BANJARMASIN – Dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus pembebasan lahan proyek Bendungan Tapin terus dikejar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel.
Pekan ini, Kejaksaan Agung kembali memeriksa sejumlah pihak, termasuk tiga tersangka yang sudah ditetapkan.
“Karena mengarah ke ML, makanya kasusnya terus diusut,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalimantan Selatan, Dwianto Prihartono kemarin (15/1).
Dia menambahkan, jika nantinya ditemukan adanya dugaan pencucian uang, dakwaan tersebut akan digabungkan dengan dakwaan dugaan korupsi pengadaan tanah. “Tersangka dan saksi akan dipanggil lagi,” imbuhnya.
Seakan belum lengkap, saksi yang dipanggil Kejaksaan Agung pekan ini adalah saksi-saksi sebelumnya dalam dakwaan dugaan korupsi pengadaan tanah. “Saksi sebelumnya juga (dipanggil),” katanya.
Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan proyek bendungan di Desa Pipitak Jaya, Kabupaten Tapin, sudah berlangsung lama. Meski sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka, Kejaksaan Agung belum juga menangkapnya.
Kejaksaan mengakui masalah ini karena masih sulit menemukan bukti. Termasuk dugaan kasus ML baru.
“Prinsipnya untuk dakwaan korupsi pengadaan tanah, baik saksi maupun tersangka sudah diperiksa,” pungkas Dwianto.
Seperti diketahui, dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga tersangka sejak 31 Agustus 2022. Namun, ketiganya tak pernah ditahan. Ketiga tersangka berinisial S, AR dan H.
Salah satu tersangka berinisial S diketahui kepala desa. Sedangkan AR adalah ASN yaitu seorang guru dan H adalah seorang entrepreneur.
Kasus ini bermula setelah ditemukannya sejumlah indikasi dugaan korupsi berupa penyelewengan dana pembebasan lahan oleh Tim Pemberantasan Mafia Tanah. Di mana mereka menemukan dugaan korupsi pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional (PSN) di Desa Pipitak Jaya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel kemudian menaikkan status penyidikan ke tahap penyidikan pada Mei 2022. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Penyidikan Nomor -02/0.3/Fd.2/05/2022.
Bendungan yang menghabiskan anggaran hingga Rp 1 triliun ini merupakan proyek tahun jamak 2015-2020. Dalam kasus ini, sudah ada 20 saksi yang diperiksa. Mulai dari pemilik tanah, kepala desa, hingga mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tapin.
Ketiga tersangka dijerat pasal berlapis. Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 1 KUHP. Kemudian Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 1 KUHP. (mof/gr/fud)