Jaksa Penuntut Umum (JPU) Moch Fadly Arby ‘menolak’ (reject/rejected) seluruh materi pembelaan terdakwa Muhammad Anshor dalam perkara Gedung Samsat HSU yang diajukan tim pembelanya.
Demikian dalam persidangan Senin (22/5/2023), dimana pembelaan sekaligus oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Jamser Simanjuntak itu merupakan replika atau jawaban dari Jaksa Penuntut Umum.
“Ya terkait sidang replika JPU, JPU menolak semua materi pembelaan dari penasehat hukum terdakwa dan pembelaan terdakwa yang disampaikan secara tertutup,” kata Moch Fadly Arby yang juga Kepala Satuan Reserse Khusus Korut. Kejaksaan Khusus Hulu Sungai (HSU), Selasa (23/5/2023) saat dimintai penjelasan.
“Yang kedua mengatakan menerima semua materi surat kejaksaan yang mendaftarkan perkara nomor Psus.-06/HSU/Ft.12/1/2022 yang kami baca pada Rabu (10/5),” ujarnya lagi.
Sebelumnya, kuasa hukum terdakwa, Muhammad Anshor, Sabri Noor Herman, sempat kaget karena klien yang tidak terlibat langsung dalam pembelian tanah Kantor Samsat Amuntai harus membayar ganti rugi ratusan juta.
Sedangkan dalam hal pembelian tanah untuk kantor dilakukan langsung oleh pihak pembeli dalam hal ini Kantor Samsat Amuntai dan pemilik tanah, tanpa melibatkan klien secara langsung sebagai penilai atau penilai.
“Bahkan ketika tim penilai mengajukan harga, ternyata kantor Samsat membelinya lebih mahal, klien kami mengusulkan Rp 480.000/m2.
Sedangkan pihak Samsat membeli dengan pemilik tanah Rp 491.000/m2, tanpa melibatkan klien kami secara langsung,” ujar Sabri.
Atas dasar itu, dia meminta majelis hakim yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak membebaskan kliennya dari segala tuntutan.
Seperti diketahui, terdakwa diduga melakukan tindak pidana korupsi yang pada sidang sebelumnya dituntut 5 tahun 6 bulan.
Selain itu, ia membayar denda sebesar Rp. 200 juta subsider enam bulan kurungan.
Sementara itu, terdakwa juga dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp465.120.000 setelah dikurangi Rp100 juta dari uang yang disita.
Jika tidak mampu membayar, kurungan ditambah selama tiga tahun. JPU berpendapat bahwa terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999.
Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 1 KUHP.