Amuntai (ANTARA) – Nelayan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, menghadapi kendala pemasaran dan sumber daya manusia dalam mengolah hasil tangkapannya.
“Ikan hasil tangkapan dicegat pengepul saat panen,” kata Kepala Dinas Perikanan HSU Ir Ismarlita di Amuntai, Selasa.
Ismarlita mengatakan pembudidaya perikanan tangkap harus bersinergi dengan pembudidaya perikanan guna memenuhi kontrak pembelian perusahaan. Pasalnya, melimpahnya ikan yang ditangkap di perairan umum hanya bersifat musiman
Dikatakannya, Dinas Perikanan HSU sudah lama berusaha membantu petani memasarkan produk olahan segar melalui unit perikanan tangkap dan budidaya, namun agak sulit berkembang.
Justru untuk produksi ikan pasca panen, pembudidaya di kota Banjarmasin dan Banjarbaru lebih berkembang karena populasinya yang beragam dan banyaknya permintaan.
“Budidaya perikanan tangkap di HSU bersedia mengolah ikan segar untuk meningkatkan nilai tambah, namun mereka meminta kepastian agar hasil olahan ikannya bisa dijual di pasar,” jelas Ismarlita.
Dinas Perikanan sebenarnya bisa memfasilitasi penjualan ke perusahaan, tapi biasanya bersifat kontraktual dan harus berkelanjutan. Pembudidaya perikanan tangkap belum menyepakati keberlanjutan karena panen ikan hanya bersifat musiman
Selama ini, lanjut dia, pembudidaya perikanan tangkap sebagian besar menjual ikan kepada pengepul yang bisa menentukan harga saat panen ikan melimpah. Sedangkan industri rumah tangga dan UKM hanya perlu membeli seperlunya untuk usaha kerupuk ikan, dendeng dan lainnya
“Perlu sinergi dengan petani penggarap untuk memenuhi pesanan dalam jumlah besar,” kata Ismarlita.
Namun untuk budidaya ikan lokal tidak sebesar produksi ikan introduksi yang masih dalam proses pengembangan budidaya ikan lokal.
Potensi ikan olahan segar justru menambah nilai produksi ikan karena Dinas Perikanan sudah melakukan uji coba pada beberapa warga yang sudah memanfaatkannya untuk usaha sendiri.
Padahal, kata Ismarlita, jenis ikan lais laris manis, diburu konsumen dan harganya cukup tinggi.
Ismarlita sangat mengharapkan peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel untuk membantu memperlancar pemasaran hasil perikanan di kabupaten/kota.
Menurutnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel memiliki wilayah kerja yang lebih luas untuk membantu pemasaran pembudidaya ikan. Membangun industri pengolahan ikan dan lain-lain.
“Dulu provinsi ingin membuat tepung ikan lele, tapi kami masih menunggu realisasinya,” kata Ismarlita lagi.
Ismarlita menginformasikan total produksi perikanan tangkap selama tahun 2022 sebanyak 12.323,77 ton. Dari hasil tangkapan tersebut, jumlah ikan Gabus sebanyak 776,40 ton dan Betok sebanyak 961,25 ton.
Jumlah ikan yang ditangkap setiap tahunnya juga tergantung pada musim penangkapan yang sangat dipengaruhi oleh musim/cuaca.
Diinformasikan pada tahun 2020 dan 2021 Dinas Perikanan akan menyerahkan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa empat unit chest freezer berkapasitas 200 kg dan satu unit berkapasitas 300 kg. Tujuannya untuk mengumpulkan dan menyimpan ikan agar tetap segar, sebagai kemudahan pemasaran bagi nelayan dan pengepul.
“Kapasitas 200 kg untuk nelayan pengumpul/pemasaran di Kecamatan Danau Panggang dan kapasitas 300 kg untuk pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di Kecamatan Sungai Pandan,” ujarnya.
Ismarlita belum mengetahui apakah bantuan lemari es akan diberikan pada 2023 karena tahun lalu (2022) HSU tidak menerima bantuan chest freezer untuk pembudidaya ikan.
Salah satu petani ikan di Desa Pulau Tambak, Kecamatan Amuntai Selatan, Asmuni, mengaku panen Ikan Haruan (Ular) sekitar tiga pikul (182,4 kg) per panen yang dijual ke pengepul.
“Panennya tidak banyak karena bibitnya kurang. Saya juga ingin bisa mengolah ikan agar keuntungannya bisa lebih besar, tapi saya tidak tahu bagaimana mengolah dan memasarkannya,” kata Asmuni yang juga anggota Kelompok Usaha Bersama Perikanan.
Dia jual ke kolektor karena butuh dana cepat. memasarkan produk olahan ikan segar membutuhkan waktu lebih lama, apalagi di desanya belum ada usaha pengolahan ikan.
Asmuni mendapatkan Benih Ikan Gabus secara alami dari perairan umum yang kemudian dibudidayakan di pembibitan sesuai anjuran Dinas Perikanan. Melalui sistem jaring di sungai rawa di samping rumahnya, Asmuni menggantungkan mata pencahariannya sebagai petani Ikam untuk menghidupi istri dan anaknya.