“Jangan pernah melupakan sejarah” – Soekarno (1901 – 1970).
PULUHAN Sebuah nisan tua yang terbuat dari kayu ulin dan batu kuno terletak di tanah kosong, di ujung gang sepetak jalan perkebunan kelapa sawit di Desa Bangkalaan Melayu, Kecamatan Kelumpang Hulu, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Bukan perkara mudah untuk sampai ke lokasi makam. Dari Kotabaru di Pulau Laut menempuh jarak sekitar 140 kilometer, baik melalui penyeberangan feri maupun dilanjutkan melalui jalan darat dari Pelabuhan Tarjun di daratan Pulau Kalimantan.
Perjalanan menuju Cantung, ibu kota Kecamatan Kelumpang Hulu, harus dilanjutkan selama 40 menit ke arah Desa Karang Liwar. Dari pinggir Jalan Raya Batulicin – Banjarmasin menuju lokasi kuburan tua masih berjarak 5 kilometer lagi melewati kawasan perkebunan kelapa sawit.
Baca juga: Kotabaru: Antara Mistisisme Saranjana dan Teladan Pariwisata
Dari prasasti tertulis yang sederhana, pengunjung kawasan makam akan memahami bahwa kompleks makam tua itu sebenarnya sarat dengan ikatan sejarah di nusantara. Betapa tidak, nisan tua yang cukup besar dan tinggi itu ternyata adalah makam Pangeran Agung atau Aji Patih dan makam istrinya, Ratu Intan II atau Aji Tukul.
Baik Pangeran Agung maupun Ratu Intan memiliki hubungan genealogis dengan raja-raja di Jawa maupun di Kalimantan dan Nusantara dan telah menjadi persilangan antar kerajaan yang menyebarkan Islam di tanah air.
Di wilayah Kabupaten Kotabaru saat ini dulunya terdapat beberapa kerajaan kecil antara lain Kerajaan Kusan dan Pagatan, Cengal Manunggul dan Bangkalaan, Batulicin, Sebamban, Pasir, Cantung dan Sempanahan serta kerajaan besar seperti Kusan dan Pagatan, serta sebagai Pulau Laut.
Kerajaan-kerajaan tersebut diperkirakan ada sekitar tahun 1786. Dalam buku “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu” yang disusun oleh almarhum Hendri Nindyanto yang juga keturunan Raja Cantung, Aji Pati atau Pangeran Agung adalah anak dari Sultan Sulaiman II Alamsyah atau Adjie Panji yaitu Sultan Pasir yang memerintah antara tahun 1799-1811.
Dalam silsilah jelas tertulis nama “Adji Pati bin Sultan Sulaiman” yang menikah dengan Ratu Intan 2 atau Aji Tukul, putri Aji Jawa yang juga Raja Cantung (1825-1841). Dari sumber lokal lainnya, asal usul Aji Pati Pangeran Agung dapat ditelusuri dari “Ledsilah Para Raja Tanah Bumbu” yang komposisinya tidak diketahui dan berasal dari kumpulan Antung Saini yang merupakan juru kunci makam Pangeran Agung.
Dalam silsilah tertulis, Adji Pati atau Pangeran Agung adalah saudara keempat Raja Pasir, suami dari Ratu Intan II binti Aji Jawa atau Aji Doya.
Jika ditelaah dari sumber ini, kemungkinan besar Adji Pati adalah adik dari Sultan Ibrahim Alamsyah atau Adjie Sembilan bin Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji) yang memerintah Kerajaan Pasir pada tahun 1811-1816. Sedangkan dari tulisan Schwaner yang pernah tinggal selama delapan tahun di Tanah Bumbu antara tahun 1845-1853 disebutkan bahwa Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman dari Pasir yang memerintah Kerajaan Bangkalaan, Manunggul dan Cengal antara tahun 1845-1846. Aji Pati sendiri adalah suami dari Aji Tukul.
Peta dari Google Map
Daerah yang berada di garis merah pada peta adalah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Sejarah Pembukaan Batu Nisan
Dilihat dari batu nisan kedua makam tersebut dan makam makam lainnya, makam Pangeran Agung memiliki keunikan tersendiri. Selain hiasan geometris pada bagian atas dan kepala batu nisan serta bentuk flora, kaligrafi Arab pada batu nisan diduga bercorak Kufi.
Prasasti Arab pada nisan ditempatkan pada delapan panel vertikal. Pada panel pertama terdapat tulisan huruf Arab. Pada panel kedua tidak ada tulisan. Pada panel ketiga terdapat tulisan huruf Arab yang kondisinya sama dengan panel pertama, yaitu terdiri dari 21 baris.
Pada panil keempat dan kelima juga terdapat tulisan dengan huruf Arab yang kondisinya juga sama dengan panil satu. Pada panil keenam sampai kedelapan tidak ada tulisan.
Dari tampilan fisik batu nisan berornamen, berbagai hiasan rumit dengan bentuk struktural batu nisan mengacu pada komposisi simetris segi delapan. Prasasti di batu nisan menggunakan bahasa Arab khas Melayu.
Dari segi bahasa, hampir semua prasasti pada panel simetris segi delapan di batu nisan berbahasa Arab, berupa doa, zikir, dan ayat-ayat Alquran yang menggunakan bahasa Arab.
Begitu juga dengan tata letak prasasti yang umumnya diletakkan di sekitar kuburan (Jejakrekam.com, 29 Mei 2018).
