MOJOK.CO – Demi memperkaya diri, Haji N di desa saya menenggelamkan dirinya ke praktik pesugihan. Setelah itu, sebuah petaka terjadi di Rembang.
Sekitar tahun 1990-an, di desa saya di Rembang, Jawa Tengah, kelahiran seolah menjadi pertanda buruk bagi setiap perempuan dan keluarga besarnya. Setiap satu kelahiran, artinya akan ada satu nyawa yang melayang menjadi tumbal pesugihan.
Cerita ini saya dapat dari kerabat saya ketika awal 2023 lalu dia membuat gempar satu RT karena mengaku nyaris dimangsa gerandong pesugihan Haji N.
Haji N, yang baru saja pindah rumah di salah satu tanah kosong di ujung desa saya di Rembang mengundang beberapa kenalan untuk syukuran di rumah barunya tersebut, tak terkecuali kerabat saya. Sepulang dari syukuran, kerabat saya yang tergiur dengan nasi berkatan dari Haji N langsung menyantapnya tanpa berpikir macam-macam.
Lagi pula, pikirnya, cerita soal “kekejian” Haji N adalah cerita yang tertinggal puluhan tahun lampu. Dia tak mau menyimpan syak wasangka pada sosok haji yang kini menginjak usia 70-an tahun itu.
“Barangkali sudah tobat,” pikirnya.
Namun, malam itu juga, usai makan nasi berkatan dari Haji N, kerabat saya didatangi oleh sosok hitam berbadan besar dengan taring dan kuku panjang. Sosok hitam itu nyaris menerkam kerabat saya. Beruntungnya, dia tertolong oleh rajah dalam tasbih yang sering dibawa ke mana-mana.
Ketika menceritakan kejadian itu pada tetangga dan kerabat-kerabat yang lain, baru dia tahu bahwa kuat dugaan Haji N masih melakukan praktik pesugihan. Makanya, para tamu undangan di acara syukuran Haji N tak satu pun yang memakan nasi berkatnya. Semua dibuang. Puluhan tahun berlalu dan ternyata Haji N masih mencari korban.
Saat Haji N mendadak kaya
Di desa saya di Rembang, pada 1990-an, Haji N dikenal sebagai seorang pedagang dan petani biasa. Tidak terlalu miskin, tapi masih jauh dari kata kaya.
Sampai suatu ketika, tanpa banyak disadari oleh orang-orang di sekitarnya, Haji N mendadak menjadi sosok tajir dan disegani. Setu demi satu, dalam tempo yang relatif singkat, dia mulai bisa membangun rumah yang megah, membeli mobil, hingga berangkat ke tanah suci.
Awalnya tentu tak banyak yang menaruh rasa curiga. Banyak warga desa yang mengira bahwa yang dicapai oleh Haji N adalah hasil dari jerih payah sendiri. Apalagi memang saat itu Haji N terlihat sangat serius untuk memperbesar tokonya. Dia bahkan merekrut salah seorang pemuda desa untuk menjadi pekerja. Hingga akhirnya, kejanggalan-kejanggalan mengiringi sosok Haji N. Gosip soal tumbal pesugihan mulai muncul.
Kematian massal ibu-ibu setelah melahirkan
Sebelum kecurigaan tentang praktik pesugihan Haji N di desa saya di Rembang merebak, gelagat aneh seperti sudah ditunjukkan oleh Haji N dan istrinya. Istri Haji N tiba-tiba menjadi sangat rajin menjenguk ibu-ibu yang baru saja melahirkan. Padahal, banyak di antara ibu-ibu itu tidak memiliki hubungan darah langsung dengan keluarga Haji N. Tetangga juga tidak.
Tak lama setelah kunjungan yang pertama, tersiar kabar bahwa ibu yang baru saja melahirkan itu meninggal secara misterius. Pihak keluarga mengaku bahwa setelah melahirkan si ibu tersebut dalam keadaan sehat. Bahkan semalam sebelum meninggal dia tidak menunjukkan tanda-tanda aneh.
