BANJARMASIN – Sidang kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif dipastikan akan berlangsung lama. Majelis Hakim Tipikor Banjarmasin menolak eksepsi Latif dan kuasa hukumnya dalam sidang putusan sela di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Rabu (1/2) kemarin.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah memenuhi syarat formil dan lengkap. “Dakwaan JPU sudah tepat, jelas atau tidak kabur (obscuur libel, red) sesuai Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP. Menolak eksepsi yang diajukan oleh pengacara dan terdakwa untuk seluruhnya ,” kata Ketua MPR Jamser Simanjuntak.
Dalam putusannya, kasus ini harus dilanjutkan ke pemeriksaan saksi-saksi untuk pembuktian. Disampaikan majelis, karena perkara TPPU, terdakwa juga wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan diperoleh dari hasil tindak pidana. “Perkara ini harus dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi,” tegasnya, sembari menyampaikan agenda pemeriksaan saksi yang akan digelar Rabu (8/2) pekan depan.
Usai mendengar putusan kemarin, jaksa KPK Hari mengatakan, pihaknya akan menghadirkan tujuh saksi dalam persidangan pekan depan. “Tadi majelis minta kita kurangi jumlah saksi, karena ada sidang lagi. Nanti kita siapkan minimal lima orang,” jelas Hari.
Ia mengungkapkan, dalam kasus ini ada 90 orang yang diperiksa dalam BAP. Sebanyak 45 orang atas dugaan gratifikasi, sisanya atas dugaan ML. “Siapa yang akan dihadirkan lebih dulu, nanti akan kami selesaikan,” ujarnya sambil merahasiakan saksi.
Abdul Latif, sebagai tahanan di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, melalui virtual mengatakan akan menyerahkan seluruh bukti kepemilikan atas aset yang disita KPK.
Seperti diketahui, kembalinya Latif sebagai terdakwa kasus gratifikasi dan ML merupakan hasil pengembangan kasus suap yang menyeretnya sebelumnya. Dalam kasus ML, Latief diduga telah menghabiskan uang hasil gratifikasi untuk membeli kendaraan dan aset lainnya. Ada kendaraan atau aset lain yang diduga disamarkan dengan nama orang lain. Hal itu dilakukan dengan cara menyetor melalui perbankan, pembelian surat berharga atau obligasi, tanah, rumah, termasuk kendaraan bermotor. Totalnya Rp 34,2 miliar.
Rinciannya, penyetoran ke rekening Bank Mandiri tergugat dengan total Rp 8.253.719.779. Menempatkan uang di rekening BTN atas nama Fauzan Rifani sebesar Rp 2.500.000.000. Selain menempatkan Rp. 1.000.000.000 tunai dengan cara membeli ORI (Obligasi Ritel Indonesia) di BTN Cabang Banjarmasin.
Latif juga diduga membeli dua bidang tanah di Barabai HST dengan total transaksi Rp 2.851.350.000. Selain itu, ia juga diduga membeli puluhan kendaraan, mulai dari mobil Lexus, Hummer, truk, hingga sepeda motor dengan total transaksi Rp 19.722.126.000.
Latif sendiri divonis enam tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp. 300 juta atau subsider tiga bulan oleh Majelis Hakim Tipikor Jakarta, 20 September 2018 lalu.
Dalam kasus baru ini, dia diduga melanggar dua pasal. Pertama, Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, Latief diduga melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (mof/gr/pewarna)