Oleh MABRUROH, ZAHROTUL OKTAVIANI
Puasa tahun ini menjadi istimewa bagi Puguh Apria Rantau. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, Puguh beruntung bisa berkesempatan pergi ke Tanah Suci pada Ramadhan ini. Puguh akhirnya bisa mengambil kesempatan itu setelah pandemi Covid-19 sempat memaksanya untuk menunda niatnya ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Tanah Haram yang menjadi tempat pelaksanaan ibadah haji dan umrah merupakan impian setiap Muslim untuk bisa pergi ke sana. Saat kesempatan itu datang, Puguh tidak ingin melewatkannya. Bersama istri, mereka berangkat dari Bekasi menuju Bandara Soekarno-Hatta dan tiba di Jeddah pada Sabtu (18/3/2023).
Sebagai seorang pengajar di sebuah sekolah di Bekasi, ia tidak pernah membayangkan akhirnya dapat menginjakkan kedua kakinya di kota suci Makkah bersama belahan jiwanya. Puji dan syukur tak henti-hentinya dia panjatkan kepada Allah yang telah mengizinkannya bertamu ke rumah-Nya.
Guru aparatur sipil negara (ASN) yang mengajar di SMP 47 Kota Bekasi itu mengaku memiliki alasan tersendiri memilih bulan Ramadhan sebagai tanggal keberangkatan. Menurut dia, ada kenikmatan tiada tara ketika menjalankan ibadah puasa di Tanah Suci.
“Saat Tarawih di sana, rasanya nikmat sekali. Meskipun shalatnya tidak buru-buru seperti di Indonesia, anehnya tidak terasa lama, nikmat sekali. Mungkin karena bacaan imamnya yang enak didengar dan penuh penghayatan, jadi kita bertambah khusyuk beribadah di sana,” cerita pria lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Saat Tarawih di sana, rasanya nikmat sekali, meskipun shalatnya tidak buru-buru seperti di Indonesia, anehnya tidak terasa lama, nikmat sekali.
Hal yang menarik lainnya, masyarakat di Arab Saudi seolah berlomba-lomba untuk berbagi kebaikan. Saat menjelang waktu berbuka puasa, kata Puguh, banyak penduduk yang menawarkan takjil atau makanan berbuka puasa, seperti kurma, yoghurt, roti, teh, atau kopi. “Ternyata orang-orang di sana sangat-sangat baik, ada yang dibagi makanan, roti, kopi, kurma, dan segala macam. Di sana mereka berlomba-lomba untuk berbagi kebaikan,” ujar Puguh.
Selain itu, lanjut Puguh, keinginan untuk beribadah umrah pada bulan Ramadhan pun karena ingin mendapatkan pahala layaknya mereka yang beribadah haji. Sebagaimana hadis Nabi SAW berbunyi: “Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji” (HR Muslim) dan “Sesungguhnya umrah pada bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku” (HR Bukhari).
Istri Puguh, Aisya Karima, menceritakan perjalanannya dari Indonesia menuju Makkah. Sesampainya di Jeddah, ia dan rombongan segera menuju Madinah menggunakan bus yang telah disediakan oleh agen travel dan menempuh enam jam perjalanan.
Selama di Madinah, Aisya menghabiskan waktu untuk beribadah dan membaca Alquran. Ia tidak ingin terlewat melakukan shalat di Masjid Nabawi meskipun jaraknya dengan hotel tempatnya menginap cukup jauh. Aisya justru mengaku kasihan dengan jamaah yang sudah lanjut usia (lansia) yang mungkin sangat ingin juga melakukan shalat wajib di Masjid Nabawi, tapi fisiknya sudah tidak mumpuni.
Terlebih, Aisya menyaksikan betapa ramah penduduk Madinah. Warga setempat tak sungkan untuk membantu dan berbagi dengan para jamaah. Mereka kerap menawarkan makanan dan minuman. Tak hanya itu, banyak dari mereka yang juga bisa berbahasa Indonesia. Aisya sungguh merindukan kehangatan itu.
Setelah tiga hari di Madinah, barulah dia dan suami beserta rombongan menuju Makkah dengan menggunakan kereta Haramain. Jika menggunakan bus, jarak tempuh ke Makkah bisa memakan waktu enam jam perjalanan. Dengan kereta Haramain, waktu tempuh dapat dipangkas menjadi 1,5 jam. “Karena kami akan langsung melakukan umrah sesampainya di Makkah, jadi jamaah laki-laki sudah menggunakan pakaian ihram dan yang perempuan dilarang memakai cadar, wewangian, dan lainnya,” kata Aisya.
