Sidang kasus korupsi proyek Bendungan Tapin di Desa Pipitak Jaya, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan mulai digelar di Pengadilan Tipikor (Korupsi) Banjarmasin.
Tiga tersangka korupsi proyek sedang menjalani sidang dakwaan Jaksa Penuntut Umum (jaksa) bersama Kejaksaan Tapin dan Kejaksaan Agung Kalsel, Senin (12/6/2023) siang.
Mereka adalah Sogianor -Kepala Desa Pipitak Jaya, Herman dari pihak swasta, dan Achmad Rizaldy -ASN sebagai panitia pengadaan tanah.
Ketiganya menjalani sidang dakwaan terpisah yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Suwandi SH MH beserta dua anggotanya.
Ketiga terdakwa dijerat dengan pasal berlapis, yakni bukan tindak pidana gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Untuk gratifikasi, ketiganya dikenakan Pasal 12 huruf e Jo Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Untuk tindak pidana pencucian uang, terdakwa Sogianor dan Achmad Rizaldy dijerat Pasal 3 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Terdakwa Herman berbeda, dia dijerat Pasal 3 dan 5 UU TPPU,” kata jaksa dari Kejaksaan Tapin, Johan Wibowo.
Johan Wibowo mengatakan, sesuai dakwaan, ketiga terdakwa memiliki peran yang berbeda dalam menjalankan aksinya.
“Salah satunya, peran Herman adalah mendatangi warga, karena dia warga sipil atau warga di sana,” ujarnya.
Dijelaskan, ketiga terdakwa didakwa memotong 50 persen uang ganti rugi pembebasan lahan mega proyek bendungan Tapin.
Kasus ini bermula setelah Tim Pemberantasan Mafia Lahan menemukan adanya indikasi penyelewengan dana pembebasan lahan bendungan.
Dimana dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa pemilik tanah diberikan bantuan oleh ketiga terdakwa untuk mengurus administrasi pengadaan tanah, kemudian dipotong uang ganti rugi tanah.
Akibat pemotongan tersebut, ketiganya mendapat keuntungan masing-masing dari Herman Rp 945 juta, Sogianor Rp 800 juta, dan Achmad Rizaldy Rp 600 juta.
“Total uang yang mereka kumpulkan sekitar Rp 2,3 miliar,” kata Wibowo.
Wibowo melanjutkan, terdakwa Sogianor selaku kepala desa Pipitak Jaya menggunakan uang gratifikasi tersebut untuk keperluan umrah dan pernikahan anaknya.
“Memang dia (terdakwa) mengatakan ada yang digunakan untuk umrah dan ada biaya untuk pernikahan anaknya,” ujarnya.
“Untuk Achmad Rizaldy dan Herman akan ada pembuktian terbalik, terdakwa diberikan hak untuk membuktikan dari mana harta itu diperoleh,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Bendungan Tapin yang terletak di Desa Pipitak Jaya, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan merupakan proyek strategis nasional tahun 2015-2020 dengan nilai hampir mencapai Rp. 1 triliun.
Proyek Strategis Nasional (PSN) diresmikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Ir Jokowi Dodo pada Februari 2021.
Sidang akan kembali digelar pada Senin (19/6/2023) dengan agenda pembuktian dari JPU.