M NOOR HARISUDIN; Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Ketua Pengkajian Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur
Berbeda dari tahun sebelumnya, musim haji tahun ini mengambil tagline ‘haji berkeadilan’ dan ‘haji ramah lansia’. Ini untuk memberikan penekanan pada maksud Kementerian Agama (Kemenag) yang fokus isu keadilan utamanya hak jamaah haji yang belakangan.
Kemenag telah mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) menjadi Rp 69,8 juta meski pada akhirnya turun menjadi Rp 49,8 juta. Angka Rp 49,8 juta ini Rp 10 juta lebih besar dari Bipih tahun sebelumnya (Rp 39,8 juta).
Bipih ini merupakan dana yang harus dibayar warga negara yang akan menunaikan ibadah haji. Padahal, apa yang dilakukan Kemenag adalah melindungi hak-hak jamaah haji yang akan berangkat belakangan sehingga tetap mendapatkan manfaat dari dana jamaah haji.
Kemenag mendasarkan pada kemaslahatan dan keadilan hak-hak jamaah haji yang belakangan. Sehingga, persentase manfaat untuk jamaah, secara perlahan dikurangi.
Kemenag mendasarkan pada kemaslahatan dan keadilan hak-hak jamaah haji yang belakangan. Sehingga, persentase manfaat untuk jamaah, secara perlahan dikurangi.
Meskipun pada akhirnya ditetapkan skema pemberian manfaat tahun ini yang mencapai 44,7 persen (Rp 40,2 juta) dan total Bipih sebesar 55,3 persen (Rp 49,8 juta). BPIH total yang dibayarkan setiap jamaah tahun ini adalah Rp 90 juta. (https://kemenag.go.id).
Sementara, tagline haji ramah lansia menunjukkan tahun ini jamaah haji Indonesia banyak diikuti orang-orang lansia. Ada sekitar 31 persen jamaah haji usia lanjut dari total 221 ribu jamaah haji yang akan berangkat pada 2023 di negeri ini.
Artinya, 68.510 jamaah haji berusia lanjut. Jumlah yang banyak ini dimaklumi karena 2020 dan 2021 tidak ada pelaksanaan haji dari Indonesia. Alasannya, pandemi Covid-19. Sementara, penyelenggaraan haji pada 2022 tidak ada jamaah haji lansia sama sekali.
Dalam frame Kemenag, usia lansia adalah 65 tahun ke atas. Ini berbeda sebagian kalangan yang menyebut lansia 60 tahun ke atas. Karena itu, banyaknya jamaah haji lansia, menjadi tantangan tersendiri bagi Kemenag.
Karena pemerintah yang diwakili Kemenag baru saja mendapatkan indeks kepuasan jamaah haji Indonesia (IKHJI) mencapai 90,45.
Ada sekitar 31 persen jamaah haji usia lanjut dari total 221 ribu jamaah haji yang akan berangkat pada 2023 di negeri ini.
Angka bombastis yang baru pertama kali diraih Kemenag dan jauh melampaui indeks sebelumnya 85,91 pada 2019. Tentu, bukan hal mudah bagi Kemenag mempertahankan angka ini pada 2023. Apalagi, DPR mengepres anggaran BPIH tahun ini menjadi lebih kecil.
Yakni anggaran BPIH Rp 98,8 juta menjadi hanya 90 juta. BPIH merupakan biaya keseluruhan penyelenggaran ibadah haji untuk tiap orang.
Tak heran, konsumsi haji tahun ini lebih kecil dari yang semula tiga kali menjadi hanya dua kali, meski satunya diganti makanan ringan. Demikian juga anggaran-anggaran lain yang tentu dibuat lebih minimalis.
Setidaknya, terdapat beberapa tantangan serius yang akan dihadapi Kemenag pada tahun haji ramah lansia.
Pertama, banyaknya lansia yang akan menjadi jamaah haji Indonesia tahun ini. Jumlah 31 persen dari total 221 ribu.
Berbeda dengan jamaah haji yang lain, jamaah lansia membutuhkan penanganan khusus, berbeda dari jamaah haji lainnya.
Kedua, jamaah haji lansia selain banyak, juga tidak dibatasi umur. Mereka bahkan ada yang berumur di atas 100 tahun.
Beragamnya umur jamaah haji lansia juga membutuhkan perhatian dan fokus yang berbeda satu dengan lainnya.
Ketiga, kebijakan tidak ada pendamping untuk jamaah haji lansia tahun ini. Tahun 2023, Kemenag meniadakan pendamping untuk jamaah haji lansia. Tujuannya, memangkas daftar tunggu yang panjang dan kini telah mencapai 30 tahun.
Lebih dari itu, adanya pendamping untuk jamaah haji lansia adalah mengambil hak jamaah haji yang belakangan.
Keempat, rasio petugas haji Indonesia tidak sebanding dengan jumlah jamaah haji lansia. Padahal, petugas haji juga berkewajiban melayani jamaah secara umum, baik lansia maupun bukan lansia.
Jika tidak dilakukan langkah antisipatif, bukan tidak mungkin Kemenag menghadapi kesulitan.
Jika tidak dilakukan langkah antisipatif, bukan tidak mungkin Kemenag kesulitan menghadapi hal tersebut. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.
Pertama, Kemenag menyiapkan pendamping dari para jamaah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). Pendamping ini sangat penting untuk memastikan, meski tidak ada pendamping dari keluarga, haji jamaah lansia tetap berjalan lancar dengan pendamping sama-sama dari jamaah KBIHU.
Kedua, Kemenag menambah pasukan khusus yang dapat membantu petugas haji melaksanakan tupoksinya dengan baik. Pasukan khusus ini dibekali pengetahuan pelayanan untuk lansia dan khusus melayani jamaah haji lansia.
Ketiga, Kemenag mengefektifkan petugas haji daerah (PHD) untuk membantu penanganan haji lansia maupun nonlansia. Selama ini, PHD belum dioptimalkan untuk membantu pelaksanaan haji di Tanah Suci.
Keempat, Kemenag mendorong petugas haji memaksimalkan pelayanan digital dalam pelaksanaan ibadah haji. Untuk memangkas jalur laporan dan koordinasi konvensional, selayaknya pelayanan digital digunakan sehingga koordinasi lebih efektif dan efisien.
Kelima, Kemenag selalu memantau dan mengawasi tim petugas haji agar solid dan bersinergi satu dengan lainnya dalam menyukseskan ibadah haji tahun ini.
Kemenag bisa selalu mengecek apakah koordinasi PPIH Pusat, PPIH Embarkasi, PPIH Arab Saudi maupun PPIH Kloter, berjalan pada treknya atau tidak. Di sini, Kemenag memastikan seluruh petugas haji menjalankan fungsinya dengan baik.
Tak mudah menghadapi tahun haji ramah lansia. Namun, berkat kebersamaan dan kekompakan—selain mengantisipasi dengan beberapa langkah di atas, insya Allah pelaksanaan haji Indonesia tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Minimal sama dengan 2022.