“Rumah ul (saya) saat itu juga bingung (terendam), sekitar pergelangan kaki jauh di dalam rumah. Kalau di jalan depan rumah bisa 30-40 sentimeter (cm),” ujarnya di Banjarmasin, Selasa (9/5/2023).
Menurut Muslimin, wilayah rumahnya sering terkena gelombang pasang laut atau banjir rob. Namun, rob yang biasanya berlangsung 2-3 jam itu hanya menggenangi jalan dan tidak pernah sampai ke lantai rumah. ”Tahun 2021 banjir (air) untuk masuk ke dalam rumah ul karena faktor hujan juga,” ujarnya.
Ahmad Taufik (50), warga Desa Basirih, Banjarmasin Barat, menuturkan, banjir rob sudah menjadi hal yang biasa terjadi di wilayah tempat tinggalnya, yakni di pinggiran Sungai Martapura. “Setiap tahun pasti bingung. Biasanya November-Desember,” katanya.
Saat banjir rob, menurut Ahmad, rumahnya selalu terendam air setinggi 30-40 cm. Padahal, rumah masa kecilnya bersama orang tuanya tidak pernah terendam saat air pasang, yang bisa terjadi siang maupun malam. “Jika hanya banjir air pasang biasanya 2 jam sudah surut. Tapi kalau pas pasang juga hujannya deras, bisa lumayan deras tua (lama) surut,” katanya.
Untuk melindungi barang elektronik dan furnitur di rumahnya dari banjir, Ahmad membuat alas setinggi 50 cm untuk meletakkan barang-barang tersebut. Mereka kemudian mengamankan diri ke loteng rumah atau lantai dua. ”2021 waktu, berjarak dua jari banjir tampil di atas panggung,” katanya.
Pada saat banjir 2021, Pemkot Banjarmasin mencatat ada 152 titik banjir di Banjarmasin. Sebarannya ada di Banjarmasin Timur (107 titik), Banjarmasin Utara (28 titik), dan Banjarmasin Selatan (17 titik). Secara total, 31.357 keluarga atau 101.601 orang terkena dampaknya, sekitar 14 persen dari populasi kota. (Kompas6/2/2021)
Banjir saat itu tidak hanya menggenangi Banjarmasin yang berada di hilir Sungai Martapura, tetapi juga menggenangi 10 kabupaten/kota di daerah hulu sungai, seperti Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Tanah. Laut, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Upper North River, Balangan, dan Tabalong.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel Hanifah Dwi Nirwana mengatakan, banjir saat itu dipicu oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan atau anomali curah hujan yang luar biasa tinggi, pasang surut air laut, sedimentasi sungai, dan alih fungsi lahan.
“Pemprov Kalsel menginisiasi program Sungai Martapura Bungas yang berorientasi pada peningkatan fungsi sungai melalui peningkatan kualitas sungai. Program ini diharapkan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat dan mampu mengurangi banjir,” ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Fathimatuzzahra di Banjarbaru, Kamis (13/4/2023), sempat mengatakan luas lahan kritis di Kalsel yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2013 adalah 642.580 hektare. (Ha). Dengan adanya gerakan revolusi hijau, luas lahan kritis berkurang menjadi 511.594 ha (2018), kemudian menjadi 458.478 ha pada tahun 2022.
“Gerakan revolusi hijau telah berkontribusi positif dalam mengurangi lahan kritis. Sejak diluncurkan pada tahun 2017, bibit pohon telah didistribusikan dan ditanam di lahan seluas 137.243 ha yang tersebar di seluruh kabupaten/kota,” ujarnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Banjarmasin Husni Thamrin mengatakan, ada tiga faktor pemicu banjir di Banjarmasin pada Januari 2021, yakni air laut pasang tinggi, hujan deras berhari-hari, dan kiriman air dari hulu. kawasan Sungai Martapura. Saat itu, kabupaten tetangga Banjarmasin juga dilanda banjir.
“Ketahanan saat itu juga belum siap. Banyak sungai di Banjarmasin yang dangkal dan tertutup, sehingga airnya lambat turun,” ujarnya.
Menurut Husni, Banjarmasin yang dijuluki “kota seribu sungai” sebenarnya sudah tidak memiliki banyak sungai lagi. Banyak sungai di Banjarmasin yang ditutup oleh bangunan, tersumbat sampah plastik, dan mengalami pendangkalan akibat sedimentasi yang tinggi.
“Perlu normalisasi dan revitalisasi agar sungai bisa kembali ke fungsi semula. Fungsinya tidak hanya untuk transportasi dan wisata, tapi juga untuk pengendalian banjir,” ujarnya.
