Bukan khayalan atau cerita rekaan jika Kalimantan Selatan dijuluki “negeri di atas air”. Pasalnya, di kawasan yang juga dikenal sebagai “Provinsi Seribu Sungai” ini, konon pemukiman penduduknya bermula di sungai sebelum berpindah ke daratan. Sebanyak 170 sungai mengalir di kawasan ini.
Berdasarkan kondisi geografis tersebut, terdapat sebuah kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu Kecamatan Paminggir yang merupakan habitat kerbau rawa endemik Asia Tenggara. Sejauh mata memandang, hamparan rawa yang menjadi tempat berkembang biak kerbau endemik ini.
Kawasan endemik kerbau rawa itu kini dihidupkan kembali dan dikembangkan menjadi destinasi wisata. Media Trip Bararawa-Sapala bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, pada 15-16 Maret 2023, mencoba menjelajahi kawasan tersebut.
Perjalanan dimulai dari Bandara Syamsudin Noor Kota Banjarbaru menuju Pelabuhan Danau Panggang di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang berjarak 160 kilometer.
Sesampainya di pelabuhan ini, wisatawan harus menggunakan perahu motor atau speed boat untuk menuju objek wisata rawa kerbau. Tarif moda transportasi air ini memiliki beragam pilihan. Untuk perahu motor berkapasitas 15 orang, harganya Rp 1,5 juta (pulang pergi). Kapasitas kargo besar.
Namun jika wisatawan yang datang sendiri bisa menggunakan taksi air dengan tarif Rp 30.000 untuk sekali perjalanan. Sedangkan speed boat berkapasitas 13 orang dibanderol Rp 1,8 juta (pulang pergi).
Setelah menaiki angkutan ini, sepanjang perjalanan selama 1,5 jam, wisatawan disuguhi panorama berbagai bunga liar berwarna-warni yang tumbuh di atas air menuju desa tujuan sebelum menuju penginapan.
Penginapan yang merupakan rumah warga dibanderol dengan tarif beragam. Misalnya rombongan dikenakan Rp 1,5 juta dan mendapat 3-4 kali makan per hari. Sedangkan tarif penginapan perorangan ditetapkan Rp 50.000 per hari, belum termasuk makan. Di sekitar penginapan terdapat warung yang menjajakan berbagai makanan khas daerah.
Ongkos transportasi menuju Desa Sapala terbilang cukup murah untuk bisa menikmati panorama ekosistem rawa dan budaya masyarakatnya. Harga sewa perahu motor berkapasitas 20 orang hanya Rp 600/hari, sedangkan perahu motor berkapasitas 3-5 orang dikenakan biaya Rp 200/hari.
Usai beristirahat di desa atas air ini, wisatawan diajak anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) menjelajahi rawa sekaligus melihat langsung kearifan lokal masyarakat setempat dalam beternak atau beternak kerbau rawa.
Sepanjang jalan wisatawan dapat melihat aktivitas masyarakat setempat yang hidup di ekosistem rawa, seperti perahu hilir mudik membawa ikan, kapal pengangkut sembako atau lainnya. Selain itu, ada juga kapal pengangkut besi tua atau scrap, pencari ikan, warung apung hingga kapal yang digunakan untuk transaksi pengisian bahan bakar minyak terapung.
Jika beruntung, Anda akan melihat satwa endemik rawa seperti burung dan bekantan, sehingga menambah cerita perjalanan wisatawan selama berkunjung ke “negeri di atas air” ini.
Sesampainya di lokasi lingkaran kerbau (corral), wisatawan akan disuguhi pemandangan “laut” atau danau rawa yang oleh penduduk setempat disebut lautan tak berujung. Di tempat ini Anda bisa melihat kumpulan kerbau rawa yang jumlahnya mencapai ribuan.
Hewan ini dilepasliarkan di rawa. Sepanjang hari kerbau rawa menghabiskan waktunya di air untuk mencari rumput. Tidak hanya melihat, wisatawan juga diperbolehkan untuk berinteraksi langsung dengan kerbau rawa ini, seperti menaiki punggung kerbau rawa yang sekilas terlihat seperti kuda nil ini jika punya nyali.
Bedanya di pegunungan, di laut, atau di kompleks perumahan, bagi “anak-anak senja”, matahari bumi yang terbenam menjelang terbenam di antara kerbau rawa sangat mengesankan. Penikmat sunset, kerbau rawa dan penggembalanya yang menaiki perahu motor di sampingnya, menjadi sebuah keindahan alam yang begitu sempurna.
