AM (17) dan AP (21) ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan waria yang ditemukan tewas mengenaskan di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Polisi mengatakan kasus itu dipicu oleh perselingkuhan.
Kapolsek Tapin AKBP Ernesto Saiser mengungkapkan, korban H alias Alya (32) berpacaran dengan AM.
“Motifnya karena cemburu pacarnya (AM) selingkuh. Selingkuh dengan waria lain,” ujarnya di Rantau, Senin.
Tersangka lainnya adalah AP (21), perannya sebagai asisten dalam pembunuhan tersebut.
Ernesto mengatakan, pembunuhan bermula dari pertengkaran sepasang kekasih sesama jenis di depan SDN Antasari 1 pada Kamis (16/03) malam.
“Sudah dua minggu berhubungan badan. Tidak selingkuh, hanya bertukar pesan (dengan waria lain),” kata AM saat ditanya Kapolsek Tapin.
Malam itu, AM, AP dan korban dalam pengaruh miras. Saat membuat tuduhan perselingkuhan, korban memukul AM.
Singkat cerita, menjelang tengah malam AM marah dan meminta AP untuk mengeroyok korban yang lebih besar ini.
Saat prarekonstruksi, setelah penganiayaan di depan SD, korban tidak sadarkan diri.
Kemudian, kedua tersangka menggandeng korban sejauh 300 meter ke belakang sekolah dasar di Desa Antasari.
Setelah itu, korban sadar dan penganiayaan kedua dilakukan oleh AM dan AP sehingga waria tersebut tewas.
Aksi penganiayaan ini dilakukan dengan tongkat bambu sepanjang 80 cm dan berat sekitar 2 kg.
Bambu tersebut dipukul oleh AM ke arah belakang kepala korban, dilanjutkan oleh AP dengan pukulan di dada sehingga korban roboh.
Kemudian, kedua tersangka mengangkat jenazah korban 20 meter tepat di belakang rumah warga.
Lima hari kemudian, Selasa (21/03), warga setempat menemukan jenazah seorang waria yang diketahui berpenampilan cantik dan berbau tidak sedap.
Kasat Reskrim Polres Tapin AKP Haris Wicaksono mengungkapkan, pada Kamis (23/03) kedua tersangka ditangkap saat sedang makan di warung malam.
“Pengungkapan kasus ini setelah kita menemukan saksi kunci, setelah itu kita langsung melakukan tindakan,” ujarnya.
Kedua tersangka akan dijerat dengan pasal berlapis 338 kemudian 170 ayat 2 dan 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara.
Prarekonstruksi tindak pidana tersebut, kata dia, sejalan dengan hasil otopsi petugas forensik RS Bhayangkara.
Berdasarkan laporan dari Bagian Kedokteran dan Kesehatan Polri (Si Dokkes) Polres Tapin, hasil otopsi menunjukkan adanya pendarahan di bagian kepala dan dada korban.