Dana bagi hasil (DBH) migas yang harus diterima Provinsi Kalsel, khususnya untuk Kabupaten Tabalong dan Balangan sebenarnya besar.
ANGGOTA Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dari Fraksi PPP Syaifullah Tamliha mengomentari apakah royalti migas dan dana DBH yang diterima Kalsel dari pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah sesuai atau belum? bukan.
“DBH migas terbesar seharusnya di Kabupaten Balangan dan Tabalong di Kalsel. Sebab, daerah ini memiliki sumur minyak tua sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang,” kata Syaifullah Tamliha. tracerekam.comSelasa (20/12/2022).
Ketua DPP PPP itu mengaku sudah memperjuangkan DBH Kabupaten Balangan yang tak dipungut dari pemerintah pusat sejak 2003 lalu.
BACA: Royalti Minerba Kalsel dari Pemerintah Pusat Capai 207,222 Miliar
“Untuk tahun anggaran 2023, Kabupaten Balangan paling banyak menerima dana transfer ke daerah dari DBH sebesar Rp 1,7 triliun, sehingga APBD tahun anggaran 2023 Kabupaten Balangan hampir dipastikan mencapai Rp 2,3 triliun,” kata anggota Komisi I DPR RI itu.
Syaifullah berharap dana DBH dapat digunakan untuk keperluan pembangunan dan peningkatan infrastruktur, kepentingan rumah ibadah dan faktor pendukung lainnya bagi kesejahteraan masyarakat Balangan.
“Jadi DBH yang diterima Kabupaten Balangan sejak tahun 2003 sebesar Rp 1,7 triliun. Sedangkan untuk Kabupaten Tabalong, setiap tahun dipungut dari Kementerian Keuangan,” ujar Syaifullah.
BACA JUGA: Penghargaan Royalti 0% dalam UU Cipta Kerja Dianggap Hadiah Negara untuk Pengusaha Pertambangan
Sebagai informasi, dikutip dari databoks.katadata.co.idterungkap bahwa besaran Dana Bagi Hasil (DBH) sumber daya alam Kabupaten Tabalong mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak tahun 1999-2014.
Ambil contoh, awalnya pada tahun 1994 hanya Rp. 467,4 juta, bertambah DBH tahun 1995 yang disalurkan Rp. 2,1 miliar, 1996 (Rp 2,8 miliar), 1997 (Rp 3,4 miliar) 1998 Rp. 2,4 miliar, 1999 dipindahkan Rp 6,1 miliar. Kemudian terus merangkak naik pada tahun 2000 menjadi Rp. 5,3 miliar, Rp. 14,7 milyar (2001) dan Rp. 16,7 Milyar pada tahun 2002 sampai pada tahun 2003 pindah menjadi Rp. 28 miliar.
BACA JUGA: Kebijakan Larangan Ekspor Batubara Dinilai Merugikan Pengusaha
Selanjutnya tahun 2004 Rp 18,1 miliar dan tahun 2005 Rp 31,6 miliar, 2006 (Rp 54,5 miliar), 2008 Rp 60 miliar. Hingga, sejak 2009 mencapai ratusan miliar. Yakni, pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp. 216 miliar, pada tahun 2010 menjadi Rp. 177,2 miliar, pada tahun 2011 menjadi Rp. 216,1 milyar dan pada tahun 2012 sebesar Rp. 341 miliar.
Dikutip dari data detail alokasi DBH per provinsi/kabupaten yang dirilis untuk tahun anggaran 2021 djpk.kemenkeu.go.id, disebutkan bahwa DBH dibagi menjadi dua item; pajak (PPH dan PBB) dan sumber daya alam meliputi kehutanan, minyak dan gas, mineral dan batubara, perikanan dan panas bumi. Untuk Kalimantan Selatan, Kemenkeu mencatat telah menyalurkan total DBH sebesar Rp646.480.080.000 atau lebih dari Rp646 miliar pada tahun anggaran 2021.
BACA JUGA: Tambang Batu Bara Senilai Rp 200 Triliun Setahun, Kalsel Disebut Hanya 5 Persen
Secara rinci, total DBH yang diterima Kabupaten Banjar sebesar Rp139.583.484.000, Barito Kuala (Batola) Rp98.641.489.000, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) Rp147.921.915.000, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Rp95.955.867.000, dan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Rp 95.714.812.000.
BACA JUGA: Eksploitasi Gila, Deposit Batubara Kalsel Diprediksi Habis di 2030
Kemudian Kabupaten Kotabaru Rp. 180.934.608.000, Kabupaten Tabalong Rp. 269.311.934.000, Kabupaten Tanah Laut Rp. 320.347.737.000, Kabupaten Tapin Rp. 184.479.104.000, Kota Banjarbaru Rp. 103.977.386.000, Kota Banjarmasin Rp. 124.7603.596, Kabupaten Balangan Rp. 976.000 dan tertinggi untuk Kabupaten Tanah Bumbu mencapai Rp 384.559.431.000.(rekam jejak)