Krjogja.com – Sampai kapan kita berurusan dengan dunia? Ini tentu jalan hidup yang berbeda dalam mencapai puncak kesadaran. Seperti kisah Ki Walang Set, ia pernah menjadi manajer puncak di sebuah perusahaan besar. Namun kini ia memutuskan untuk hidup dengan menjadi musafir.
Nama aslinya Nurrahman dan nama Ki Walang Seto adalah nama yang diberikan oleh gurunya. Guru memberi nama itu karena Seto adalah siswa yang bisa memimpin siswa lainnya.
“Ki Walang Seto artinya ‘iki lo wakil dalang sing iso noto’ (ini wakil dalang yang bisa memimpin)”. Akhirnya setuju. Teman-teman juga mengenal saya sebagai Ki Walang Seto,” ujarnya seperti dilansir Merdeka.com.
Lantas apa yang membuat pengelola bank seperti Ki Walang Seto memilih gaya hidup traveller?
Dari kegelisahannya akan rutinitasnya sebagai manajer perusahaan disibukkan dengan urusan uang dan uang saja. Karena lelah bekerja, ia kembali ke Jawa dan mencari seorang guru agama.
Guru menyuruh Seth untuk bermeditasi di Gunung Muria. Setelah padang pasir, Ki Walang Seto mulai menjelajah Jawa sebagai musafir.
“Itu tahun 1999, terjadi keributan di seluruh Indonesia. Guru menyuruhku membaca sholawat. Begitulah sholawat menyebar, dari Jawa Timur hingga ke Barat. Biar Jawa aman,” kata Ki Walang Seto.
Selama menjadi musafir, Ki Walang Seto berjalan dengan perbekalan yang cukup. Semua hartanya dari pekerjaan sebelumnya tetap ada. Orang tuanya menyetujui keputusannya.
Seto memulai petualangannya sebagai pengembara yang tidak punya uang. Dia menghadapi panas dan hujan. Tapi dia tidak pernah sakit selama perjalanan.
“Guru saya berkata, Anda tidak dapat meminta siapa pun di jalan, tetapi jika Anda memberi, Anda akan menerima.” Setelah saya melakukan itu, saya pergi tanpa uang, dan ketika saya pulang saya bisa membawa jutaan. Dalam perjalanan ternyata banyak orang yang paham traveller. Mereka memberikan segalanya. “Kalau saya ikut, saya tidak bisa bawa dia,” kata Seto.
Setelah berkeliling Jawa sebagai pejalan kaki pada 1999-2000, Ki Walang Seto memulai kehidupan berumah tangga. Ia mengatakan bahwa pertemuannya dengan sang istri cukup unik.
Sebelum bertemu, sang istri mengaku bertemu dengan sosoknya dalam mimpi. Singkatnya, mereka bertemu di Jepara.
Dalam pertemuan pertama itu, mereka langsung menikah. Setelah itu, keduanya memutuskan untuk tinggal di Bogor. Mereka membuka usaha di sana.
“Setelah tujuh tahun tinggal di Bogor, istri saya akhirnya meninggal. Belum ada anak waktu itu,” kata Ki Walang Seto.
Bantuan dari Allah
Selama perjalanannya sebagai musafir, Ki Walang Seto mengalami banyak kejadian yang tidak wajar. Tapi satu hal yang dia pelajari dari perjalanan itu adalah pertolongan dari Allah itu nyata.
Seto sering mengalami seseorang yang tiba-tiba, ketika dia benar-benar membutuhkan makanan, memberinya uang. Ada juga saat ingin merokok, tiba-tiba ada sebatang rokok di depannya dan tetap begitu saja.
“Guru saya bilang itu ma’una, yaitu pertolongan langsung dari Tuhan. Jadi, waktu kuliah yang diajarkan guru adalah ma’una. Kami meminta dari hati bahwa Allah tahu. Dari situ saya mulai percaya. Dan memang benar apa yang dikatakan guru itu,” kata Ki Walang Seto.