TANJUNG, Kontrasonline.com – Ketua KNPI Tabalong, Ari Wahyu Utomo juga menyoroti kawasan yang kini menjadi eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT. Adaro Indonesia.
Ari, sapaan akrabnya, mempertanyakan keberadaan lahan dari izin PKP2B hingga Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang luasnya menyusut sekitar 7.438 hektare di Kabupaten Balangan dan Tabalong.
“Kami minta PT. Adaro membuka seluas-luasnya di setiap titik di wilayah eks PKP2B agar masyarakat luas mengetahuinya untuk menghindari persepsi negatif yang berkembang di luar sana,” katanya, Senin (27/2) kepada awak media di Tanjung.
Selain membuka data ke publik, dia juga meminta Adaro melepas lahan eks PKP2B kepada masyarakat yang memiliki hak pengelolaan atas tanahnya.
“PT Adaro harus menerima keputusan pemerintah untuk mempersempit konsesi lahan tambang dan legowo mengembalikannya ke masyarakat,” jelasnya.
Ari juga meminta PT Adaro mengutamakan pengusaha lokal dalam operasional tambangnya. Menurutnya, selama PT Adaro Indonesia beroperasi, belum ada pengusaha lokal yang naik kelas menjadi pengusaha nasional.
“Pihak Adaro harus berpihak pada kepentingan lokal, bukan pengusaha dari luar daerah yang justru dimunculkan. Sedangkan isi perut bumi kita di Tabalong dan Balangan sudah dikeruk,” ujarnya.
Diketahui luas lahan tambang Adaro mengalami penurunan dari 31.380 hektare (ha) menjadi 23.942 ha, kini PT. Adaro memperpanjang izin operasi menjadi IUPK selama 10 tahun.
Berdasarkan Minerba One Data Indonesia (MODI), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), izin tersebut akan berlaku mulai 13 September 2022 hingga 1 Oktober 2032.
Dalam sesi wawancara dengan sejumlah awak media di Kabupaten Balangan, Jumat (24/2), Kepala Bagian Humas dan Mediasi PT. Adaro Indonesia, Djoko Soesilo mengatakan, lahan bekas PKP2B yang kini masuk dalam IUPK masih menjadi milik perusahaan PT Adaro Indonesia.
Pada prinsipnya, Adaro masih memiliki akses untuk menggunakan wilayah di luar IUPK namun masih dalam wilayah PKP2B sebelumnya, asalkan mengurus perizinan yang masih berlaku.
Dengan perubahan status izin yang semula berupa PKP2B, luas lahan PT Adaro Indonesia mengalami penurunan sebesar 7.438 ha.
“Wilayah di luar IUPK yang dulunya merupakan wilayah izin PKP2B, kini menjadi wilayah penunjang operasional Adaro. Jika ingin memanfaatkannya, diperlukan izin lebih lanjut,” jelasnya.
Namun, selama PT Adaro belum menggunakan kawasan Pendukung, masyarakat atau pemerintah dapat menggunakan kawasan tersebut secara legal.
Artinya, kawasan itu bisa digunakan untuk apa saja kecuali pertambangan, karena tanah itu masih milik masyarakat atau pemerintah, kata Djoko kepada Kontrasonline.com, Senin (27/2) malam.
Dia menambahkan izin usaha pertambangan hanya ada di wilayah yang dikeluarkan Kementerian ESDM.
“Misalnya, PKP2B Adaro kemarin sudah sampai di kediaman Bupati Balangan, jadi tidak masalah jika tanah itu digunakan oleh pemerintah karena Adaro belum membebaskan atau menguasai tanah tersebut,” jelasnya.
“Pada dasarnya kami (PT. Adaro) tetap memiliki tanggung jawab atas tanah yang dilepaskan melalui status kawasan penunjang, apalagi ada kegiatan penambangan tanpa Legalitas, kami berhak melapor,” ujar Djoko.
Ia juga mengakui, sudah ada beberapa tempat di kawasan pendukung yang digunakan para penambang liar.
“Kami sudah melaporkannya,” tutupnya. (Rel/Boel)