agustus-September 1998, kelompok pecinta alam Kompas Borneo, Universitas Lambung Mangkurat [Unlam] Banjarmasin sedang mencari kijang kuning di bagian selatan kawasan Tahura Sultan Adam. Alhasil, ditemukan jejak antelop kuning Borneo yang terjebak jerat dan dikonsumsi warga.
Membaca: Rusa Bawean, Si Lincah yang Tidak Menyukai Kehadiran Manusia
Spesies yang dilindungi
Laporan Groves dan Grubb [1982] judul “Spesies Muntjak [Genus Muntiacus] di Kalimantan: Simpati yang Tidak Diakui pada Rusa Tropis” diterbitkan dalam jurnal Zoologische Mededelingen, Volume 56 – Edisi 17 P. 203-216 tahun 1982. Dijelaskan bahwa di Kalimantan terdapat dua jenis kijang yang banyak dijumpai, yaitu kijang biasa atau Muntiacus muntah dan rusa yang tidak disebutkan namanya.
“Spesies endemik Kalimantan ini tidak memiliki nama. Dengan ini disebut Muntiacus atherodes,” tulis laporan itu.
Laporan itu juga menjelaskan Kohlbrugge [1895] dalam perjalanan melalui Kalimantan bagian tenggara, mendapat informasi dari penduduk setempat bahwa ada dua spesies rusa yang menghuni daerah tersebut. Ada “rusa merah” [kijang biasa] dan “rusa kuning” [kijang kuning].
Namun, Kohlbrugge tidak dapat mengumpulkan sampel spesies antelop kuning, meskipun diketahui oleh masyarakat setempat bahwa perbedaan utamanya selain warna adalah tanduknya yang sederhana. Apalagi, tidak banyak yang diketahui tentang perilaku hewan ini.
Baca juga: Dambus dan Konservasi Rusa Sambar di Pulau Bangka
Masyarakat Konservasi Dunia [IUCN] termasuk rusa kuning dalam daftar Hampir Terancam atau hampir terancam punah. Ancaman terbesar adalah perburuan dan konversi hutan.
Pemerintah Indonesia menetapkan rusa kuning sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, Nomor 31.