Otoritas Kamboja saat ini sedang menyelidiki laporan yang menyatakan bahwa 122 orang Indonesia menjadi korban sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan perdagangan organ ginjal di negara tersebut. Chhay Kim Khoeun, juru bicara Kepolisian Nasional Kamboja, mengatakan kepada VOA Khmer bahwa mereka sedang menyelidiki kebenaran berita tersebut.
Dia juga menambahkan bahwa sebelumnya tidak pernah terjadi kasus penjualan ginjal di Kamboja dan bahwa ada informasi yang keliru beredar di media mengenai kasus tersebut pada tahun 2020.
Menurut laporan dari Associated Press (AP) yang mengutip pejabat kepolisian Indonesia, perdagangan tersebut melibatkan polisi dan petugas imigrasi. Mereka diduga membantu para pedagang manusia mengirim 122 orang Indonesia ke Kamboja untuk menjual ginjal mereka.
Pihak berwenang Indonesia telah menangkap 12 orang, termasuk seorang polisi dan seorang petugas imigrasi, pada tanggal 19 Juli. Dari 12 tersangka tersebut, ternyata sembilan adalah mantan korban perdagangan organ yang dituduh membujuk orang-orang di Indonesia melalui media sosial untuk menjual ginjal mereka di Kamboja.
Laporan AP juga menyebutkan bahwa seorang tersangka diduga mengirim korban-korban tersebut ke Rumah Sakit Preah Ket Mealea di ibu kota Phnom Penh untuk menjalani operasi pengambilan ginjal.
Namun, ketika dihubungi oleh VOA, seorang asisten di bagian administrasi rumah sakit tersebut mengaku tidak mengetahui informasi tersebut. Dia hanya menyebut bahwa rumah sakit tersebut menyediakan layanan operasi ginjal yang legal dan mengikuti saran Perdana Menteri Hun Sen pada Maret 2022. Direktur rumah sakit tersebut menutup telepon ketika dihubungi oleh VOA.
Ketika dihubungi oleh VOA, direktur kesehatan kota Phnom Penh juga menolak untuk memberikan komentar dan meminta VOA untuk menghubungi Kementerian Kesehatan.
Sebelumnya, pada bulan Maret tahun lalu, Perdana Menteri Hun Sen menyarankan Kementerian Kesehatan untuk mempertimbangkan kemungkinan mengiklankan operasi transplantasi ginjal di Kamboja dan melegalkannya. Namun, pernyataan tersebut belum dipublikasikan secara luas karena khawatir akan terjadinya perdagangan organ.
Setiap orang Indonesia yang menjadi korban dilaporkan dijanjikan pembayaran $9.000 sebagai imbalan menjual salah satu ginjalnya. Sebagian besar korban kehilangan pekerjaan selama masa pandemi dan mereka setuju untuk menjual organ mereka karena sangat membutuhkan uang.