GEPENG alias gelandangan dan pengemis, merupakan hal yang biasa ditemui di manapun setiap hari, termasuk di kota Banjarmasin.
NAMUN setiap memasuki bulan ramadhan jumlahnya selalu meningkat dan membludak, hal ini terlihat di berbagai daerah di Banjarmasin.
Seperti di kawasan Kayu Tangi, di sepanjang Jalan H Hasan Basry mudah ditemui orang yang terkapar, dari yang hanya duduk sendiri di pinggir jalan, hingga yang mengemis secara berkelompok hingga melibatkan seluruh keluarga.
Pemandangan ini menimbulkan kesan bahwa ketika bulan Ramadhan tiba, para pengemis akan semakin banyak bermunculan. Bahkan di luar bulan Ramadhan, para pengemis ini sudah ada dan tersebar di berbagai sudut penting kota tempat perlintasan mereka, dan bisa berasal dari dalam maupun luar kota Banjarmasin sendiri.
BACA: Semakin Diatur, Fenomena Tahunan Orang-Orang Bertengkar dan Gerobak di Bulan Puasa
Lantas apa yang menyebabkan fenomena menjamurnya gepeng di bulan ramadhan ini?
Nasrullah, Antropolog Universitas Lambung Mangkurat menjelaskan, menurutnya Ramadhan kali ini merupakan bulan suci di mana segala kebaikan dilipatgandakan, salah satunya memberikan bantuan kepada fakir miskin, anak yatim dan lainnya.
“Namun, kondisi ini dimanfaatkan segelintir orang untuk mengemis dengan pakaian seolah-olah orang miskin tidak mampu,” ujarnya. tracerekam.com saat dihubungi, Rabu (5/4/2023).
Dimana ini adalah bagaimana sebuah pilihan bagi segelintir orang apakah akan memanfaatkan bulan ramadhan ini untuk menjadi pengemis atau tidak.
Maka Anda dapat melihat, banyak dari pengemis ini tidak mengemis karena mereka hidup dalam kelaparan dan kekurangan, tetapi karena mereka hanya menginginkan uang. “Kita bisa menguji ini apakah pengemis meminta uang atau menerima sesuatu selain itu. Jika mereka memilih uang, berarti mereka memiliki banyak alternatif untuk menukarkan uang tersebut untuk berbagai keperluan,” katanya.
BACA JUGA: Puluhan Pengemis dan PSK Tertangkap dalam Razia Cipta Kondisi Satpol PP Banjarmasin
Yang bisa diartikan, mungkin mereka memiliki kepentingan atau kebutuhan dalam hal lain yang tidak esensial, seperti untuk memenuhi kebutuhan pangan atau sandang.
“Sebaliknya, jika para pengemis ini mau menerima hadiah dalam bentuk apapun selain uang, baik itu makanan, pakaian dan sebagainya, berarti mereka kekurangan dan sangat membutuhkannya,” terangnya.
Oleh karena itu, jika pemerintah tidak dapat tepat sasaran dalam memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan, maka bukan tidak mungkin hal tersebut dapat menumbuhkan kelompok yang tampak miskin atau terpinggirkan.
Nasrullah melihat maraknya gepeng saat ini, meski sudah sering kena penertiban dan sebagainya, karena lemahnya mental mereka. Semangat mereka untuk bekerja mencari uang sangat rendah, sebagian besar lebih memilih melakukan cara mudah untuk mendapatkan uang, salah satunya dengan mengemis dari pada harus bekerja keras.
BACA LAGI: Menggunakan rekaman CCTV, pemberi uang kepada Gepeng dan Anjal siap didenda Rp. 100.000
“Hal ini diperparah dengan klaimlebih baik daripada mencubit‘ atau ‘Kami meminta dengan tulus, terkadang kami memaksanya’ yang sudah tertanam dalam pola pikir mereka,” ujarnya.
Di sinilah tantangan terbesar dalam memberantas gepeng yang saat ini merajalela di banyak sudut kota. Saat ini tidak cukup hanya dengan memberikan pendampingan atau pelatihan, namun perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengubah pola pikir dan mental para pengemis tersebut.
“Tentu ini membutuhkan peran serta berbagai pihak terutama Satpol PP dan Dinas Sosial yang terlibat langsung dalam masalah gepeng ini,” ujarnya.
“Namun dalam kondisi akut yang tidak bisa tertangani, tentunya perlu ada backup dari berbagai instansi di luar Dinas Sosial dan Satpol PP, agar bisa mengubah pola pikirnya,” pungkasnya.
(rekam jejak)