Tindak pidana gratifikasi dan pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Abdul Latif, mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Korupsi), Rabu (13/6/2023) siang.
Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (jaksa) KPK menghadirkan sejumlah saksi untuk dimintai keterangan terkait akuisisi aset yang dimiliki terdakwa Abdul Latif.
Salah satu saksi Hendra Saputra mengatakan, pada 2017 pernah bertemu dengan terdakwa saat negosiasi pembelian 7 unit. mixer (peralatan pemuatan atau pengaduk semen untuk truk pengaduk).
Saksi yang saat itu bekerja sebagai sales manager di perusahaan komponen dan attachment alat berat di Jakarta mengatakan, 7 unit mixer yang dibeli terdakwa akan dipasang di truk Hino milik PT Subriwa Agung.
“Harganya Rp 200.200.000 saja kalau pakai truk Hino, total sekitar 1,4 miliar,” kata saksi.
Sementara itu, diketahui 7 truk Hino senilai Rp 2,25 miliar yang dibeli terdakwa pada 2017 telah disita penyidik KPK karena diduga uang pembelian tersebut berasal dari hasil korupsi.
Kemudian persidangan juga mengungkap barang bukti berupa dua buah sepeda motor gede (Moge) Harley Davidson (HD) yang dibeli terdakwa pada tahun 2017 lalu.
Pertama, sepeda motor Harley Davidson warna putih yang dibeli dari saksi Agung yang tidak diperiksa di persidangan karena saksi tidak bisa dihadirkan jaksa ke ruang sidang atau secara daring dari gedung KPK.
Dalam persidangan, JPU juga menghadirkan saksi Joni Rahmat, seorang direktur perusahaan importir motor besar Harley Davidson. Joni diperiksa sebagai pihak yang menjual sepeda motor produksi Amerika Serikat kepada saksi Agung pada 2013 sebelum menjualnya kembali kepada terdakwa pada 2017.
Kemudian masih pada tahun 2017, terdakwa membeli motor Harley Davidson tipe FLSTF-FATBOY kedua melalui perusahaan PT Anak Elang Motorindo di Jakarta.
“Kami menawar Rp 773 juta, tergugat minta diskon Rp 70 juta, jadi kesepakatannya Rp 703 juta,” kata saksi Reza Andriano, karyawan perusahaan.
Suasana ruang sidang sempat memanas ketika pengacara terdakwa, Oc Kaligis, memprotes pertanyaan yang diajukan jaksa KPK kepada saksi.
Beberapa kali pengacara senior menginterupsi persidangan karena pertanyaan JPU kepada saksi dianggap tidak relevan dan di luar pengetahuan saksi.
Abdul Latif sebelumnya didakwa melakukan tindak pidana gratifikasi dan pencucian uang (TPPU) senilai Rp 41 miliar saat menjabat sebagai Bupati HST 2016-2017.
Jaksa KPK dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.