MAJELIS Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin diketuai oleh Jamser Simanjuntak dan dua orang hakim anggota; Arif Winarno dan Ahmad Gawi menolak eksepsi atau nota pembelaan yang diajukan terdakwa Abdul Latif.
PENGADILAN yang memeriksa kasus korupsi tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) itu menyampaikan putusan sela di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (1/2/2023).
“Menolak eksepsi penasehat hukum dan eksepsi terdakwa. Melanjutkan pemeriksaan pokok perkara,” kata Jamser Simanjuntak sambil mengetuk palu di persidangan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai dakwaan yang diajukan jaksa KPK pada 18 Januari 2023 itu sah menurut hukum.
“Kemudian surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar untuk memeriksa dan mengadili perkara terdakwa,” kata Jamser Simanjuntak.
BACA: Usai Divonis Korupsi, Mantan Bupati HST Abdul Latif Diadili Kasus Pencucian Uang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin
Dalam pengecualiannya, Latief menyatakan bahwa tuduhan terhadap dirinya tidak benar. Mantan Ketua DPRD HST itu menilai dirinya tidak pernah melakukan gratifikasi dan pencucian uang sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum.
Didampingi kuasa hukumnya, OC Kaligis, Latif menyampaikan keberatan tersebut secara langsung di persidangan. “Saya mohon majelis hakim membatalkan semua dakwaan JPU dan memerintahkan JPU mengembalikan semua barang sitaan yang tidak termasuk dakwaan,” kata Latif.
BACA JUGA : KPK dituduh menerima Rp. 41,5 miliar gratifikasi, mantan Bupati HST Abdul Latif keberatan
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Latif yang menghadiri sidang secara langsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Joni Politon dari Kantor Pengacara OC Kaligis SH & Associates, usai sidang menilai dakwaan JPU tidak jelas alias kabur.
Joni Politon mengatakan, antara lain, Jaksa Penuntut Umum tidak menyebutkan siapa yang memberikan gratifikasi. Kemudian soal aset yang disita juga merupakan aset yang diperoleh Latif, sebelum menjabat sebagai Bupati HST periode 2016-2021.
BACA JUGA: KPK Telusuri Sumber Fee dan Asal Aset Mantan Bupati HST Abdul Latif
“Ternyata barang bukti itu didapat saat dia (Latif) seorang pengusaha. Dulu, dia punya uang, dia bisa membeli aset. Barang bukti yang mendukung barang sitaan semuanya di bawah tahun 2015,” kata Joni Politon.
Jaksa KPK menyiapkan 90 saksi. Di antaranya, 45 saksi dalam kasus dugaan gratifikasi dan 45 lainnya dalam kasus TTPU dan diduga menerima Rp. 41,5 miliar gratifikasi. Uang tersebut diduga diterima Latif dari sejumlah instansi di HST saat dirinya masih menjabat bupati pada 2016-2017.
“Untuk minggu depan akan ada tujuh saksi yang mulai, sesuai BAP (berita berita acara pemeriksaan),” kata jaksa KPK, Hari.
BACA JUGA: KPK Bawa 8 Mobil Mewah dan 6 HST Bupati Moge Nonaktif ke Jakarta
Latif dijerat Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi terkait gratifikasi dan TPPU. KPK menduga ada beberapa modus pencucian uang yang dilakukan terdakwa.
BACA JUGA: MCP Zona Merah HSU-HST, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron: Wajar OTT!
Diantaranya adalah deposito melalui bank, pembelian surat berharga atau obligasi, tanah, rumah, termasuk kendaraan bermotor. Total Rp. 34,2 Miliar rincian penyetoran ke rekening Bank Mandiri dengan total Rp. 8.253.719.779.
Menyimpan uang di rekening BTN atas nama Fauzan Rifani sebesar Rp2,5 miliar, pembelian ORI (Obligasi Ritel Indonesia) di BTN Cabang Banjarmasin sebesar Rp1 miliar.
Kemudian membeli dua bidang tanah di Barabai HST dengan total transaksi Rp 2.851.350.000. Kemudian membeli puluhan kendaraan mulai dari mobil Lexus, Hummer, truk, hingga sepeda motor dengan total transaksi Rp 19.722.126.000.(rekam jejak)