Namun, bukankah memang demikian hakikat kematian? Tak bisa ditebak. Bisa datang kapan saja dan dalam keadaan bagaimana saja. Sehingga orang-orang desa mewajarkan kematian si ibu tersebut. Awalnya memang belum ada kecurigaan tentang tumbal pesugihan.
Hanya, setelah kejadian itu, di desa saya malah terjadi tragedi kematian berantai di kalangan ibu-ibu. Ada tak kurang dari 10 perempuan meninggal setelah melahirkan. Dan seluruhnya terjadi tak lama setelah dijenguk oleh Haji N.
Atas rentetan kematian massal itu, satu per satu warga mulai curiga terhadap Haji N dan tumbal pesugihan. Satu pertanyaan mengemuka, “Entah kebetulan atau tidak, kenapa setiap yang habis melahirkan pasti meninggal setelah dijenguk istri Haji N?”
Mereka yang lolos dari kematian
Meski kejanggalan-kejanggalan sudah mengarah pada Haji N, akan tetapi warga desa saya di Rembang jelas tak berani mengambil tindakan. Pasalnya, tak ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa kematian massal yang terjadi adalah ulah dari praktik tumbal pesugihan Haji N.
Mungkin karena merasa tak dicurigai, Haji N pun terus melancarkan aksinya. Membuat daftar nama-nama perempuan desa yang baru atau yang hendak melahirkan.
Saat itu, ada seorang perempuan, panggil saja Ibu T, yang merasa was-was jelang hari lahiran. Dia dan keluarganya tentu sudah mendengar desas-desus perihal pesugihan Haji N yang mengincar ibu-ibu hamil.
Alhasil, setelah rembugan dengan keluarga besar, setelah melahirkan, ibu T dibawa mengungsi ke rumah saudaranya di desa sebelah, demi menghindari jengukan dari istri Haji N. Dan ternyata betul. Dia selamat dari tumbal maut Haji N dan masih hidup hingga sekarang. Selain dikaruniai dua anak, saat ini dia juga telah mempunyai seorang cucu.
Siasat warga menghindari tumbal pesugihan yang tak bertahan lama
Cara yang dipakai oleh ibu T ternyata ditiru oleh banyak ibu-ibu lain. Sehingga di waktu-waktu berikutnya, Haji N seperti tak mendapat kesempatan untuk merenggut nyawa warga desa. Seandainya dia nekat menjenguk sampai ke desa-desa sebelah, malah akan semakin mencurigakan.
Maka, karena tahu dirinya sudah dicurigai, Haji N pun sempat mengupayakan cara lain guna memberi makan pesugihannya. Kali itu dengan mengincar orang-orang sakit. Orang yang meninggal seolah-olah karena sakit pasti jauh lebih masuk akal. Sehingga meminimalisir kecurigaan warga desa.
Cara itu sempat beberapa kali dilancarkan Haji N dan berhasil. Beberapa kali menjenguk orang sakit, lalu orang-orang yang sakit itu pun akan meninggal.
Akan tetapi, taktik tumbal pesugihan ini tak bertahan lama. Seorang tokoh agama di desa sempat menggagalkan ancaman pesugihan Haji N. Suatu kali, Haji N menjenguk orang sakit yang ternyata masih kerabat dari tokoh agama desa saya tersebut.
Ketika Haji N menjenguk, tokoh agama di desa saya di Rembang mengaku melihat gerandong yang menjulur-julurkan lidah di atas blandar rumah. Setelah dibaca-bacakan doa oleh si tokoh agama desa, gerandong itu pun terpelanting keluar, diikuti oleh Haji N yang memilih pamit dengan raut wajah penuh gelisah.
Sejak saat itu, kondisi desa sempat terasa sedikit lebih aman karena Haji N tak terlihat mencari tumbal pesugihan lagi. Hanya, konon kabarnya, dia justru mencari tumbal dari luar desa dengan cara sengaja membuang beberapa lembar uang di jalanan. Bagi yang menemukannya, dia akan jadi santapan gerandong peliharaan Haji N. Selain itu, Haji N diisukan sengaja menjalin keakraban dengan orang-orang baru yang dia temui. Tidak lain sebagai target mangsa baru.
