MB dan keluarga saat didatangi Petugas Kantor Imigrasi dan Kesbangpol Kabupaten Tapin, sebelum dideportasi, Rabu (7/12/22)(foto:ist) |
RANTAU – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banjarmasin mendeportasi MB (36) warga negara asing (WNA) dari Bangladesh pada Rabu (7/12/22) karena overstay atau tinggal secara ilegal selama delapan tahun di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Diketahui MB sudah bermukim di Tapin sejak 2014 setelah menikah dengan wanita bernama Nurmila dan memiliki anak warga Desa Pulau Pinang, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, saat masih bekerja sebagai TKA di Kuwait.
Nurmila menceritakan saat pertama kali memutuskan menikah dengan MB bule asal Bangladesh, setelah dijodohkan oleh keluarga mantan suami pertamanya. Setelah suami pertamanya meninggal karena serangan jantung.
“Mantan suami saya adalah saudara kandung MB yang dideportasi,” ujarnya, Minggu 11 Desember 2022.
Diakuinya, dari pernikahan dengan suami pertama yang meninggal dunia dan juga kakak MB, ia memiliki seorang anak perempuan, sedangkan dari pernikahannya dengan suaminya yang kini dideportasi ke negara asalnya, juga memiliki seorang anak perempuan.
“Setelah tiga tahun suami pertama saya meninggal (kakak laki-laki MB), kami perjodohan dengan saudara perempuannya (MB) dan kemudian menikah dan memiliki anak. Pada tahun 2014, saya dan keluarga kembali ke Indonesia bersama suami kami. Dan sejak itu dia juga pernah tinggal di sini,” jelasnya.
Dulu, kata Nurmila, kami tinggal bersama di Kuwait saat menjadi TKA. Kemudian saya juga tinggal di negara suami saya (Bangladesh) selama beberapa tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk tinggal disini (Tapin).
“Karena tanpa izin, dari awal tinggal di sini susah cari kerja. Sehingga kesulitan ekonomi menjadi alasan suami saya (MB) tidak bisa mengurus izin tinggal,” terangnya.
Ia mengatakan, setelah MB dideportasi, kini Nurmila harus bekerja keras menghidupi kedua putrinya. Namun, ia tetap berharap suaminya bisa segera kembali ke Indonesia agar bisa berkumpul dengan keluarganya seperti dulu.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Politik dan Kesatuan Bangsa (Kaban Kesbangpol) sekaligus Tim Pora Kabupaten Tapin, Aulia Ulfah SE.MM mengatakan, secara naluriah dirinya merasa kasihan terhadap istri dan anaknya atau keluarga MB yang terpaksa dipaksa. terpisah.
Namun, kata Aulia Ulfah, setiap aturan yang berlaku harus kita patuhi. Karena di negara manapun pasti ada aturan mengenai keberadaan warga negara asing di negara tersebut.
Menurut Kaban Kesbangpol Tapin, kasus MB ini menjadi tantangan bagi pihaknya untuk dijadikan bahan koreksi dan evaluasi ke depan dengan instansi terkait lainnya.
“Apalagi menjelang tahun politik (pemilu dan pilkada), maka kita semua harus benar-benar ketat mengawasi keberadaan orang asing di daerah kita. Karena ada kekhawatiran orang asing sengaja datang untuk merusak stabilitas politik dan nasional,” dia berkata. ron)