“Rekaman” matahari terbenam ini akan terus berubah dalam tampilan jalan pulang. Suara mesin kapal dan suara gemerincing menjadi musik pengiring perjalanan.
Menyebar.
Kerbau rawa endemik Asia Tenggara ini menyebar ke Thailand, Cina, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia kerbau rawa hanya terdapat di pulau Kalimantan dan Sumatera yang memiliki ekosistem rawa gambut sebagai habitat aslinya. Di Kalimantan paling banyak berada di Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Paminggir.
Menurut data Badan Pusat Statistik (2022) terdapat sekitar 9.000 ekor kerbau rawa. Populasi ini dipertahankan dari generasi ke generasi. Warga Desa Sapala mengatakan, kerbau sudah ada sejak kerajaan kuno.
Tak hanya soal wisata, keberadaan kerbau rawa ini juga mengandung ideologi leluhur untuk ketahanan ekonomi yang mampu menopang kelangsungan hidup anak cucu kita.
Misalnya, sebagian besar masyarakat di Desa Sapala, Kecamatan Paminggir mampu memelihara populasi kerbau rawa yang diperkirakan berjumlah hampir dua ribu ekor. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 kerbau rawa milik keluarga Firdaus (30), yang diwariskan secara turun-temurun.
Pekerjaan beternak kerbau rawa sudah dilakukannya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Hampir setiap hari dia dibawa oleh ayahnya ke lingkaran untuk menggembala di “rawa laut”. Rutinitasnya dari pagi setelah sholat subuh, membuka kandang – menjelang magrib, memasukkan hewan peliharaan.
Begitu pula dengan Radiani (19), anak terakhir dari empat bersaudara. Sejak usia enam tahun ia sudah dikenalkan dengan kehidupan masyarakat setempat yang sebenarnya di sana.
Saat ini, ada 20 ekor kerbau rawa milik keluarga Radiani. Dalam waktu dekat ia akan belajar di Pesantren Darusallam Martapura Kabupaten Banjar untuk memperdalam ilmu agamanya. Biaya belajar di pesantren di “Serambi Kota Mekkah” itu didapat dari hasil penjualan kerbau rawa.
Alasan masyarakat meneruskan budaya yang diwariskan nenek moyang untuk beternak kerbau rawa adalah karena merupakan investasi yang menjanjikan.
Sejak puluhan tahun yang lalu, dengan beternak dan menjual kerbau rawa bila diperlukan, masyarakat setempat dapat berziarah ke Tanah Suci Makkah, menempuh pendidikan, dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya, sehingga beternak kerbau rawa menjadi simbol status sosial seseorang. masyarakat.
Harga setiap kerbau rawa bervariasi. Kerbau rawa yang berumur tiga tahun dijual dengan harga Rp 17 juta-Rp 18 juta per ekor, tergantung berat dagingnya. Sementara untuk induk kerbau harganya Rp 25 juta per ekor.
Ancaman
Sejak dua tahun terakhir, banyak kerbau rawa yang sakit hingga meninggal. Fenomena ini berbarengan dengan kegiatan pengeboran sumur minyak perseroan. “Kami belum bisa membuktikan apakah penyebabnya dari pengeboran minyak,” kata Kepala Desa Sapala Junaidi.
Rahmatullah, penyuluh Dinas Pertanian Kabupaten Hulu Sungai Utara yang ditugaskan di Desa Sapala mengatakan, kejadian tersebut bukan disebabkan oleh penyakit mulut dan kuku (PMK). Namun, penyebab sakit dan matinya ribuan kerbau rawa di Kecamatan Paminggir diduga penyakit cacing jantung yang dipicu oleh buruknya kualitas makanan dan minuman di alam.
Untuk meminimalisir risiko ancaman penurunan populasi kerbau rawa di kawasan ini, pihaknya bersama pemerintah dan masyarakat desa setempat mencari cara agar kejadian naas ini tidak terulang kembali. “Kendalanya juga tidak ada dokter hewan di sini,” kata penyuluh.
Jika kejadian seperti ini terus berlanjut, maka akan sangat mengancam sumber ekonomi dan budaya masyarakat beternak kerbau rawa, warisan leluhur di masa depan.
Sekitar 98 persen populasi kerbau rawa di kabupaten ini berada di tujuh desa di Kecamatan Paminggir, dengan total 8.937 ekor (BPS 2022). Sedangkan ketujuh desa tersebut adalah Paminggir (5,23 km persegi), Paminggir Seberang (14,23 km persegi), Ambahai (23,59 km persegi), Sapala (23,60 km persegi), Bararawa (23,39 km persegi), Pal Batu (28,63 km persegi), dan Tampakang (40,46 km persegi).