KABUPATEN Hulu Sungai Tengah (HST) merupakan satu-satunya daerah di Provinsi Kalimantan Selatan yang menolak eksploitasi industri ekstraktif skala besar seperti pertambangan batu bara dan kelapa sawit.
STAF Advokasi dan kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Muhammad Jefry Raharja menegaskan, dari 9 kabupaten di Kalsel yang meliputi kawasan Pegunungan Meratus, hanya Kabupaten HST yang belum dieksploitasi secara masif oleh industri ekstraktif. .
“Sangat penting untuk menjaga keberlangsungan Meratus. Semangat ini harus dipraktikkan pemerintah melalui pencabutan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) milik PT AGM di HST dengan luas konsesi sekitar 20.666 hektare di Kalsel,” kata Jefry Raharja dalam jumpa pers melalui zoom meeting bersama GEMBUK dan Walhi Nasional serta Sekda HST Muhammad Yani dari Jakarta, Kamis (8/12/2022).
BACA: Tolong Selamatkan 1 Hutan Meratus di Kalimantan Selatan! Lokasi penambangan liar di garis polisi desa Nateh
Sebaran konsesi PT AGM tersebar di Kabupaten Banjar seluas 2.720 hektare, Kabupaten Tapin seluas 4.755 hektare, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) seluas 11.595 hektare, dan Kabupaten HST seluas 3.363 hektare.
“Izin baru di Kalsel harus kita hentikan, jika kita tetap ingin diakui sebagai salah satu paru-paru dunia. Selain itu, ancaman bencana ekologis yang terjadi di awal tahun 2021 harus dicerminkan karena tidak hanya menimbulkan kerugian materi tetapi juga kerugian non materi,” kata Jefry.
BACA JUGA: HST Belum Aman dari Cengkeraman Ranjau, Ini 9 Tuntutan Gumbu dan Aliansi #SaveMeratus
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2021, di Provinsi Kalimantan Selatan tercatat 24.379 rumah terendam banjir dan 39.549 warga mengungsi.
Ada juga 15 orang yang meninggal total. Rinciannya Kabupaten Tanah Laut 7 orang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) 3 orang, Kota Banjarbaru 1 orang, Kabupaten Tapin 1 orang, dan Kabupaten Banjar 3 orang.
BACA JUGA: Menyelamatkan Meratus Jadi Isu Nasional, GEMBUK-Walhi Ajukan 4 Tuntutan Mengadu ke Jakarta
Nilai kerugian akibat bencana banjir yang melanda wilayah Kalsel sekitar Rp. 1,349 triliun, menurut perkiraan Tim Reaksi Cepat Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Daerah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Estimasi dampak kerugian per 22 Januari 2021 dari sektor pendidikan, kesehatan dan sosial, pertanian, perikanan, infrastruktur dan produktivitas ekonomi masyarakat sekitar Rp 1,349 triliun.
BACA JUGA: Minta Kabupaten HST Diusir dari Wilayah Pertambangan, Bupati Aulia Oktafiandi Surati Menteri ESDM
Dalam hal mitigasi bencana dan adaptasi krisis iklim, Presiden Jokowi juga terlibat dalam komitmen Paris Agreement tahun 2015. Keterlibatan tersebut bahkan dibuktikan dengan meratifikasi kesepakatan tersebut dan menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.
“Namun, komitmen tersebut tidak sejalan dengan investasi yang masih mengandalkan industri ekstraktif seperti perpanjangan PKP2B PT Arutmin dan PT Adaro Indonesia menjadi IUPK pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. (Omnibus Law),” jelas Jefry.
BACA JUGA: HST Selamatkan Hutan Meratus Bebas Tambang Batubara Dapat Lampu Hijau dari Kementerian ESDM
Sementara itu, Manajer Kampanye Pertambangan dan Energi Jambore Nasional Walhi Fanny Tri mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan situasi warga HST terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Salah satunya sistem bobrok dan budaya hukum yang masih belum jelas dan tegas.
BACA JUGA: HST Selamatkan Hutan Meratus Bebas Tambang Batubara Dapat Lampu Hijau dari Kementerian ESDM
“Kebijakan pemerintah daerah yang baik bisa jadi tumpang tindih atau terabaikan, bahkan cenderung terbentur kebijakan pusat,” tambah Fanny.
“Kita harus melakukan desentralisasi ulang untuk implementasi kebijakan yang diinginkan oleh masyarakat di daerah dan sesuai dengan daya dukung dan daya tampungnya,” ujar Fanny.(rekam jejak)