Bila perjalanan menuju Makkah menggunakan bus maka niat umrah dilakukan di Masjid Bir Ali. Namun, karena menggunakan kereta, niat cukup dilakukan di dalam kereta. “Kita ambil niat umrah, jadi pas di kereta ada petugas yang ngasih tahu pakai bahasa Arab, ‘Di sini niat umrah,’ terus kita niat umrah,” kata Aisya.
Sesampainya di Makkah, pasangan muda itu bergegas ke Masjidil Haram. Di sana, jamaah tengah melaksanakan shalat Tarawih. Malam pertama Ramadhan tidak begitu ramai di Masjidil Haram. Mereka pun menunaikan ritual ibadah umrah, yakni tawaf dan sai dengan berlari kecil di antara Safa dan Marwah hingga tujuh kali bolak-balik. “Kalau dihitung, sampai 9 kilometer. Nah, itu menurut aku paling berat sai,” ujar Aisya.
Karena itu, Aisya menyarankan agar calon jamaah yang hendak melaksanakan haji dan umrah sebaiknya melakukan persiapan fisik, seperti berlatih dengan treadmil atau berjalan kaki di sekitar rumah. Dia mengungkapkan, ibadah umrah bagaimanapun membutuhkan kekuatan fisik dan stamina yang baik.
“Minum vitamin karena cuaca di Madinah itu dinginnya nusuk ke hidung, jadi kalau tidak kuat bisa mimisan,” ungkapnya. “Dan kalau bisa, umrah jangan nunggu tua, harus masih muda karena tubuh kita masih fit,” ujar dia.
Puncak umrah
Jumlah jamaah umrah mencapai puncaknya pada Ramadhan tahun ini. Pada awal Ramadhan ini, pihak Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah menerima hampir 7,4 juta jamaah umrah. “Arab Saudi menerima hampir 7,4 juta jamaah umrah dalam delapan hari pertama Ramadhan,” kata Direktur Jenderal Statistik Masjidil Haram di Makkah, Issa Al-Hudhali, dikutip dari Argaam, senin (3/4/2023).
Pihak berwenang dan badan amal di Arab Saudi sebelumnya telah mengumumkan berbagai program dan inisiatif dalam rangka melayani dan menyambut jamaah umrah yang datang selama Ramadhan. Petugas dan relawan akan disiapkan untuk membimbing para peziarah.
Presidensi Umum Urusan Dua Masjid Suci meluncurkan inisiatif yang disebut ‘Ask Me’ pada Kamis (30/3/2023) lalu. Layanan itu disiapkan untuk memandu jamaah dan memberi tahu mereka tentang zona yang ditujukan untuk beribadah. Program Ramadhan di perpustakaan Masjidil Haram juga telah diluncurkan. Di dalamnya mencakup pertemuan dan seminar ilmiah dan budaya.
Pada pekan lalu, Masjidil Haram meluncurkan skema penyambutan baru yang dijalankan oleh urusan media dan agen pameran wanita ditujukan untuk jamaah umrah yang tiba dari luar negeri. Jamaah akan disambut oleh petugas di stasiun kereta Haramain dan bandara di Jeddah. “Jamaah disambut di stasiun kereta yang telah ditetapkan dan dibagikan hadiah untuk membantu mereka melakukan ibadah dengan mudah,” kata salah satu anggota tim, Nada Al Malki.
Jamaah disambut di stasiun kereta yang telah ditetapkan dan dibagikan hadiah untuk membantu mereka melakukan ibadah dengan mudah.
Sebuah badan amal buka puasa di Jeddah, Live to Give, juga meluncurkan kegiatan untuk Ramadhan tahun ini. Ketua tim, Hashem, menyiapkan diri untuk memandu dan mendukung para relawan yang mendistribusikan buka puasa. “Saya berkomunikasi secara teratur dengan setiap relawan untuk memastikan mereka memahami tanggung jawabnya dan memiliki sumber daya yang mereka butuhkan,” ujar dia.
Ia berupaya membentuk tim yang positif dan mendorong kolaborasi maupun kerja tim. Hal itu akan memberi dorongan dan membantu dalam mendistribusikan makanan secara efisien. Pria dan wanita muda Arab Saudi terlihat membagikan makanan berbuka puasa kepada para peziarah di Bandara Internasional King Abdulaziz dan stasiun kereta api. Makanan itu diberikan kepada mereka yang bepergian ke Makkah atau Madinah dari Jeddah.