Candi Laras adalah salah satu dari sedikit bangunan candi yang ditemukan di Kalimantan Selatan.
Secara administratif, Candi Laras terletak di Desa Candi Laras, Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Saat ditemukan, candi ini sudah hancur. Meski Candi Laras telah diakui sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi, namun kondisinya sangat memprihatinkan karena tidak terawat.
Bagaimana sejarah Candi Laras?
Sejarah dan Fungsi Candi Laras
Bangunan Candi Laras hancur, dan pada saat dilakukan penggalian hanya ditemukan reruntuhan batu bata yang tidak membentuk struktur dan temuan lepas berupa pecahan prasasti dan arca.
Karena kurangnya data yang tersedia, cukup sulit untuk mengetahui siapa yang membangun candi ini dan kapan dibangunnya.
Penggalian tahun 1997 menemukan tiang kayu ulin yang sangat panjang.
Dari temuan tersebut, diduga Candi Laras dibangun dari struktur batu bata yang ditopang oleh balok kayu ulin.
Untuk memperkirakan usia candi, para peneliti menggunakan data arkeologi yang relevan seperti fragmen prasasti dan arca Buddha.
Menurut situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, benda-benda purbakala pendukung Candi Laras terdiri dari arca babi batu alam, arca Buddha Dipangkara, dan pecahan batu tulis atau prasasti.
Benda-benda purbakala ini berukuran kecil dan tempat ditemukannya cukup jauh, sekitar 450-650 meter dari lokasi situs.
Arca Buddha Dipangkara yang terbuat dari perunggu ini memiliki ukuran panjang 21 cm dan lebar 8 cm.
Patung dalam posisi berdiri dengan kaki lurus (samabhangga) dan kedua tangan tampak terangkat ke depan.
Meski kedua lengan patung itu patah dan hilang, diduga lengannya sedang beraksi abhayamudra dengan tangan kirinya memegang jubah.
Sedangkan rambut arca Buddha Dipangkara digambarkan berdasi usnisa dan di tengah dahinya ada urna.
Wajah tokoh ini digambarkan kalem dengan mata tertutup, hidung relatif panjang, bibir seperti senyum lebar, dan telinga agak panjang.
Para ahli menduga arca Buddha Dipangkara ini berasal dari abad ke-7 atau ke-9.
Kemudian, pecahan batu tulis atau prasasti yang ditemukan dibuat dari batu kali berwarna hitam.
Meski batu itu berlubang banyak, namun masih terlihat satu baris prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta.
Prasasti itu berbunyi, “jaya siddha…”. Mungkin harus dikatakan “jayasiddhayatra”, yang berarti ziarah untuk memperoleh berkah.
Kata-kata serupa juga ditemukan dalam Prasasti Kedukan Bukit dari Kerajaan Sriwijaya abad ke-7.
Usia arca dan prasasti menunjukkan bahwa kawasan situs candi telah dihuni penduduk sejak abad ke-7.
Saat ini, temuan tersebut disimpan di Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, karena lokasi Candi Laras yang kurang menguntungkan.
Di sekeliling Candi Laras merupakan daerah rawa. Untuk menuju lokasi hanya terdapat jembatan kayu dengan kondisi banyak lapuk dan gembur.
Selain akses jalan yang sulit, kondisi reruntuhan candi juga terbengkalai karena kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Tapin.
Untuk usia candi, diduga Candi Laras baru dibangun sekitar tahun 1400-an.
Perkiraan ini diperoleh dari studi radiokarbon C-14 yang dilakukan pada tahun 2000 pada kayu ulin dari Candi Laras.
Mengenai fungsi candi, Candi Laras diperkirakan merupakan bangunan kerajaan yang dibangun untuk kepentingan tertentu.
Seorang budayawan asal Tapin bernama Ibnu Masud menjelaskan bahwa Candi Laras dibangun dengan maksud dan tujuan tertentu oleh para penghuni Candi Agung di Amuntai.
“Tujuan pembangunan Candi Laras adalah untuk mengelabui para penjajah yang ingin menyerang Kerajaan Negara Dipa dengan Candi Agungnya.”
Masud melanjutkan, Candi Laras juga menjadi tujuan persinggahan kerabat Kerajaan Negara Dipa di Amuntai sebelum tiba di Kerajaan Banjar di Banjarmasin.