Menurut Mansyur Sammy, staf pengajar Program Studi Sejarah Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, batu nisan sebenarnya bisa dijadikan patokan untuk menelusuri kedalaman sejarah.
Mengingat usia batu nisan yang sudah cukup tua dan kondisinya yang mulai memburuk, prasasti di batu nisan Adji Pati Pangeran Agung tidak memuat tulisan yang memuat riwayat kematian seperti hari, tanggal, bulan, dan tahun kematian. Padahal, tulisan-tulisan tersebut sangat penting karena dari rekaman tersebut diperoleh catatan sejarah yang valid.
Prasasti pada beberapa panel di makam Aji Pati Pangeran Agung umumnya sudah rusak dan tidak bisa dibaca lagi.
Keunikan dan keindahan prasasti pada batu nisan juga dapat dilihat pada teknik penulisannya, yaitu semua prasasti pada batu nisan dibuat dengan teknik ukiran timbul sehingga menghasilkan irama dan dimensi kedalaman. Selain itu, nilai keindahan atau estetika tercermin dari isi makna tulisan yang mengandung unsur tasawuf.
Tulisan itu juga menggambarkan pemikiran yang mencerminkan zaman, selain nilai seni dan keahlian yang tinggi. Melalui prasasti juga diperoleh informasi bahwa sejak dahulu kala agama dan ajaran Islam telah dianut di wilayah Melayu Bangkalaan. Catatan-catatan yang terekam di batu nisan itu juga menjadi bukti sejarah sekaligus bukti kepiawaian dan ketinggian imajinasi serta kreativitas seniman lokal pada masa kerajaan Bangkalan sekitar abad ke-19.
Wisata Religi Andalan Kotabaru
Keberadaan makam Raja Cantung di Banua Lawas, Kecamatan Kelumpang Hulu yang memiliki hubungan erat dengan Pangeran Agung, dan makam Raja Sigam di Pulau Laut menjadi bukti bahwa Kabupaten Kotabaru di Kalimantan Selatan begitu “kaya” dengan artefak sejarah. kebesaran nusantara.
Bupati Kotabaru Sayed Jafar Alaydrus sangat menyadari keberadaan cagar budaya yang tersebar di berbagai daerah dan belum mendapat “sentuhan” dari pemerintah pusat. Dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki daerah, Sayed mengutamakan tempat-tempat bersejarah yang perlu segera diselamatkan.
Meski memiliki potensi sumber daya tambang, Sayed menyadari suatu saat kandungan mineral akan menyusut dan habis di wilayahnya. Masyarakat hanya akan menanggung akibat bencana dan kerusakan alam akibat eksploitasi pertambangan.
Namun, jika wisata berbasis alam, wisata religi, dan wisata budaya dikembangkan, Kotabaru akan mendapat “bonus” berkelanjutan. Diakui, pariwisata saat ini sudah menjadi kebutuhan manusia baik yang melakukan perjalanan maupun masyarakat sekitar destinasi wisata.
Wisatawan perlu dipuaskan keinginannya, sedangkan masyarakat sekitar lokasi berharap mendapatkan implikasi positif berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Fenomena tersebut “ditangkap” oleh Sayed Jafar Alaydrus dengan mengambil langkah konkrit untuk mengoptimalkan percepatan kebudayaan dan pariwisata di Kotabaru dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, memberantas kemiskinan dan pemerataan pembangunan.
Pada bulan-bulan tertentu, kunjungan wisatawan dari daerah lain di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Sumatera yang melakukan ziarah atau event haul ke makam bersejarah ke Kotabaru melonjak seiring dengan pelonggaran pembatasan perjalanan setelah melambatnya laju penyebaran Covid-19. .
Obyek wisata religi yang dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kotabaru tentunya dipilih dan dipilah sesuai dengan kemampuan APBD dengan menerapkan skala prioritas. Selain memiliki kekuatan sebagai penggerak ekonomi secara luas, tentunya revitalisasi objek wisata religi tidak semata-mata terkait dengan peningkatan kunjungan wisatawan tetapi yang lebih penting adalah pengembangan pariwisata yang mampu membangun semangat kebangsaan, apresiasi terhadap kekayaan kekayaan bangsa. budaya seni dan toleransi antar umat beragama.
Berbasis agribisnis dan pariwisata, Kotabaru di bawah kepemimpinan Bupati Sayed Jafar Alaydrus benar-benar menggenjot sektor pariwisata di segala lini. Kemudahan konektivitas transportasi udara baik dari Banjarmasin maupun Makassar menjadikan Kotabaru sebagai alternatif tujuan wisata paling menarik di Kalimantan.
Sepanjang tahun 2023 telah diagendakan 23 kegiatan seni kolosal, kegiatan budaya, olahraga dan festival skala nasional. Tak heran jika kini para kepala daerah dari berbagai daerah kerap melakukan studi banding pengembangan pariwisata di Kotabaru.
Tidak salah jika Kabupaten Kotabaru memiliki semboyan “Sa-Ijaan”. Untuk keindahan alam, untuk keagungan budaya dan kepenuhan nilai-nilai religi dari peninggalan sejarah dan untuk toleransi kehidupan warganya, begitu bulat, satu hati dan satu kata ya.
Dapatkan pembaruan berita terpilih Dan berita terkini setiap hari dari Kompas.com. Yuk gabung di grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link nya lalu gabung. Anda harus menginstal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel Anda.