KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Sidang tentang penyuapan dan kejahatan pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa, mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Abdul Latif, kembali digelar, Kamis (15/2/2023) sore, di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Agenda sidang kali ini adalah pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum (jaksa) dengan menghadirkan saksi-saksi. Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua orang saksi yang merupakan orang dekat terdakwa, yakni Fauzan Rifani (mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri HST) dan Abdul Basit (Direktur PT Subriwa Agung periode 2008-2019).
Dalam persidangan, majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak memeriksa Fauzan Rifani, yang juga terpidana kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri Barabai.
Dalam keterangannya, saksi menjelaskan bahwa saat masih menjadi ketua Kadin, terdakwa Abdul Latif memerintahkan untuk menagih biaya proyek dari sejumlah kontraktor.
Baca juga: Sanksi Perda Miras di Banjarbaru Terlalu Ringan, Satpol PP Tak Mampu Tutup Toko Penyalur Minuman Keras
Saat itu ia dipercaya memungut dan memungut bayaran dari kontraktor yang memenangkan tender proyek pemerintah.
“Tahun 2016 saya disuruh Pak Latif (terdakwa) untuk berkoordinasi memungut iuran dari sesama kontraktor,” ujarnya.
Fauzan menjelaskan, nilai fee sudah ditentukan oleh pihak tergugat yang terdiri dari proyek jalan, proyek gedung dan proyek pengadaan, dengan persentase berbeda.
“Siapa saja yang mendapat pekerjaan di Hulu Sungai Tengah saya disuruh ngumpul, 10 persen untuk jalan, 7,5 persen untuk konstruksi, 5 persen untuk pengadaan,” ujarnya.
Dalam persidangan, JPU juga mengusut pembelian mobil mewah Hammer dengan nomor polisi DA 232 RK yang sebelumnya disita penyidik KPK.
Baca juga: Baru Terjerumus ke Tindakan Seksual Langsung Ditangkap Satpol PP Banjarbaru
Saksi Fauzan mengaku membeli mobil tersebut atas perintah terdakwa dan membelinya dengan uang pungutan biaya proyek.
“Saya disuruh membeli mobil Hammer pada Oktober 2016 dari uang iuran,” ujarnya
“Mobil itu saya bayar, mobil bekas dari H Usen, sekitar 1 miliar lebih dari uang yang saya kumpulkan,” imbuhnya.
JPU juga menunjukkan bukti kuitansi pembayaran pembelian mobil merek Hammer yang bernilai nominal Rp. 1.075.000.000 ditulis di Barabai pada 10 Oktober 2016.
Dalam persidangan, majelis hakim juga menanyakan keuntungan yang diperoleh saksi Fauzan dari pekerjaannya memungut biaya proyek dari kontraktor.
Baca juga: Penuhi Asupan Gizi Anak, Disdikbud HSU Salurkan Bantuan Program BAAS
Saksi menerangkan bahwa meskipun tidak menerima uang secara langsung dari terdakwa, namun ia yang juga memiliki perusahaan menerima sejumlah proyek pembangunan di Kabupaten HST.
“Saya tidak mendapatkan apa-apa, jika proyek mendapatkannya,” katanya.
Bahkan Fauzan mengungkapkan, dirinya juga turut memberikan iuran kepada terdakwa mantan Bupati HST itu saat perusahaan mendapat proyek pekerjaan.
Ia juga mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, pungutan proyek dari kontraktor kepada kepala daerah sudah menjadi hal yang lumrah atau menjadi kebiasaan di daerah.
“Saya setor juga, teman saya setor, saya setor juga,” ujarnya.
“Biasanya bupati memberikannya di sana, itu rahasia umum,” kata saksi Fauzan.
Baca juga: Pelantikan 126 Kepala Sekolah, Ini Harapan Bupati Banjar
Terdakwa Abdul Latif juga menanggapi apa yang dikatakan saksi di persidangan. Latif membantah pernah menyuruh saksi Fauzan menerima fee dari kontraktor pemenang tender.
“Saya tidak pernah memerintahkan saksi untuk meminta fee proyek,” kata Abdul Latif saat menanggapi keterangan saksi.
Untuk diketahui, terdakwa Abdul Latif sebelumnya dijerat oleh jaksa penuntut umum melakukan tindak pidana penyuapan dan pencucian uang sebesar Rp 41,5 miliar saat menjabat sebagai Bupati HST periode 2016-2017.
Ia dijerat dengan pasal berlapis, yakni melanggar Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (canalkalimantan.com/rizki)
Reporter: semoga beruntung
Editor: sel