Tapin (ANTARA) – Anggota Polres Tapin Kalimantan Selatan menangkap seorang pria berinisial R (35) karena diduga terlibat kasus tabrak lari yang menewaskan seorang ibu dan seorang anak berusia sembilan tahun.
“Tersangka sudah kami amankan. Dalam satu atau dua hari, setelah melengkapi keterangan para saksi, kami akan pindahkan ke tahap penyidikan,” kata Kapolres Tapin, AKP Imam Suryana, di Rantau, Sabtu.
Imam mengatakan, pengemudi mobil Toyota Cayla warna putih akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Imam menjelaskan kronologi singkat saat R yang mengendarai kendaraan roda empat terlibat kecelakaan dengan sepeda motor yang ditumpangi Rudiana bersama istri dan anaknya di Desa Sungai Rutas, Kabupaten Tapin, Kamis (26/1) sekitar pukul 23.30 WITA.
Rudiana hendak pulang, namun terlibat kecelakaan lalu lintas yang menewaskan istri dan anaknya.
Berdasarkan pemeriksaan sementara, Imam menduga ada kelalaian dari pihak pengemudi kendaraan roda empat berinisial R.
Saat itu, pengemudi R mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menggunakan lampu depan yang panjang dan mengambil sisi kanan jalan.
Singkat cerita, kecepatan mobil dan panjang lampu yang menyilaukan saat saling berhadapan membuat Rudiana tak bisa mengelak untuk melakukan upaya penyelamatan.
“Kejadian ini diketahui oleh pengemudi,” katanya.
Usai kejadian, kata dia, Rudiana sempat meminta tolong ke arah mobil pelaku yang berhenti 30 meter dari jenazah istri dan anaknya yang tergeletak di sana.
Imam mengatakan, situasi malam itu bukan pengendara lain atau masyarakat sekitar lokasi kejadian.
“Pelaku memilih melarikan diri,” jelasnya.
Tak lama berselang, kecelakaan tersebut diketahui masyarakat dan aparat kepolisian setempat yang berjaga-jaga. Setelah itu dilakukan aksi pengejaran.
Setelah melakukan koordinasi yang baik, masyarakat dan polisi di jalur evakuasi melakukan blokade. Berjarak sekitar 15 km dari lokasi kecelakaan ke arah Overseas City, para pelaku terpaksa menghentikan pelaku untuk kabur.
Pelaku tabrak lari ini, kata dia, bisa dijerat Pasal 312 UU LLAJ dengan ancaman lima tahun penjara.
“Kita tidak bisa membuka restorative justice. Upaya damai kedua belah pihak paling tidak bisa meringankan perbuatan para pelaku. Kasus ini akan kita lanjutkan untuk memenuhi hak-hak korban,” ujarnya.
Hak lain bagi korban, kata dia, seperti asuransi jiwa Jasa Raharja kini sedang diproses.