Oleh: Ika Rahmawati, Wartawan yang Tinggal di Tabalong
Pada tahun 2024 bangsa Indonesia akan menyelenggarakan pemilu serentak yang diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia, terutama yang sudah berhak memilih atau yang sudah masuk Daftar Pemilih Tetap atau DPT.
Meski pilkada masih jauh, berbagai lembaga survei telah merilis nama-nama calon yang dinilai berpotensi menjadi calon presiden 2024.
Setiap ada peristiwa besar seperti pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah atau pemilihan legislatif, pada umumnya masyarakat mengharapkan munculnya pemimpin-pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada pemilu serentak 2024 akan banyak generasi Milenial dan Generasi Z yang akan ikut serta, generasi yang baru pertama kali mengikuti pemilu, dimana kedua generasi ini cerdas dan kritis terutama terhadap pemimpin yang akan mereka pilih.
Pola pikir seperti inilah yang sangat diharapkan oleh penyelenggara pemilu 2024. Dengan sikap kritis mereka diharapkan mampu memilah dan memilih apa yang menurut mereka sesuai dengan keinginan mereka, sehingga politik uang dan pemberian hadiah atau barang dapat dilakukan. tidak bekerja melawan mereka.
Sikap seperti inilah yang menjadi harapan setiap penyelenggaraan pemilu dan mengurangi beban penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu).
Hasil survei tim Riset dan Analisis Media Kompas Gramedia bersama Litbang Kompas menunjukkan antusiasme yang tinggi di kalangan milenial (lahir 1981-1996) dan generasi Z (lahir 1997-2012) untuk mengikuti pemilu 2024.
Sebanyak 86,7 persen menyatakan bersedia mengikuti pemilu. Sementara 10,7 persen masih mempertimbangkannya dan 2,6 persen menolak mengikuti ajang pemilu.
KPU mencatat, pada Pemilu 2019, terdapat 42.843.792 pemilih berusia 21-30 tahun, dan 43.407.156 pemilih berusia 31-40 tahun. Jika jumlah ini ditambah pemilih usia 17-20 tahun, maka persentase pemilih muda yang terdiri dari generasi milenial (lahir 1981-1999) dan generasi Z (lahir 1997-2012) mencapai 50% (Sulindo Koran, 28/10/ 2021).
Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) Andy Fefta Wijaya mengatakan, kunci pemilu 2024 adalah merebut suara generasi muda, dimana gabungan suara generasi milenial dan generasi Z diprediksi mencapai 70% dari total pemilih pada tahun 2024.
Dari survei tersebut, parpol tidak akan tinggal diam, mereka akan berusaha merebut suara Milenial dan Z.
Dimana keberadaan generasi Milenial dan Z tidak bisa diremehkan, inilah gudangnya sumber suara atau pemilih nantinya.
Generasi Milenial dan Generasi Z memiliki jumlah populasi yang signifikan dan sangat berpengetahuan tentang interaksi digitalisasi, sehingga penting untuk mengenali dan melibatkan diri sejak dini dalam pendidikan politik.
Agar diberikan pemahaman dan pendidikan yang baik tentang demokrasi sedini mungkin, sehingga muncul sikap peduli terhadap pelaksanaan pemilu 2024.
Selain itu, Generasi Milenial dan Generasi Z memiliki pengaruh tersendiri dalam pemilu, selain jumlahnya yang cukup banyak, Generasi Milenial dan Z juga hidup di era informasi yang semuanya menggunakan internet atau media online.
Oleh karena itu, generasi ini tidak boleh apatis terhadap dunia politik. Mereka harus menjadi generasi yang ingin berpolitik. Artinya generasi Milenial dan Z tidak harus masuk ke dunia politik praktis. Yang terpenting dalam demokrasi saat ini, generasi milenial dan Z harus peduli dengan dunia politik. Untuk menghasilkan generasi Milenial dan Z yang melek politik memang tidak semudah yang kita bayangkan, diperlukan literasi politik yang baik dan benar.
Pendidikan atau literasi politik memiliki muatan politik, termasuk loyalitas dan perasaan politik, serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap isu politik dan sikap politik Menurut Muchamad Yuliyanto (2018), literasi politik adalah kegiatan penyebaran informasi disertai dengan pembahasan berbagai persoalan yang berkaitan dengan politik untuk menciptakan individu yang melek politik sehingga menjadi warga negara yang cerdas karena kritis, dewasa, dan konstruktif dalam memandang politik dan kekuasaan.
Lebih lanjut, Yuliyanto menegaskan ada tiga target literasi politik. Pertama, menyasar aspek pengetahuan, yakni mengubah dan meningkatkan ranah pengetahuan dan wawasan individu tentang politik dalam berbagai dinamikanya.
Kedua, semakin banyak upaya mengubah sikap terhadap berbagai fenomena politik di negeri ini. Ketiga, kemauan individu untuk mengubah perilaku bahkan bertindak dalam rangka memperbaiki keadaan melalui partisipasi kritis dan konstruktif dalam proses pengambilan keputusan sejak mengikuti pemilu hingga mengawal visi dan misi politisi terpilih. Untuk menumbuhkan partisipasi generasi milenial, maka implementasi pendidikan politik yang baik dan benar mutlak diperlukan.
Pemerintah, partai politik (parpol), dan lembaga sosial merupakan elemen penting yang harus berupaya untuk memberikan literasi politik bagi generasi muda.
Semoga di Pilkada serentak 2024, Generasi Milenial dan Generasi Z mampu memberikan kontribusi yang baik dan melahirkan budaya politik yang beradab, beretika dan berintegritas tinggi dengan semangat nasionalisme. Semoga.