Mengambil pesugihan dari gunung keramat
Seiring berjalannya waktu, kecurigaan warga desa kepada Haji N semakin menguat. Terutama ketika Mbah D, teman dekat Haji N, secara ngelantur berkoar-koar tentang cerita perjalanannnya dengan Haji N ke sebuah gunung keramat. Entah apa nama dan di mana gunung tersebut, Mbah D tidak menyebutnya secara detail. Dalam lanturannya, dia hanya menyebut “gunung keramat”.
Karena telah lebih dulu merasakan kekayaan secara instan, Haji N berniat mengajak Mbah D untuk ikut dengannya agar bisa menjadi sosok kaya dan disegani. Maka ikut Mbah dengan Haji N ke sebuah gunung keramat. Setelah melakukan ritual, Mbah D bermimpi didatangi sosok hitam besar yang mengajukan tumbal pesugihan nyawa manusia, sekalipun dari anak cucu Mbah D sendiri.
Mbah D yang semula mengira tumbal pesugihan yang diminta hanya sebatas hal-hal kecil seperti ayam cemani atau melakukan ritual-ritual khusus pada malam-malam tertentu, sontak langsung membatalkan niat untuk mengambil pesugihan itu. Akibatnya, Mbah D ternyata jadi setengah tidak waras dengan suka ngomong ngelantur, hingga saat ini. Yang mana di antara hasil omongan ngelantur Mbah D adalah cerita saat dia diajak mengambil pesugihan oleh Haji N di gunung keramat tersebut.
“Di gunung keramat. Demitnya minta nyawa. Aku dan Haji N dijanjikan kaya. Tapi aku nggak mau,” demikian lanturan Mbah D yang coba ditirukan kerabat saya dalam ceritanya.
Kamar berdarah
Kecurigaan warga akan tumbal pesugihan di desa saya di Rembang semakin diperkuat usai terjadi peristiwa ”kamar berdarah” di rumah Haji N. Adalah Kang P, pemuda desa pekerja di toko Haji N yang saya singgung di awal tulisan ini, yang harus meregang nyawa dengan cara sangat mengenaskan.
Beberapa hari sebelum meninggal, Kang P bercerita pada keluarganya bahwa dia sempat melihat sesuatu yang mengerikan di kamar Haji N. Dia yang tengah memindahkan beberapa barang mencium aroma anyir darah dari kamar Haji N. Pak Haji sendiri telah melarang siapa saja masuk ke kamar tersebut, tidak terkecuali Kang P.
Tapi, karena terdorong rasa penasaran, Kang P nekat membuka kamar tersebut. Dia lantas terbelalak ketika melihat kamar Haji N dipenuhi darah dan bulu-bulu hitam. Dia juga melihat sosok gerandong tengah berdiri menatapnya dengan penuh amarah.
Setelah kejadian itu, meski tak cerita ke Haji N, namun Haji N menunjukkan sikap yang berbeda kepada Kang P. Dari yang semula ramah dan mengayomi menjadi sangat dingin. Suatu hari, Haji N meminta Kang P untuk pergi ke pasar membeli beberapa keperluan. Dan siapa nyana, belum juga sampai ke pasar, Kang P yang mengendarai motor tewas terlindas truk.
Bertahun-tahun berlalu, aktivitas Haji N mencari tumbal pesugihan di desa saya memang tak semasif tiga tahun pertamanya. Satu, desas-desusnya dia telah menego ulang jenis tumbal yang akan dipersembahkan untuk si pesugihan. Dua, saat ini dia dicurigai memainkan cara halus. Misalnya, memberi jajan, uang, atau apa saja secara cuma-cuma kepada beberapa orang.
Sayangnya, di kalangan warga desa saya, cara halus itu sama sekali tak mempan. Warga desa yang sudah menaruh kecurigaan sejak lama pasti akan membuang setiap pemberian dari Haji N, sehingga tak akan menjadi sasaran tumbal pesugihan.
BACA JUGA Pesugihan Milik Tetangga Mencari Tumbal, Mengancam Keluarga Saya dan kisah menyeramkan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Yamadipati Seno