Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sedang melakukan persiapan untuk melaksanakan latihan militer laut bersama pada bulan September. Latihan ini akan menjadi yang pertama kali diadakan oleh negara-negara ASEAN di dalam blok sendiri. Latihan ini diadakan sebagai respons terhadap peningkatan keagresifan China di kawasan tersebut yang semakin memprihatinkan beberapa negara anggota ASEAN.
Militer Indonesia mengumumkan bahwa negara-negara anggota ASEAN telah mengadakan konferensi perencanaan awal untuk latihan militer tersebut. Latihan ini direncanakan akan dilaksanakan pada 18-25 September di dekat wilayah yang disengketakan di Laut China Selatan. Meski demikian, Kamboja masih ragu untuk ikut serta dalam latihan tersebut. Meskipun demikian, negara tersebut sejauh ini belum secara resmi menolak ikut serta dalam persiapan latihan ini.
China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan berada di dalam area yang dikenal sebagai “sembilan garis putus-putus”, yang merupakan batas klaim laut yang mereka tetapkan. Klaim ini telah memicu ketegangan dengan negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina. Kapal penangkap ikan dan kapal militer China semakin agresif beroperasi di wilayah perairan yang disengketakan.
Awalnya, Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono, mengungkapkan bahwa latihan akan dilaksanakan di wilayah Laut China Selatan yang berganti nama menjadi Laut Natuna Utara oleh Indonesia pada tahun 2017 untuk memperkuat klaim wilayah ini sebagai bagian dari zona ekonomi eksklusif Indonesia. Demikian pula, Filipina juga telah menamai wilayah perairan yang mereka klaim sebagai Laut Filipina Barat.
Namun, dalam pernyataan terbaru, Indonesia sebagai ketua bergilir ASEAN, mengumumkan bahwa latihan tersebut akan direncanakan di perairan Natuna Selatan, di luar klaim “sembilan garis putus-putus” yang dinyatakan oleh China. Kamboja dan Myanmar, yang memiliki hubungan dekat dengan China, menolak ikut serta dalam pertemuan perencanaan latihan ini, seperti yang diinformasikan oleh militer Indonesia.
China sebelumnya menjelaskan kehadirannya di wilayah perairan yang disengketakan sebagai bagian dari klaim “hak penangkapan ikan” yang sudah lama mereka miliki. Kapal-kapal China juga secara teratur melakukan patroli di sekitar pulau Kalimantan dan dekat Beting James, bagian timur Kepulauan Natuna, yang merupakan wilayah teritorial paling selatan China dan juga diklaim oleh Malaysia.
Salah satu insiden yang mendapat sorotan adalah ketika kapal garda pantai China pada 6 Februari mengarahkan laser militer ke kapal patroli Filipina di wilayah perairan yang disengketakan. Aksi tersebut membuat awak kapal Filipina kesulitan melihat dan mendorong pemerintah Filipina untuk meningkatkan patroli di wilayah perairan yang disengketakan tersebut.
Negara-negara ASEAN sebelumnya pernah melakukan latihan angkatan laut bersama dengan negara lain, termasuk Amerika Serikat dan China. Namun, latihan militer yang direncanakan pada bulan September ini akan menjadi yang pertama kali melibatkan negara-negara ASEAN secara eksklusif. Latihan ini dianggap sebagai sinyal khusus kepada China.
Teuku Rezasyah, seorang pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia perlu menjelaskan dengan jelas apa yang direncanakan dalam latihan ini untuk menghindari kesalahpahaman tentang pesan apa yang mungkin ingin disampaikan oleh ASEAN kepada Beijing. Menurutnya, hal tersebut perlu dijelaskan kepada publik agar tidak memberikan kesan bahwa Indonesia melakukan tindakan yang membuat China tidak senang. Aktivitas Angkatan Laut di Laut Natuna akan memberikan kesan bahwa ASEAN meremehkan klaim “sembilan garis putus-putus” yang dinyatakan oleh China.