Bencana tahunan
Husni mengatakan, berdasarkan kajian risiko bencana, ada tiga bencana tahunan di Banjarmasin, yakni banjir rob, cuaca ekstrem (hujan deras dan angin kencang), dan kekeringan. Selain itu, potensi bencana kabut asap juga terjadi di Banjarmasin ketika kebakaran hutan dan lahan marak terjadi di kabupaten/kota tetangga.
“Bencana yang paling sering terjadi di Banjarmasin adalah banjir rob. Ini sudah terjadi sejak lama karena secara geografis kota Banjarmasin berada pada ketinggian rata-rata 0,16 meter di bawah permukaan laut,” ujarnya.
Untuk menanggulangi banjir rob yang berpotensi parah dan meluas seperti kejadian tahun 2021 lalu, menurut Husni, Pemkot Banjarmasin telah melakukan penanggulangan baik secara fisik maupun non fisik. Mitigasi non fisik dilakukan melalui komunikasi informasi dan edukasi (KIE) sebagai bentuk peringatan dini kepada warga khususnya yang tinggal di bantaran sungai.
Sedangkan mitigasi fisik dilakukan oleh sejumlah instansi terkait. Misalnya, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin sedang melakukan program normalisasi dan revitalisasi sungai. Dinas Lingkungan Hidup menangani masalah sampah di sungai. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman menyelenggarakan permukiman warga di bantaran sungai.
“Tahun 2022 akan ada 33 sungai yang akan diintervensi oleh Dinas PUPR. Sungai-sungai ini dinormalisasi dan direvitalisasi agar kembali ke fungsi semula. Jika sungai tersebut lestari dan memiliki aliran yang baik, banjir dipastikan akan cepat surut, ” dia berkata.
Pengamat perkotaan, Subhan Syarief berpendapat, penataan kota Banjarmasin saat ini tidak sesuai atau menyimpang dari filosofi kota sungai atau julukan kota seribu sungai. Sungai-sungai di Banjarmasin tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya sebagai “saluran air” dan “rumah air” untuk sistem pengelolaan air daerah pasang surut atau saat menerima luapan air hujan dari daerah hulu.
Semua model pembangunan di Banjarmasin dari dulu sampai sekarang belum sesuai dengan karakteristiknya sebagai kota air dengan dominasi kawasan rawa dan posisi tanah di bawah permukaan laut,” kata penulis buku “Seandainya (I ) Menjadi Wali Kota: Ide Sederhana Menata Banjarmasin Memasuki Abad Keenam.”
Sungai itu hilang
Menurut Subhan, sistem backfill masih mendominasi pembangunan di Banjarmasin. Hal ini menyebabkan daerah resapan air, termasuk sungai, tergerus dan hilang. Sirkulasi pengelolaan air luapan yang biasanya dapat ditampung dan dikelola oleh daerah tangkapan air dan sungai tidak lagi berfungsi dengan baik. Bahkan, air sulit mencapai sungai dan daerah tangkapan air yang tersisa.
“Jadi tanpa disadari kondisi geografis Kota Banjarmasin sudah jauh berubah dari kondisi alamnya. Banyak lahan rawa yang berubah menjadi lahan karena ditimbun. Ini yang kemudian menjadi sumber masalah,” ujarnya.
Subhan juga menyoroti berbagai program pemerintah dalam normalisasi, revitalisasi dan optimalisasi sungai yang tidak dilakukan secara serius dan berkesinambungan. Program ini hanya berfokus pada penataan bantaran sungai agar terlihat indah, namun tidak banyak dan masif menyentuh wilayah sungai yang sudah sempit, dangkal, terputus, dan juga mati.
Ia juga mendorong Banjarmasin untuk melakukan gerakan revolusioner, masif dan berkesinambungan dalam memperbaiki kondisi sungai dan daerah tangkapan air. Sungai dan daerah tangkapan harus diperdalam, diperlebar dan dihubungkan. Tepian sungai atau bantaran harus ditinggikan dengan tanggul dan ditambah pintu air yang dilengkapi dengan pompa untuk mengatur luapan air.
Banyak lahan rawa yang berubah menjadi daratan karena ditimbun. Inilah yang kemudian menjadi sumber masalah
Subhan mengatakan semua model pembangunan di Banjarmasin harus diubah, terutama di daerah terendah dan dekat bantaran sungai. Konstruksi harus menggunakan sistem anjungan dengan ketinggian lantai dasar minimal 2 meter dari muka air tertinggi pada saat air pasang.
“Banjarmasin pasti punya cetak biru atau peta jalan kota sungai yang efisien, komprehensif, dan berkelanjutan. Sebab, pembangunan sebuah kota harus mengutamakan aspek keamanan dan kenyamanan warganya daripada aspek keindahan kotanya saja,” ujarnya.