Jakarta –
Pemerintah sudah menentukan nilai biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahuhn ini sebesar Rp 90 juta. Sementara untuk biaya haji yang ditanggung jemaah sebesar Rp 49 juta.
Pertanyaannya sisanya siapa yang akan menanggung?
Anggota Badan Pelaksana BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) Harry Alexander menjelaskan nilai BPIH untuk tahun ini sebesar Rp 90.050.637,26.
Komposisinya terdiri dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji yang ditanggung jemaah sebesar Rp49.812.700,26 atau sebesar 55,3%. Nah sisanya sebesar Rp 40.237.937 atau sebesar 44,7% berasal dari penggunaan nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji.
Pengelolaan dana haji sendiri dilakukan oleh BPKH. Terkait hal itulah yang dilakukan BPKH untuk melakukan sosialisasi.
“Sosialisasi ini untuk memberikan awareness, pengetahuan, dan literasi bagaimana proses penentuan BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji), dan bagaimana kita berusaha mendorong pengeluaran keuangan haji yang berkelanjutan dan berkeadilan, tidak hanya memikirkan saat ini, tapi juga masa mendatang,” ujarnya, Jumat (10/3/2023).
Sosialisasi ini penting dilakukan, mengingat minat dari masyarakat untuk beribadah haji setiap tahunnya cukup tinggi. Di Jawa Timur misalnya antrean haji sudah mencapai 35 tahun.
“Antrean untuk jawa timur cukup panjang, yakni 35 tahun. Ada beberapa pendekatan yang dilakukan Kemenag, yang pertama menata kuota secara merata maupun berkeadilan, sebab terjadi kesenjangan yang cukup tinggi terkait kuota haji di Indonesia, contoh di Sulawesi Selatan masa tunggu 48-49, di Papua 10 tahun,” kata Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kanwil Kemenag Jatim, Abdul Haris.
Namun dia menegaskan pihaknya bakal melakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut.
“Kedua, ada amanat UU no 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh, yang menyebut 1.000 penduduk muslim ada 1 kuota haji. Lalu pendekatan dengan masa tunggu atau jumlah pendaftar di Indonesia, yang mana ada 5.118.000 jemaah, dan di Jawa Timur ada 1.116.000 pendaftar haji,” kata Haris.
(das/das)