WartaTani.co – Penggunaan smart farming di sektor pertanian merupakan terobosan baru untuk meningkatkan produktivitas dengan menekan biaya produksi. Tujuan utamanya tentu saja untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bercocok tanam secara konvensional.
Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendengungkan pentingnya implementasi smart farming untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas sektor pertanian dalam menghadapi tantangan masa depan.
Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau yang lebih akrab disapa SYL, smart farming merupakan solusi pasti untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian sekaligus meningkatkan efisiensi sehingga perbaikan ekonomi dan peningkatan produksi dapat terwujud.
“Percepatan menuju pertanian modern bisa cepat terwujud jika smart farming bisa dikembangkan dengan baik. Yang pasti, kata dia, efisiensi energi, waktu dan biaya produksi harus ditekan hingga 30 persen. Dengan efisiensi, kita bisa meningkatkan marjin. Saya pikir kita bisa mewujudkannya bersama-sama. Dan ingat bahwa bertani itu menguntungkan dan bagus,” katanya.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menegaskan bahwa smart farming terbukti dapat mendongkrak produktivitas, meningkatkan kualitas dan menjamin kelangsungan produksi pertanian. “Smart farming is coming, farming is brilliant”, tegasnya.
Salah satu petani milenial di Desa Ribang yang juga merupakan Duta Petani Milenial (DPM) Kementan RI, Dwi Cahyono juga telah menerapkan konsep smart farming dalam mengembangkan usahanya.
“Untuk penerapan konsep smart farming di lahan seluas kurang lebih 2.000 meter persegi, kami bekerjasama dengan Pemuda Tani Keren Bali berupa transfer teknologi dan penerapannya. Penerapan smart farming antara lain penggunaan alat untuk pengecekan tanah PH dan pupuk portable berdasarkan data lahan dan jenis tanaman dengan sistem pencatatan berbasis aplikasi,” kata Dwi.
Dengan konsep smart farming, diakui Dwi memudahkan pengecekan suhu, pemupukan, pengairan, dan pemupukan. Sistem di bidang pertanian ini membantu mengoptimalkan akurasi kondisi lapangan dan alat ini bekerja dengan sensor yang terhubung sehingga memaksimalkan akurasi data secara real time.
“Lebih mudah bagi kami untuk mengatur kebutuhan nutrisi agar kebun menjadi lebih efisien dengan sistem ini. Singkatnya, efisiensi produksi dapat dicapai dengan smart farming,” tambah Dwi.
Tak ingin sukses sendiri, Dwi pun membentuk perkumpulan petani milenial Kabupaten Tabalong sejak 2019 dan kini berbadan hukum dengan anggota 199 orang yang tersebar di 12 kecamatan.
“Kami mengembangkan tanaman hortikultura seperti cabai Tiung Tanjung, bawang merah, cabai keriting, cabai besar, terong, tomat, daun bawang. Selain menerapkan konsep smart farming, petani muda di Desa Ribang juga fokus pada pertanian semi organik dan mengusung melakukan sejumlah inovasi untuk menjaga kualitas dan hasil pertanian, peternakan, perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura,” jelasnya.
Dwi tidak sendiri, ia bersama rekan-rekan petani milenial juga telah mendapatkan pembinaan dan pendampingan dari Kementerian Pertanian hingga Dinas Pertanian Provinsi Kalsel dan Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Tabalong. (NL).